Pihak Quraisy merasa sesak dada melihat Muhammad s.a.w. dan kawan-kawannya makin hari makin kuat. Di samping itu, gangguan dan siksaan yang dialamatkan kepada mereka, tidak dapat mengurangi iman mereka dan menyatakannya terus-terang, tidak dapat menghalangi mereka melakukan kewajiban agama. Terpikir oleh Quraisy akan membebaskan diri dari Muhammad s.a.w., dengan cara seperti yang mereka bayangkan, memberikan segala keinginannya. Mereka rupanya lupa bahwa keagungan dakwah Islam, kemurnian esensi ajaran rohaninya yang begitu tinggi, berada di atas segala pertentangan ambisi politik. ‘Utba bin Rabi’a, seorang bangsawan terkemuka, mencoba membujuk Quraisy ketika mereka dalam tempat pertemuan dengan mengatakan bahwa ia akan bicara dengan Muhammad s.a.w. dan akan menawarkan kepadanya hal-hal yang barangkali mau menerimanya. Mereka mau memberikan apa saja kehendaknya, asal ia dapat dibungkam.
Ketika itulah ‘Utba bicara dengan Muhammad s.a.w.. “Anakku”, katanya, “seperti kau ketahui, dari segi keturunan, engkau mempunyai tempat di kalangan kami. Engkau telah membawa soal besar ke tengah-tengah masyarakatmu, sehingga mereka cerai-berai karenanya. Sekarang, dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa masalah, kalau-kalau sebagian dapat kauterima — Kalau dalam hal ini yang kauinginkan adalah harta, kami pun siap mengumpulkan harta kami. sehingga hartamu akan menjadi yang terbanyak di antara kami. Kalau kau menghendaki pangkat, kami angkat engkau di atas kami semua; kami takkan memutuskan suatu perkara tanpa ada persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang kauinginkan, kami nobatkan kau sebagai raja kami Jika engkau dihinggapi penyakit saraf (menurut kepercayaan mereka penyakit yang disebabkan oleh gangguan jin, aslinya ra’i) yang tak dapat kau tolak sendiri. akan kami usahakan pengobatannya dengan harta-benda kami sampai kau sembuh.”
Selesai ia bicara, Muhammad s.a.w. membacakan Surah as-Sajda (32 = Ha Mim). ‘Utba diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah itu.
Dilihatnya sekarang yang berdiri di hadapannya itu bukanlah seorang laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan, juga bukan orang yang sakit, melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik, dengan kata-kata penuh mukjizat.
Selesai Muhammad s.a.w. membacakan itu ‘Utba pergi kembali kepada Quraisy. Apa yang dilihat dan didengarnya itu sangat mempesonakan dirinya. Ia terpesona karena kebesaran orang itu. Penjelasannya sangat menarik sekali.
Persoalannya ‘Utba ini tidak menyenangkan pihak Quraisy, juga pendapatnya supaya Muhammad s.a.w. dibiarkan saja, tidak menggembirakan mereka, sebaliknya kalau mengikutinya, maka kebanggaannya buat mereka.
Maka kembali lagilah mereka memusuhi Muhammad s.a.w. dan sahabat-sahabatnya dengan menimpakan bermacam-macam bencana, yang selama ini dalam kedudukannya itu ia berada dalam perlindungan golongannya dan dalam penjagaan Abu Talib, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib.
------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 104-105
Ketika itulah ‘Utba bicara dengan Muhammad s.a.w.. “Anakku”, katanya, “seperti kau ketahui, dari segi keturunan, engkau mempunyai tempat di kalangan kami. Engkau telah membawa soal besar ke tengah-tengah masyarakatmu, sehingga mereka cerai-berai karenanya. Sekarang, dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa masalah, kalau-kalau sebagian dapat kauterima — Kalau dalam hal ini yang kauinginkan adalah harta, kami pun siap mengumpulkan harta kami. sehingga hartamu akan menjadi yang terbanyak di antara kami. Kalau kau menghendaki pangkat, kami angkat engkau di atas kami semua; kami takkan memutuskan suatu perkara tanpa ada persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang kauinginkan, kami nobatkan kau sebagai raja kami Jika engkau dihinggapi penyakit saraf (menurut kepercayaan mereka penyakit yang disebabkan oleh gangguan jin, aslinya ra’i) yang tak dapat kau tolak sendiri. akan kami usahakan pengobatannya dengan harta-benda kami sampai kau sembuh.”
Selesai ia bicara, Muhammad s.a.w. membacakan Surah as-Sajda (32 = Ha Mim). ‘Utba diam mendengarkan kata-kata yang begitu indah itu.
Dilihatnya sekarang yang berdiri di hadapannya itu bukanlah seorang laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, ingin kedudukan atau kerajaan, juga bukan orang yang sakit, melainkan orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak orang kepada kebaikan. Ia mempertahankan sesuatu dengan cara yang baik, dengan kata-kata penuh mukjizat.
Selesai Muhammad s.a.w. membacakan itu ‘Utba pergi kembali kepada Quraisy. Apa yang dilihat dan didengarnya itu sangat mempesonakan dirinya. Ia terpesona karena kebesaran orang itu. Penjelasannya sangat menarik sekali.
Persoalannya ‘Utba ini tidak menyenangkan pihak Quraisy, juga pendapatnya supaya Muhammad s.a.w. dibiarkan saja, tidak menggembirakan mereka, sebaliknya kalau mengikutinya, maka kebanggaannya buat mereka.
Maka kembali lagilah mereka memusuhi Muhammad s.a.w. dan sahabat-sahabatnya dengan menimpakan bermacam-macam bencana, yang selama ini dalam kedudukannya itu ia berada dalam perlindungan golongannya dan dalam penjagaan Abu Talib, Banu Hasyim dan Banu al-Muttalib.
------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 104-105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar