Sabar itu haruslah diterapkan dalam segala bidang-kehidupan. Tidak hanya dalam menghadapi malapetaka (musibah) saja. Itu banyalah merupakan salah satu diantara bidang-bidang itu.
Sebagai contoh pada bidang-bidang mana harus diterapkan sikap sabar itu, dijelaskan di dalam Al-Quran:
“Dan orang-orang yang berlaku sabar dalam malapetaka, kemelaratan dan di waktu perang.” (Al-Baqarah : 177)
Pada ayat tersebut di atas diterangkan tiga bidang/ peristiwa. Pertama, ketika ditimpa malapetaka (musibah) yang sifatnya insidentil dan tiba-tiba, seumpama kematian, kecelakaan dan lain-lain. Kedua, dalam kemelaratan, kemiskinan, kesusahan hidup dan lain-lain. Ketiga, tatkala menghadapi perjuangan, seumpama perang dan lain-lain. Pada ayat-ayat yang lain masih banyak lagi suasana dan tempat-tempat yang disebutkan.
Jika dilihat dari sudut pandangan ahli-ahli falsafat Islam, mereka membagi bidang pengetrapan sikap sabar itu kepada lima macam, yaitu :
(1) Sabar dalam beribadat.
Sabar mengerjakan ibadat (as-satru fil ‘ibadah ialah deugan telun mengendalikan diri melaksanakan syarat-syarat dan tata-tertib ibadab itu.
Menurut Imam Gazali, dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan tiga hal, yaitu:
Sebagai contoh pada bidang-bidang mana harus diterapkan sikap sabar itu, dijelaskan di dalam Al-Quran:
“Dan orang-orang yang berlaku sabar dalam malapetaka, kemelaratan dan di waktu perang.” (Al-Baqarah : 177)
Pada ayat tersebut di atas diterangkan tiga bidang/ peristiwa. Pertama, ketika ditimpa malapetaka (musibah) yang sifatnya insidentil dan tiba-tiba, seumpama kematian, kecelakaan dan lain-lain. Kedua, dalam kemelaratan, kemiskinan, kesusahan hidup dan lain-lain. Ketiga, tatkala menghadapi perjuangan, seumpama perang dan lain-lain. Pada ayat-ayat yang lain masih banyak lagi suasana dan tempat-tempat yang disebutkan.
Jika dilihat dari sudut pandangan ahli-ahli falsafat Islam, mereka membagi bidang pengetrapan sikap sabar itu kepada lima macam, yaitu :
(1) Sabar dalam beribadat.
Sabar mengerjakan ibadat (as-satru fil ‘ibadah ialah deugan telun mengendalikan diri melaksanakan syarat-syarat dan tata-tertib ibadab itu.
Menurut Imam Gazali, dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan tiga hal, yaitu:
- sebelum melakukan ibadah. Harus dibubui niat yang suci ikhlas, semata-mata beribadah karena taat kepada Allah;
- sedang melakukan ibadah. Janganlah lalai memenuhi syarat-syarat, jangan malas mengerjakan tata-tertibnya. Seumpama mengerjakan shalat, janganlah melakukan sholat ”cotok ayam”, yaitu seperti ayam yang sedang mencotok padi, main cepat-cepat dan kilat saja. Yang dikerjakan hanya yang wajib-wajibnya saja, sedang yang sunnat-sunnat ditinggalkan. Pada hal tidak ada yang akan diburu atau yang mendesak.
- sesudah selesai beribadah. Jangan bersikap riya, menceriterakan ke kiri dan ke kanan tenntang ibadah atau amal yang dikerjakan, dengan maksud supaya mendapat sanjungan dan pujian manusia.
(2) Sabar ditimpa malapetaka.
Sabar ditimpa malapetaka atau musibah (as-shabru ‘indal mushibah) ialah teguh hati ketika mendapat cobaan, baik yang bertentuk kemiskinan. maupun berupa kematian, kejatuhan; kecelakaan. diserang penyakit dan lain-lain sebagainya. Kalau malapetaka itu tidak dthadapi dengan kesabaran; maka akan terasa tekanannya terhadap jasmaniah maupun rohaniah. Badan semakin lemah dan lem, hati semakin kecil. Timbullah kegelisahan, kecemasan. panik dan akhirnya putus-asa. Malah kadang-kadang ada pula yang nekad dan gelap mata mengambil putusan yang tragis, seumpama membunuh diri.
(3) Sabar terhadap kehidupan dunia.
Sabar terhadap kehidupan dunia (asshabru ‘aniddunya) ialah sabar terhadap tipudaya dunia, jangan sampai terpaut hati kepada kenikmatan hidup di dunia ini. Dunia ini adalah jembatan untuk kehidupan yang abadi, kehidupan akhirat. Banyak orang yang terpesona terhadap kemewahan hidup dunia. Dilampiaskannya hawa nafsunya, hidup berlebih-lebihan, rakus, tamak dan lain-lain sehingga tidak memperdulikan mana yang halal dan mana yang haram, malah kadang-kadang merusak dan merugikan kepada orang lain.
Kehidupan di dunia ini janganlah dijadikan tujuan, tapi hanya sebagai alat untuk mempersiapkan diri menghadapi kebidupan yang kekal.
Memang, tabiat manusia condong kepada kenikmatan hidup lahirlah, kehidupan yang nyata dilihat oleh mata dan dinikmati oleh indera-indera yang lain. Tak obahnya seperti orang yang meminum air laut, semakin diminum semakin haus.
Untuk ini diperlukan kesabaran menghadapinya.
(4) Sabar terhadap maksiat.
Sabar terhadap maksiat ini (as-shabru ‘anil-maksiat) ialah mengendalikan diri supaya jangan melakukan perbuatan maksiat. Tarikan untuk mengerjakan maksiat itu sangat kuat sekali mempengaruhi manusia, sebab senantiasa digoda dan didorong oleh Iblis. Ibils itu bertindak laksana kipas yang terus menerus mengipas-ngipas api yang kecil, sehingga akhirnya menjadi besar merembet dan menjilat-jilat ke tempat lain. Kalau api sudah semakin besar, maka sukar lagi memadamkannya.
Sabar terhadap maksiat itu bukanlah mengenai diri sendiri saja, tapi juga mengenai diri orang yang lain. Yaitu, berusaha supaya orang lain juga jangan sampai terperosok ke jurang kemaksiatan, dengan melakukan : amar makruf, nahi munkar. Yakni, menyuruh manusia melakukan kebaikan dan mencegahnya dari perbuatan yang salah dan buruk.
(5) Sabar dalam per juangan.
Sabar dalam perjuangan (as-shabru fil jihad) ialah dengan menyadari sepenuhnya, bahwa setiap perjuangan mengalami masa up and down, masa-naik dan masa-jatuh, masa-menang dan masa-kalah.
Kalau perjuangan belum berhasil, atau sudah nyata mengalami kekalahan, hendaklah berlaku sabar menerima kenyataan itu. Sabar dengan arti tidak putus harapan, tidak patah semangat. Harus berusaha menyusun kekuatan kembali, melakukan self-koreksi dan introspeksi (mawas diri) tentang sebab-sebab kekalahan dan menarik pelajaran daripadanya.
Jika perjuangun berhasil atau menang, harus pula sabar mengandalikan emosi-emosi buruk yang biasanya timbul sebagai akibat kemenangan itu, seperti sombong, congkak, berlaku kejam, membalas dendam dan lain-lain. Sabar disini harus diiiputi oleh perasaan syukut.
Apabila sesuatu perjuangan dikendalikan oleh sifat kesabaran, maka dengan sendirinya akan timbul ketelitian, kewaspadaan, usaha-usaha yang bersipat konsolidi dan lain-lain.
Orang yang tidak sabar dalam perjuangan kerapkali mundur di tengah jalan atau setelah sampai di medan juang, kalah sebelum mengangkat senjata dalam medan tempur.
---------------
SABAR DAN SYUKUR, M. Yunan Nasution, Penerbit Ramadhani, halaman 10 - 13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar