Gangguan terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya. Waktu itu Muhammad s.a.w. menyarankan supaya mereka terpencar-pencar. Ketika mereka bertanya kepadanya ke mana mereka akan pergi, mereka diberi nasehat supaya pergi ke Abisinia yang rakyatnya menganut agama Kristen. “Tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi jujur; sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua.”
Sebagian kaum Muslimin ketika itu lalu berangkat ke Abisinia guna menghindari fitnah dan tetap berlindung kepada Tuhan dengan mempertahankan agama. Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Mekah mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Najasyi (Dalam literatur Barat umumnya disebut Negus).
Bilamana kemudian tersiar berita bahwa kaum Muslimin di Mekah sudah selamat dari gangguan Quraisy, mereka pun lalu kembali pulang, seperti yang akan diceritakan nanti. Tetapi setelah ternyata kemudian mereka mengalami kekerasan lagi dari Quraisy melebihi yang sudah-sudah, kembali lagi mereka ke Abisinia. Sekali ini terdiri dari delapan puluh orang pria tanpa kaum istri dan anak-anak. Mereka tinggal di Abisinia sampai sesudah hijrah Nabi ke Yathrib.
Hijrah ke Abisinia ini adalah hijrah pertama dalam Islam (peristiwa ini terjadi dalam tahun 615 Masehi atau tahun kelima sesudah kerasulan).
DUA ORANG UTUSAN QURAISY KEPADA NEGUS
Sudah pada tempatnya bagi setiap penulis sejarah Muhammad s.a.w. akan bertanya: Adakah tujuan hijrah yang dilakukan kaum Muslimin atas saran dan anjurannya itu karena akan melarikan diri dari orang-orang kafir Mekah beserta gangguan yang mereka lakukan, ataukah karena suatu tujuan politik Islam, yang di balik itu dimaksudkan oleh Muhammad s.aw. dengan tujuan yang lebih luhur? Sudah pada tempatnya pula apabila sejarah Muhammad s.a.w. itu akan bertanya tentang hal ini setelah terbukti dari sejarah Nabi berbangsa Arab ini dalam seluruh fase kehidupannya, bahwa dia seorang politikus yang berpandangan jauh, seorang pembawa risalah dan moral jiwa yang begitu luhur, sublim dan agung yang tak ada taranya. Dan yang menjadi alasan dalam hal ini ialah apa yang disebutkan dalam sejarah, bahwa penduduk Mekah tidak suka hati ada kaum Muslimin yang pergi ke Abisinia. Bahkan mereka kemudian mengutus dua orang menemui Najasyi. Mereka membawa hadiah-hadiah berharga guna menyakinkan raja supaya dapat mengembalikan kaum Muslimin itu ke tanah air mereka. Pada waktu itu penduduk Abisinia dan penguasanya adalah orang-orang Nasrani. Dari segi agama orang-orang Quraisy tidak kuatir bahwa mereka akan ikut Muhammad s.a.w..
Disebabkan oleh rasa kegelisahan terhadap peristiwa itukah maka mereka lalu mengutus orang, meminta supaya kaum Muslimin itu dikembalikan? Mereka menganggap, bahwa perlindungan Najasyi terhadap mereka setelah mendengar keterangan mereka itu akan membawa pengaruh juga kepada penduduk jazirah Arab sehingga mereka akan mau menerima agama Muhammad s.a.w. dan mau menjadi pengikutnya. Ataukah mereka kuatir, kalau kaum Muslimin menetap di Abisinia, mereka akan bertambah kuat, sehingga bila kelak mereka pulang kembali membantu Muhammad s.a.w., mereka kembali dengan kekuatan, harta dan tenaga?
Kedua orang utusan itu ialah ‘Amr bin’l-’Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’a. Kepada Najasyi dan kepada para pembesar istana mereka mempersembahkan hadiah-hadiah dengan maksud supaya mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah dari Mekah itu kepada mereka.
“Paduka Raja”, kata mereka, “mereka datang ke negeri paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama paduka; mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka. Kami diutus kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orang-orang tua, paman mereka dan keluarga mereka sendiri, supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada mereka. Mereka lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki.”
Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada pihak Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu datang menghadap.
“Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku, atau agama lain?” tanya Najasyi setelah mereka datang.
JAWABAN MUSLIMIN KEPADA UTUSAN QURAISY
Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja’far bin Abi Talib.
“Paduka Raja”, katanya, “ketika itu kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkai pun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetangga pun kami tidak baik; yang kuat menindas yang lemah. Demikian keadaan kami, sampai Tuhan mengutus seorang rasul dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya, dia jujur, dapat dipercaya dan bersih pula. Ia mengajak kami menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama itu kami dan nenek-moyang kami menyembahnya. Ia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, untuk berlaku jujur serta mengadakan hubungan keluarga dan tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya. Ia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak piatu atau mencemarkan wanita-wanita yang bersih. Ia minta kami menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya. Selanjutnya disuruhnya kami melakukan salat, zakat dan puasa. [Lalu disebutnya beberapa ketentuan Islam]. Kami pun membenarkannya. Kami turut segala yang diperintahkan Allah S.W.T.. Lalu yang kami sembah hanya Allah Yang Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa dan siapa pun juga. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami dan menghasut supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala; supaya kami membenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dulu. Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami, mereka menghalang-halangi kami dari agama kami, maka kami pun keluar pergi ke negeri tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat tuan, dengan harapan di sini takkan ada penganiayaan.”
“Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat tuan-tuan bacakan kepada kami?” tanya Raja itu lagi.
“Ya”, jawab Ja’far; lalu ia membacakan Surah Mariam dari pertama sampai pada firman Allah : “Lalu ia memberi isyarat menunjuk kepadanya. Kata mereka: Bagaimana kami akan bicara dengan anak yang masih muda belia? Dia (Isa) berkata: ‘Aku adalah hamba Allah, diberi-Nya aku Kitab dan dijadikan-Nya aku seorang Nabi. Dijadikan-Nya aku pembawa berkah di mana saja aku berada, dan dipesankan-Nya kepadaku melakukan sholat dan zakat selama hidupku. Dan berbaktilah aku kepada ibuku, bukan dijadikan-Nya aku orang congkak yang celaka. Bahagialah aku tatkala aku dilahirkan, tatkala aku mati dan tatkala aku hidup kembali!” (QS 19 : 29 – 33)
RAJA DARI KALANGAN ISTANA
Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam Injil, pemuka-pemuka istana itu terkejut : “Kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Yesus Kristus”, kata mereka.
Najasyi lalu berkata: “Kata-kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan (kepada kedua orang utusan Quraisy) pergilah. Kami takkan menyerahkan mereka kepada tuan-tuan!”
Keesokan harinya ‘Amr bin’l-’Ash kembali menghadap Raja dengan mengatakan, bahwa kaum Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luar biasa terhadap Isa anak Mariam. Panggillah mereka dan tanyakan apa yang mereka katakan itu.
Setelah mereka datang, Ja’far berkata : Tentang dia pendapat kami seperti yang dikatakan Nabi kami : ‘Dia adalah hamba Allah dan Utusan-Nya, Ruh-Nya dan Firman-Nya yang disampaikan kepada Perawan Mariam.’
Najasyi lalu mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya di tanah. Dan dengan gembira sekali baginda berkata : “Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini.”
Setelah dari kedua belah pihak itu didengarnya, ternyatalah oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui Isa, mengenal adanya Kristen dan menyembah Allah.
Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan tenteram. Ketika kemudian disampaikan kepada mereka, bahwa permusuhan pihak Quraisy sudah berangsur reda, mereka lalu kembali ke Mekah untuk pertama kalinya — dan Muhammad s.a.w. pun masih di Mekah.
Akan tetapi, setelah kemudian ternyata, bahwa penduduk Mekah masih juga mengganggunya dan mengganggu sahahat-sahabatnya, mereka pun kembali lagi ke Abisinia. Mereka terdiri dari delapan puluh orang tanpa wanita dan anak-anak. Adakah kedua kali hijrah mereka itu hanya semata-mata melarikan diri dan gangguan ataukah — meskipun dalam perencanaan Muhammad s.a.w. sendiri — mereka mempunyai tujuan politik? Sebaliknya ahli sejarah akan dapat mengungkapkan hal ini.
--------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 105-109
Sebagian kaum Muslimin ketika itu lalu berangkat ke Abisinia guna menghindari fitnah dan tetap berlindung kepada Tuhan dengan mempertahankan agama. Mereka berangkat dengan melakukan dua kali hijrah. Yang pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Mekah mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Najasyi (Dalam literatur Barat umumnya disebut Negus).
Bilamana kemudian tersiar berita bahwa kaum Muslimin di Mekah sudah selamat dari gangguan Quraisy, mereka pun lalu kembali pulang, seperti yang akan diceritakan nanti. Tetapi setelah ternyata kemudian mereka mengalami kekerasan lagi dari Quraisy melebihi yang sudah-sudah, kembali lagi mereka ke Abisinia. Sekali ini terdiri dari delapan puluh orang pria tanpa kaum istri dan anak-anak. Mereka tinggal di Abisinia sampai sesudah hijrah Nabi ke Yathrib.
Hijrah ke Abisinia ini adalah hijrah pertama dalam Islam (peristiwa ini terjadi dalam tahun 615 Masehi atau tahun kelima sesudah kerasulan).
DUA ORANG UTUSAN QURAISY KEPADA NEGUS
Sudah pada tempatnya bagi setiap penulis sejarah Muhammad s.a.w. akan bertanya: Adakah tujuan hijrah yang dilakukan kaum Muslimin atas saran dan anjurannya itu karena akan melarikan diri dari orang-orang kafir Mekah beserta gangguan yang mereka lakukan, ataukah karena suatu tujuan politik Islam, yang di balik itu dimaksudkan oleh Muhammad s.aw. dengan tujuan yang lebih luhur? Sudah pada tempatnya pula apabila sejarah Muhammad s.a.w. itu akan bertanya tentang hal ini setelah terbukti dari sejarah Nabi berbangsa Arab ini dalam seluruh fase kehidupannya, bahwa dia seorang politikus yang berpandangan jauh, seorang pembawa risalah dan moral jiwa yang begitu luhur, sublim dan agung yang tak ada taranya. Dan yang menjadi alasan dalam hal ini ialah apa yang disebutkan dalam sejarah, bahwa penduduk Mekah tidak suka hati ada kaum Muslimin yang pergi ke Abisinia. Bahkan mereka kemudian mengutus dua orang menemui Najasyi. Mereka membawa hadiah-hadiah berharga guna menyakinkan raja supaya dapat mengembalikan kaum Muslimin itu ke tanah air mereka. Pada waktu itu penduduk Abisinia dan penguasanya adalah orang-orang Nasrani. Dari segi agama orang-orang Quraisy tidak kuatir bahwa mereka akan ikut Muhammad s.a.w..
Disebabkan oleh rasa kegelisahan terhadap peristiwa itukah maka mereka lalu mengutus orang, meminta supaya kaum Muslimin itu dikembalikan? Mereka menganggap, bahwa perlindungan Najasyi terhadap mereka setelah mendengar keterangan mereka itu akan membawa pengaruh juga kepada penduduk jazirah Arab sehingga mereka akan mau menerima agama Muhammad s.a.w. dan mau menjadi pengikutnya. Ataukah mereka kuatir, kalau kaum Muslimin menetap di Abisinia, mereka akan bertambah kuat, sehingga bila kelak mereka pulang kembali membantu Muhammad s.a.w., mereka kembali dengan kekuatan, harta dan tenaga?
Kedua orang utusan itu ialah ‘Amr bin’l-’Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’a. Kepada Najasyi dan kepada para pembesar istana mereka mempersembahkan hadiah-hadiah dengan maksud supaya mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah dari Mekah itu kepada mereka.
“Paduka Raja”, kata mereka, “mereka datang ke negeri paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama paduka; mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka. Kami diutus kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orang-orang tua, paman mereka dan keluarga mereka sendiri, supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada mereka. Mereka lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki.”
Sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada pihak Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu datang menghadap.
“Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku, atau agama lain?” tanya Najasyi setelah mereka datang.
JAWABAN MUSLIMIN KEPADA UTUSAN QURAISY
Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja’far bin Abi Talib.
“Paduka Raja”, katanya, “ketika itu kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkai pun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetangga pun kami tidak baik; yang kuat menindas yang lemah. Demikian keadaan kami, sampai Tuhan mengutus seorang rasul dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya, dia jujur, dapat dipercaya dan bersih pula. Ia mengajak kami menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama itu kami dan nenek-moyang kami menyembahnya. Ia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, untuk berlaku jujur serta mengadakan hubungan keluarga dan tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya. Ia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak piatu atau mencemarkan wanita-wanita yang bersih. Ia minta kami menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya. Selanjutnya disuruhnya kami melakukan salat, zakat dan puasa. [Lalu disebutnya beberapa ketentuan Islam]. Kami pun membenarkannya. Kami turut segala yang diperintahkan Allah S.W.T.. Lalu yang kami sembah hanya Allah Yang Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa dan siapa pun juga. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami dan menghasut supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala; supaya kami membenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dulu. Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya dan menekan kami, mereka menghalang-halangi kami dari agama kami, maka kami pun keluar pergi ke negeri tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat tuan, dengan harapan di sini takkan ada penganiayaan.”
“Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat tuan-tuan bacakan kepada kami?” tanya Raja itu lagi.
“Ya”, jawab Ja’far; lalu ia membacakan Surah Mariam dari pertama sampai pada firman Allah : “Lalu ia memberi isyarat menunjuk kepadanya. Kata mereka: Bagaimana kami akan bicara dengan anak yang masih muda belia? Dia (Isa) berkata: ‘Aku adalah hamba Allah, diberi-Nya aku Kitab dan dijadikan-Nya aku seorang Nabi. Dijadikan-Nya aku pembawa berkah di mana saja aku berada, dan dipesankan-Nya kepadaku melakukan sholat dan zakat selama hidupku. Dan berbaktilah aku kepada ibuku, bukan dijadikan-Nya aku orang congkak yang celaka. Bahagialah aku tatkala aku dilahirkan, tatkala aku mati dan tatkala aku hidup kembali!” (QS 19 : 29 – 33)
RAJA DARI KALANGAN ISTANA
Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam Injil, pemuka-pemuka istana itu terkejut : “Kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Yesus Kristus”, kata mereka.
Najasyi lalu berkata: “Kata-kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan (kepada kedua orang utusan Quraisy) pergilah. Kami takkan menyerahkan mereka kepada tuan-tuan!”
Keesokan harinya ‘Amr bin’l-’Ash kembali menghadap Raja dengan mengatakan, bahwa kaum Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luar biasa terhadap Isa anak Mariam. Panggillah mereka dan tanyakan apa yang mereka katakan itu.
Setelah mereka datang, Ja’far berkata : Tentang dia pendapat kami seperti yang dikatakan Nabi kami : ‘Dia adalah hamba Allah dan Utusan-Nya, Ruh-Nya dan Firman-Nya yang disampaikan kepada Perawan Mariam.’
Najasyi lalu mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya di tanah. Dan dengan gembira sekali baginda berkata : “Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini.”
Setelah dari kedua belah pihak itu didengarnya, ternyatalah oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui Isa, mengenal adanya Kristen dan menyembah Allah.
Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan tenteram. Ketika kemudian disampaikan kepada mereka, bahwa permusuhan pihak Quraisy sudah berangsur reda, mereka lalu kembali ke Mekah untuk pertama kalinya — dan Muhammad s.a.w. pun masih di Mekah.
Akan tetapi, setelah kemudian ternyata, bahwa penduduk Mekah masih juga mengganggunya dan mengganggu sahahat-sahabatnya, mereka pun kembali lagi ke Abisinia. Mereka terdiri dari delapan puluh orang tanpa wanita dan anak-anak. Adakah kedua kali hijrah mereka itu hanya semata-mata melarikan diri dan gangguan ataukah — meskipun dalam perencanaan Muhammad s.a.w. sendiri — mereka mempunyai tujuan politik? Sebaliknya ahli sejarah akan dapat mengungkapkan hal ini.
--------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 105-109
Tidak ada komentar:
Posting Komentar