Dalam sejarah kehidupan para Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul banyak dijumpai contoh-contoh kesabaran di segala bidang.
Baik kita kemukakan disini contoh kesabaran Nabi Ayub dalam menghadapi musibah.
Nabi Ayub adalah seorang Nabi yang kaya, mempunyai harta yang cukup, anak yang baik-baik, sahabat yang banyak dan lain-lain.
Tapi, semua nikmat-duniawi itu tidaklah sedikit juga membuat ia lalai beribadat kepada Tuhan, malah semakin menambah ketaatannya. Iblis senantiasa berusaha menggoda Nabi Ayub dengan jalan mengadukannya (memprovokasikan) kepada Tuhan, bahwa ketaatan Nabi Ayub itu tidaklah suci-ikhlas, tapi hanya karena hendak mempertahankan nikmat yang diperolehnya. Kalau nikmat itu dicabut daripadanya, kata iblis, maka ia akan menjadi seorang yang ingkar dan fasiq.
Walaupun Tuhan maha-mengetahui tentang segala sesuatunya, tapi Allah sengaja memperkenankan gosokan-gosokan dan permintaan iblis, untuk dijadikan contoh teladan tentang kesabaran Nabi Ayub. Tuhan mencabut nikmat harta yang dikarunlakan-Nya kepada Nabi Ayub. Dan seorang yang kaya-raya, Nabi Ayub jatuh menjadi seorang yang miskin dan melarat. Begitu miskinnya, sehingga untuk keperluan hidup sehari-hari saja tidak ada yang akan dimakan. Namun demikian, Nabi Ayub tidak berkurang taat dan ibadahnya kepada Tuhan.
Tidak cukup itu saja cobaan yang dialami oleh Nabi Ayub. Tuhan memberikan kesempatan kepada iblis satu ketika membunuh anak-anak Nabi Ayub yang baik-baik, sehingga tidak seorangpun yang tinggal. Harta habis, anak mati.
Kemudian datang lagi cobaan yang paling hebat. Nabi Ayub ditimpa sakit. Seluruh badannya penuh kudis dan penyakit yang berbahaya. Menurut Ibn Katsir dalam Tafsir-nya, anggota tubuh Nabi Ayub yang masih baik dan sehat hanya dua saja lagi, yaitu akal dan lidah. Dengan akal itu, Nabi Ayub masih dapat mengendalikan diri; dan dengan lidahnya itu, Ia masih dapat beribadah dan memuji kerahiman Tuhan.
Disamping kedua alat anggota-tubuh yang masih tinggal itu, ia bersyukur, karena dia senantiasa didampingi oleh isterinya, bernama Rahmah, yang dengan sabar dan setia melayani Nabi Ayub dalam cobaan yang bertimpa-timpa itu.
Sahabat-sahabatnya yang dahulu banyak, sekarang tidak seorangpun yang mau dekat kepadanya. Malah tetangga-tetangganya sendiri sudah mufakat untuk mengusir Nabi Ayub dari lingkungan tempat tinggal mereka, sebab khawattr kalau-kalau penyakit Nabi Ayub itu menular kepada yang lain-lain. Nabi Ayub dan isterinya terpaksa meninggalkan rumahnya sendiri, karena dipandang jijik dan membahayakan oeh tetangga-tetangganya. Mereka pindah ke suatu gubuk yang terpencil.
Yang mencarii makan ialah isteri Nabi Ayub sendiri. Pada mulanya ia bekeja pada seorang tukang pembuat roti. Tapi akhirnya diperhentikan pula, sebab majikannya khawatir kalau-kalau hama penyakit Nabi Ayub itu nanti berpindah kepada roti jualan, yang bisa menimbulkan kerugian. Pada suatu waktu isteri Nabi Ayub yang terkenal mempunyai rambut yang lebat dan panjang, terpaksa memotong rambutnya itu dan dijualnya kepada wanita lain yang memerlukannya, supaya ada uang untuk pembeli makanan buat mereka.
Walaupun sudah demikian hebat malapetaka yang menimpa Nabi Ayub dan isterinya, namun ketaatannya tidak berkurang seperti pada waktu senang dan lapang.
Karena iblis tidak berhasil menggoda Nabi Ayub, maka sekarang sasaran dialihkannya keada isteri Nabi Ayub, Rahmah. Digosok-gosoknya supaya isteri Nabi Ayub meninggalkan suaminya, sebab toh tidak ada harapan lagi suaminya akan sembuh. Tipudaya iblis itu berhasil, sehingga Rahmah meninggalkan suaminya. Ia tinggalkan Nabi Ayub beberapa tahun lamanya.
Dalam keadaan melarat, sakit, ditinggalkan Isteri, Nabi Ayub dipukul oleh cobaan demi cobaan.
Pada saat malapetaka yang menimpanya sudah mémuncak, maka Nabi Ayub memohon kepada Tuhan, dan permohonan tersebut dijawab langsung oleh Allah, sebagai yang dilukiskan dalam Al-Quran:
“Dan (ingatlah) ketika Ayub berdoa kepada Tuhan : Sesungguhnya aku telah ditimpa kesusahan (yang memuncak) sedang Engkaulah yang paling Mengasihi daripada siapapun juga.
Maka KAMI perkenankan doanya itu, kemudian KAMI lenyapkan kesusahan yang menimpanya. KAMI kembatikan kepadanya anak dan isterinya, dan tambahannya lagi sebanyak itu pula, sebagai satu rahmat dari sisi KAMI, dan sebagai satu peringatan bagi orang-orang yang memperhambakan diri.” (Al-Anbiya’: 83 – 84).
Diceritakan lebih jauh dalam suatu Hadist, bahwa Tuhan mewahyukan kepada Nabi Ayub supaya menghentakkan kakinya di atas tanah tempatnya berpijak, nanti terbit satu mata-air yang memancarkan air yang bening dan berkhasiat. Mandilah dengan air itü, niscaya penyakitmu akan sembuh dan engkau segar sebagai sediakala.
Nabi Ayub-pun menjalankan perintah itu. Setelah mandi dengan air tersebut, maka penyakitnya-pun hilang.
Beberapa waktu kemudian, isterinya-pun kembali, dengan maksud untuk melihat suaminya yang sakit itu. Alangkah tercengangnya isterinya itu ketika melihat Nabi Ayub sudah sehat dan segar kembali, sehingga pada mulanya dia tidak percaya apakah orang yang berada dihadapannya itu memang suaminya yang sakit-sakitan dahulu.
Mereka kembali bergaul sebagai suami-isteri, mendapat anak lagi, malah lebih banyak daripada anak-anak yang sudah hilang, hidup dalam keadaan bahagia, tenang, ridha dan taat kepada Tuhan.
Satu contoh tentang kesabaran, yang berakhir dengan kebahagiaan setelah dipukul oleh musibah yang bertubi-tubi dan timpa-menimpa.
---------
SABAR DAN SYUKUR, M. Yunan Nasution, Penerbit Ramdhani Sala, halaman 18 - 21
Baik kita kemukakan disini contoh kesabaran Nabi Ayub dalam menghadapi musibah.
Nabi Ayub adalah seorang Nabi yang kaya, mempunyai harta yang cukup, anak yang baik-baik, sahabat yang banyak dan lain-lain.
Tapi, semua nikmat-duniawi itu tidaklah sedikit juga membuat ia lalai beribadat kepada Tuhan, malah semakin menambah ketaatannya. Iblis senantiasa berusaha menggoda Nabi Ayub dengan jalan mengadukannya (memprovokasikan) kepada Tuhan, bahwa ketaatan Nabi Ayub itu tidaklah suci-ikhlas, tapi hanya karena hendak mempertahankan nikmat yang diperolehnya. Kalau nikmat itu dicabut daripadanya, kata iblis, maka ia akan menjadi seorang yang ingkar dan fasiq.
Walaupun Tuhan maha-mengetahui tentang segala sesuatunya, tapi Allah sengaja memperkenankan gosokan-gosokan dan permintaan iblis, untuk dijadikan contoh teladan tentang kesabaran Nabi Ayub. Tuhan mencabut nikmat harta yang dikarunlakan-Nya kepada Nabi Ayub. Dan seorang yang kaya-raya, Nabi Ayub jatuh menjadi seorang yang miskin dan melarat. Begitu miskinnya, sehingga untuk keperluan hidup sehari-hari saja tidak ada yang akan dimakan. Namun demikian, Nabi Ayub tidak berkurang taat dan ibadahnya kepada Tuhan.
Tidak cukup itu saja cobaan yang dialami oleh Nabi Ayub. Tuhan memberikan kesempatan kepada iblis satu ketika membunuh anak-anak Nabi Ayub yang baik-baik, sehingga tidak seorangpun yang tinggal. Harta habis, anak mati.
Kemudian datang lagi cobaan yang paling hebat. Nabi Ayub ditimpa sakit. Seluruh badannya penuh kudis dan penyakit yang berbahaya. Menurut Ibn Katsir dalam Tafsir-nya, anggota tubuh Nabi Ayub yang masih baik dan sehat hanya dua saja lagi, yaitu akal dan lidah. Dengan akal itu, Nabi Ayub masih dapat mengendalikan diri; dan dengan lidahnya itu, Ia masih dapat beribadah dan memuji kerahiman Tuhan.
Disamping kedua alat anggota-tubuh yang masih tinggal itu, ia bersyukur, karena dia senantiasa didampingi oleh isterinya, bernama Rahmah, yang dengan sabar dan setia melayani Nabi Ayub dalam cobaan yang bertimpa-timpa itu.
Sahabat-sahabatnya yang dahulu banyak, sekarang tidak seorangpun yang mau dekat kepadanya. Malah tetangga-tetangganya sendiri sudah mufakat untuk mengusir Nabi Ayub dari lingkungan tempat tinggal mereka, sebab khawattr kalau-kalau penyakit Nabi Ayub itu menular kepada yang lain-lain. Nabi Ayub dan isterinya terpaksa meninggalkan rumahnya sendiri, karena dipandang jijik dan membahayakan oeh tetangga-tetangganya. Mereka pindah ke suatu gubuk yang terpencil.
Yang mencarii makan ialah isteri Nabi Ayub sendiri. Pada mulanya ia bekeja pada seorang tukang pembuat roti. Tapi akhirnya diperhentikan pula, sebab majikannya khawatir kalau-kalau hama penyakit Nabi Ayub itu nanti berpindah kepada roti jualan, yang bisa menimbulkan kerugian. Pada suatu waktu isteri Nabi Ayub yang terkenal mempunyai rambut yang lebat dan panjang, terpaksa memotong rambutnya itu dan dijualnya kepada wanita lain yang memerlukannya, supaya ada uang untuk pembeli makanan buat mereka.
Walaupun sudah demikian hebat malapetaka yang menimpa Nabi Ayub dan isterinya, namun ketaatannya tidak berkurang seperti pada waktu senang dan lapang.
Karena iblis tidak berhasil menggoda Nabi Ayub, maka sekarang sasaran dialihkannya keada isteri Nabi Ayub, Rahmah. Digosok-gosoknya supaya isteri Nabi Ayub meninggalkan suaminya, sebab toh tidak ada harapan lagi suaminya akan sembuh. Tipudaya iblis itu berhasil, sehingga Rahmah meninggalkan suaminya. Ia tinggalkan Nabi Ayub beberapa tahun lamanya.
Dalam keadaan melarat, sakit, ditinggalkan Isteri, Nabi Ayub dipukul oleh cobaan demi cobaan.
Pada saat malapetaka yang menimpanya sudah mémuncak, maka Nabi Ayub memohon kepada Tuhan, dan permohonan tersebut dijawab langsung oleh Allah, sebagai yang dilukiskan dalam Al-Quran:
“Dan (ingatlah) ketika Ayub berdoa kepada Tuhan : Sesungguhnya aku telah ditimpa kesusahan (yang memuncak) sedang Engkaulah yang paling Mengasihi daripada siapapun juga.
Maka KAMI perkenankan doanya itu, kemudian KAMI lenyapkan kesusahan yang menimpanya. KAMI kembatikan kepadanya anak dan isterinya, dan tambahannya lagi sebanyak itu pula, sebagai satu rahmat dari sisi KAMI, dan sebagai satu peringatan bagi orang-orang yang memperhambakan diri.” (Al-Anbiya’: 83 – 84).
Diceritakan lebih jauh dalam suatu Hadist, bahwa Tuhan mewahyukan kepada Nabi Ayub supaya menghentakkan kakinya di atas tanah tempatnya berpijak, nanti terbit satu mata-air yang memancarkan air yang bening dan berkhasiat. Mandilah dengan air itü, niscaya penyakitmu akan sembuh dan engkau segar sebagai sediakala.
Nabi Ayub-pun menjalankan perintah itu. Setelah mandi dengan air tersebut, maka penyakitnya-pun hilang.
Beberapa waktu kemudian, isterinya-pun kembali, dengan maksud untuk melihat suaminya yang sakit itu. Alangkah tercengangnya isterinya itu ketika melihat Nabi Ayub sudah sehat dan segar kembali, sehingga pada mulanya dia tidak percaya apakah orang yang berada dihadapannya itu memang suaminya yang sakit-sakitan dahulu.
Mereka kembali bergaul sebagai suami-isteri, mendapat anak lagi, malah lebih banyak daripada anak-anak yang sudah hilang, hidup dalam keadaan bahagia, tenang, ridha dan taat kepada Tuhan.
Satu contoh tentang kesabaran, yang berakhir dengan kebahagiaan setelah dipukul oleh musibah yang bertubi-tubi dan timpa-menimpa.
---------
SABAR DAN SYUKUR, M. Yunan Nasution, Penerbit Ramdhani Sala, halaman 18 - 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar