Selasa, 22 Juli 2014

Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (5)

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Sering disorak-sorakkan orang, bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah orang yang menganut madzhab empat yakni madzhab Syafi’i atau Hanbali, atau Hanafi, atau Maliki. Disorakkan pula dengan suara gencar bahwa Indonesia ini adalah daerah Madzhab Syafi’i. Lagi didengungkan bahwa siapa yang tidak mengikut salah satu madzhab berarti telah keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan menjadi sesat, tidak akan masuk Syurga tetapi menjadi umpan Neraka. Orang pernah berkata bahwa orang Islam yang tidak bermadzhab adalah seperti orang yang masuk rumah tidak dari pintunya.
Kasihan sekali orang yang didakwa tidak bermadzhab! Sedih sekali orang yang digolongkan keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah! Padahal syahadatnya sama, ibadahnya sama, tauhidnya sama, nasibnya sama, Qurannya sama tidak lebih dan tidak kurang dari 30 juz, tanah airnya sama, bahasanya sama, negaranya sama, merdekanya sama, kewarganegaraannya sama, sebangsa dan seagama! Padahal tidak semua bahkan sedikit sekali dan yang mengaku bermadzhab pernah membaca kitab karangan Imamnya, dan dari yang mengaku ahlus Sunnah wal Jama’ah sedikit sekali yang mengerti maksud dan asal-usul istilah “Ahlus Sunnah wal Jama’ah”.

Tidak baik menuduh orang keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah !
Sering dimasyhurkan orang bahwa perkumpulan ini atau itu sebagai golongan yang telah keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah, telah keluar dari madzhab dan sebagainya. Tetapi orang tidak pernah tunjukkan kejelekan atau madlaratnya sebagai akibat keluar dari golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan dari madzhab seperti yang dituduhkan itu.
Banyak orang sangka bahwa orang yang memasuki perkumpulan itu tidak punya dan tidak dapat membaca kitab bahasa Arab, dan ini adalah akibatnya kalau orang keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Persangkaan itu tidak benar. Sekarang ini menang banyak buku-buku agama dalam bahasa Indonesia, tentang Hadits dan Ilmu Hadits, tafsir Al-Quran, Fekih dan usulnya, falak dan hisab, dan sebagainya. Penerbitan kitab-kitab ilmu agama dalam bahasa Indonesia itu benar-benar suatu jasa yang besar dan patut dihargai. Dengan demikian orang yang tidak atau belum mengerti bahasa Arab dapat mempelajari ilmu agama sedalam-dalamnya, tidak hanya dimonopoli oleh mereka yang mahir bahasa Arab. Tetapi ini tidak boleh mengurangi kemauan mempelajari bahasa Arab, dan memang tidak. Pendirian madrasah dan perguruan tinggi agama tetap digiatkan, dimana para remaja dididik dan diajar bahasa Arab dan ilmu dalam bahasa itu, diajar berpikir luas agar mampu menggali hikmah dan hukum dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul.
Sangat tidak baik mengatakan si fulan atau orang ini dan itu telah keluar dari Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Sangat tidak baik karena merenggangkan Ukhuwwah Islamiyah dan dapat memecah persatuan. Kita semua wajib bersatu padu mengabdi pada Allah, agama dan bangsa serta menegakkan kebenaran.
Seyogyanyalah kita ingat selalu kepada firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 103 :
“Berpegang teguhlah kamu sekalian kesemuanya dengan tali Allah, dan janganlah kamu sekalian berpecah-belah!” (Ada yang berpegang teguh kepada kitab Allah yaitu Quran dan sunnah Rasul ada pula yang tidak).
Bukankah kita semua ini telah memperoleh anugerah tali Allah yaitu agama Islam yang sama kita peluk? Marilah kita pegangi dengan teguh agama itu serta kita pakai seluruhnya untuk pedoman hidup kita bersama. Janganlah kita mencoba memecah atau membagi diri kita, ummat kita, ada yang kita katakan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan ada yang tidak, ada yang Mu’tazilah dan sebagainya. Janganlah! Pembagian itu terjadi pada berabad-abad yang telah lalu dan tidak di tanah air kita yang tercinta ini. Kalau istilah itu hendak kita pakai, sebaiknya kita katakana : Semua Ummat Islam di Indonesia ini Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tak ada kecualinya. Karena i’tiqadnya adalah i’tiqad diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan ibadah dan akhlaknyapun sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul, kalau ada sedikit yang belum sesuai tengah diusahakan sesuainya.

Siapakah Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu?
Bukan suatu perkara yang sukar untuk mengetahui siapa yang digolongkan kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu. Dan kata-katanyapun sudah jelas, yaitu : mereka yang mengikut Sunnah Rasul dan Jama’ah para sahabat. Yaitu mengikuti dalam i’tiqadnya, amal ibadahnya dan perjoangannya untuk menjunjung tinggi agama Islam dan ummatnya. Kebenarannya dapat kita buktikan dengan firman Allah Surat Taubat ayat : 100
“Dan mereka yang menjadi pelopor pertama daripada orang-orang yang telah hijrah (dari Mekkah ke Medinah), serta orang-orang Medinah) yang menerimanya dan mereka yang mengikuti para sahabat itu dengan kebajikan, itulah mereka yang diridlai Allah dan mereka pun ridla kepada-Nya. Dan Allah telah menyediakan bagi mereka itu syurga-syurga yang dialiri oleh anak-anak sungai, mereka kekal disitu selama-lamanya. Itulah kebahagiaan yang besar.”
Rasulullah telah bersabda bahwa kemudian hari ummatnya akan berpecah menjadi 73 golongan, semua masuk neraka kecuali satu golongan. Para sahabat bertanya siapa satu golongan itu dengan katanya : “Mereka bertanya : Siapakah golongan itu Wahai Rasulullah? Maka dijawabnya : Ialah golongan yang mengikuti sunnahku dan sunnah sahabatku”.
Sangat baik sekali kalau dalam kalangan ummat Islam ada organisasi gerakan agama Islam yang mendasarkan segala amal ibadahnya serta jalan pikiran dan falsafat hidupnya atas Kitab Allah dan Sunnah Rasul, termasuk juga sunnah para sahabat yang diriwayatkan dalam hadits-hadits yang shahih, demikian pula berittiba’ kepada perjoangan Rasulullah dalam da’wah Islam dan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Kesemuanya ini harus dilaksanakan agar terlihat dengan jelas dalam segala amalnya; Da’wah dan tablighnya yang terus giat, madrasah dan sekolahnya, rumah sakit dan panti asuhannya, mesjid dan mushollanya, dan sebagainya. Maka dengan mengembalikan segala perkara agama kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul itu, tidak dapat lagi diragukan bahwa organisasi semacam itu tergolong kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Memang perlu ada gerakan tajdid
Dengan segala itu, sangat utama sekali orang Islam memasuki dan menyokong salah satu gerakan tajdid di tanah air kita ini.
Bersabda Rasulullah s.a.w. : “Sebaik-baik ummat ialah zamanku (zaman Nabi dan para sahabat), lalu zaman mereka yang datang sesudahnya (zaman tabi’in), lalu zaman mereka sesudah itu (zaman tabi’it-tabi’in). Maka sesudah itu datanglah zaman orang-orang yang suka memperkembangkan kebohongan, maka janganlah kamu percayai perkataan dan pekerjaan mereka”.

Menurut sabda Rasulullah tersebut, ummat yang baik ialah sejak zaman Rasulullah sampai dengan zaman Tabi’it-tabi’in yaitu paling akhir kira-kira permulaan abad keempat Hijrah. Adapun Imam Empat, seorang termasuk golongan Tabi’in yaitu Imam Hanafi yang wafat tahun 150 H, Imam Malik yang wafat tahun 179 H ada yang mengatakan termasuk Tabi’in ada pula yang berpendapat bahwa beliau termauk Tabi’it-tabi’in. Imam Syafi’i dan Imam Hanbali yang wafat tahun 214 H dan tahun 241 H termasuk golongan Tabi’it-tabi’in. Dengan demikian tidak ragu lagi bahwa Imam Empat itu hidup dalam zaman yang baik serta ternyata beliau-beliau itu imam yang wara’, adil serta ikhlas bersih daripada keinginan kepada kemasyhuran pribadinya serta sama sekali tak mempunyai rasa ta’ashshub dan anggapan bahwa dirinya sendiri yang benar. Mereka semua melarang taqlid dan memerintahkan berpikir serta berijtihad seperti ternyata dalam qaul-qaulnya yang telah tersebut di atas.
Mereka itu adalah Imam dan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan kalau kita ingin tergolong Ahlus Sunnah wal Jama’ah, haruslah kita ta’ati nasehat beliau yang amat keras dan tegas itu, ialah kita tidak boleh taqlid melainkan wajib berpikir serta mengembalikan segala sesuatu kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Kita wajib berittiba’ dan wajib berijtihad kalau sudah mampu; jika belum kita wajib belajar. Dengan demikian kaum Muslimin bertambah cerdas dan maju! Tidak jumud membeku!
Benar sekali ramalan Rasulullah, setelah habis jaman tabi’it-tabi’in datanglah zaman dimana orang menyebarkan kebohongan, antara lain dengan mengajarkan bahwa pintu ijtihad telah tertutup, taqlid itu wajib, Quran tidak boleh diterjemahkan dan ditafsiri, orang bisa masuk syurga hanya dengan syafa’at para ulama, pengeramatan kepada ulama dan manusia yang dianggap suci dan ma’shum, dan lain-lain bid’ah khurafat. Kesemuanya itu memperlemah potensi ummat Islam serta mengakibatkan kejahilan dan kejumudan yang memudahkan untuk menjadi mangsa kaum imperialis asing yang menguasai Timur Tengah pada masa itu. Akhirnya mengakibatkan malapetaka besar. Kaum Muslimin rusak. dan hina, sedang Nabi dan Rasul telah berakhir pada diri Rasulullah Muhammad s.a.w. Tetapi rahmat Allah masih berlangsung terus dengan sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membangkitkan bagi ummat ini pada tiap awal seratus tahun orang yang membaharui untuk mereka hal-ihwal agama mereka”.
Nah, dari Timur Tengah muncul Sayid Jamaluddin Al-Afghani, diikuti oleh Syekh Muhammad ‘Abduh yang ajarannya ditampung oleh umat Islam yang maju serta diwujudkan dalam organisasi yang mereka dirikan. Istilah “Mujaddid” sebenarnya tidak ada dalam Quran maupun Hadits, yang ada ialah “orang yang membaharui agama” dan pelaksanaannya dinamakan tajdid. Tajdid ialah Pekerjaan Jamaluddin Afghani, ‘Abduh dan banyak pemimpin dan ulama di tanah air kita ini, yaitu mengembalikan agama Islam kepada sumber yang asli murni ya’ni Kitab Allah dan Sunnah Rasul atau dengan lain perkataan : membawa kembali ummat Islam kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
------------------------
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah - Bid'ah Khurafat, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, Cetakan Ke IV, halaman 14-18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar