Sabtu, 22 Oktober 2011

MEMAHAMI ARTI KEHIDUPAN DUNIA DENGAN SEBENARNYA

Yang termudah untuk membentuk kesabaran, khususnya dalam menghadapi petaka dan bencana ialah dengan memahami hakekat kehidupan dunia. Kehidupan dunia bukanlah surga kebahagiaan atau tempat tinggal abadi, tetap medan pelaksanaan tugas dan menempuh ujian dan cobaan. Manusia diciptakan untuk diuji agar lulus memasuki kehidupan abadi di akhirat, menempati surga dan terbebas dari neraka. Apabila seseorang benar-benar menyadari akan hal tersebut dia tidak akan terkejut bila tertimpa musibah. Sebaliknya apabila seseorang membayangkan kehidupan dunia sebagai jalan yang mulus, datar dan dikelilingi bunga-bunga dan wangi semerbak, maka bila ditimpa sedikit kesulitan saja dia terperangah, terperanjat, gelisah, kehilangan akal dan tak tahu harus kemana berpegangan.
Al-Our an menjelaskan bahwa kehidupan dunia penuh kesulitan dan kepayahan.
Firman Allah :
”Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam susah payah”. (Al-Balad : 4).

Al-Qur’an juga menjelaskan tentang keadaan alam dan nasib manusia yang selalu berubah-ubah dan tidak pernah selamanya stabil Hari ini mungkin kebahagiaan beserta kita, tapi siapa mengira esok hari bencana, derita dan duka nestapa menimpa kita.
Firman Allah
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejadian dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Ali Imraan : 140).

Allah SWT menciptakan kehidupan dunia ini bercampur antara kesenangan dan kesusahan, antara kenikmatan dan penderitaan, antara hal-hal yang disenangi dan yang dibenci. Tidak akan ditemui suka tanpa duka, atau kesehatan tubuh tanpa penyakit atau istirahat penuh tanpa lelah, atau pertemuan tanpa perpisahan atau keamanan tanpa ketakutan. Karena jika demikian bertentangan dengan kaidah dan hukum alam (sunnatullah) dan peranan manusia didalamnya. Itulah yang disadari dan diyakini para ‘arif, sastrawan dan penyair sejak zaman dahulu. Mereka banyak berbicara dan menulis syair serta puisi. Ali ibnu Abi Tholib r.a. diminta melukiskan kehidupan dunia, dia berkata: “Apa yang harus saya gambarkan tentang tempat pemukiman yang dimulai dengan tangisan, ditengahnya penuh kelelahan dan akhirnya pemusnahan”. Abdullah ibnu mas’ud r.a. berkata : ”Tiap kesenangan pasti disertai kesusahan dan tiada rumah tangga dipenuhi kebahagiaan kecuali dipenuhi pula kesedihan.”
Ibnu Si’iriin berkata : Tiada ketawa selalu kecuali sesudahnya (datang) tangisan.
---------
AL-QURAN MENYURUH KITA SABAR, Dr. Yusuf Qordhowi, Penerbit Gema Insani Press Jakarta,Cetakan kedua Nopember 1989, halaman 89 - 91

Tidak ada komentar:

Posting Komentar