Minggu, 17 Agustus 2014

Sholatnya Salafush-shalihin

TIME TUNNEL. Ketika aku membaca sebuah alinea di halaman 302 buku Muhammad Al-Fatih 1453 karangan Felix Siauw ; “... Mehmed  (Muhammad Al-Fatih) remaja tidak pernah melalaikan shalatnya. Dia tidak hanya shalat tepat waktu, namun juga dia mengerjakannya secara berjama’ah di dalam masjid. Bahkan, sepanjang hidupnya, Mehmed tidak pernah masbuq atau ketinggalan salam salatnya. Terbukti, sejak usia baligh, Mehmed tidak pernah meninggalkan shalat rawatib, yaitu shalat sunnah yang mengikuti shalat fardhu. Selain itu, sejak remaja, Mehmed tidak pernah meninggalkan shalat tahajjud barang semalam pun. Bahkan, pada saat dia terbaring sakit pun, Mehmed selalu menyempatkan diri bangun pada sepertiga malam terakhirnya untuk bersimpuh sujud di hadapan Rabb-nya.”
Aku malu sendiri membaca alinea ini, begitulah aku masih jauh dari insan pilihan Tuhan. Aku berpikir apa yang menjadikan Mehmed begitu kuat keyakinannya bahwa perbuatan tersebut akan menolongnya di dunia. Yakinkan aku ya Allah.
Tidur yang membawaku ke ruang waktu yang senantiasa ku rindukan untuk bertemu para tauladan pun tersampaikan. Segala tanya soal keyakinan Mehmed remaja mengantarkanku pada suatu majelis kecil berisi sekumpulan insan-insan teladan disalah satu sudut kota Madinah selepas Rasulullah berpulang ke Rahmatullah.

Sholat Berjamaah di Masjid
“Wahai para sahabat Rasulullah  ﷺ yang mulia, semoga Allah merahmati kalian semua. Tolong ceritakan kepadaku soal Sholat berjama’ah.”, tanyaku membuka majelis ilmu.
Dan yang tampil pertama beliau Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa Rasulullah  ﷺ bersabda : “Sholat berjama’ah berlipat ganda dari sholat sendiri di rumah atau di pasar dengan dua puluh lima lipat. Yang demikian itu karena seorang jika menyempurnakan wudlu’ kemudian keluar ke masjid, tiada ia melangkahkan kaki selangkah melainkan terangkat satu derajat dan dihapus satu dosa dan bila ia sholat selalu dido’akan oleh para malaikat selama ia di tempat sholat itu tidak berhadas, malaikat berdo’a “ALLAHUMMA SHOLLI’ALAIHI ALLAHUMMAR HAMHU” (Ya Allah ampunkan baginya ya Allah kasihanilah ia). Dan tetap ia dianggap dalam sholat selama ia menantikan sholat.”
Abu Hurairah r.a. berkata menceritakan pula bahwa : “Seorang buta datang kepada Nabi  ﷺ dan berkata : “Ya Rasulullah tiada seorang penuntun bagiku untuk menuntun ke masjid, maka ijinkanlah aku sholat di rumah. Maka diijinkan aku sholat di rumah.” Kemudian ketika orang itu telah bangun berjalan pulang dipanggil kembali oleh Nabi s.a.w. dan ditanya : “Apakah kau mendengar suara adzan untuk sholat?” Jawabnya : “Ya.” Kalau demikian kau harus datang menyambut.”
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah  ﷺ bersabda : “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, saya ingin menyuruh orang mengumpulkan kayu api, kemudian saya perintahkan mu’adzzin beradzan, dan saya menyuruh orang menjadi imam pada orang-orang, kemudian saya pergi kepada orang-orang yang tidak datang sholat saya bakar rumah-rumah mereka dengan mereka sekali.”
Kemudian Ibn Mas’ud r.a., sahabat mulia Rasulullah yang Muslim sejak usia belia ini pun berkata bahwa “Siapa yang ingin bertemu kepada Allah sebagai seorang Muslim harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan. Maka sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi  ﷺ beberapa kelakuan hidayat dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL HUDA kelakuan-kelakuan hidayat. Andaikan kamu sholat di rumah sebagai kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnat Nabimu, dan bila kamu meninggalkan sunnat Nabimu pasti kamu tersesat. Sungguh saja dahulu pada masa Nabi tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang-terang nifaq. Sungguh adakalanya seorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan shaf.
Aku mencoba mencermati paparan para sahabat mulia ini soal sholat berjama’ah. Begitu pentingnya sholat berjamaah di masjid yang hakekatnya perintah dari Allah sampai Rasulullah sendiri yang turun tangan membakar rumah-rumah yang berisikan lelaki-lelaki yang masih berada di rumah ketika adzan sudah dikumandangkan. Mungkin ada beberapa umat (dan akupun pernah mendengar) yang berkata : “Itukan jaman Rasulullah”. Heran, apakah malaikat itu bukan makhluk ciptaan Allah, yang dengan segala ketaatannya akan mentaati perintah Allah? Mungkin dia tidak takut ketika malaikat Allah menaruh api dalam hatinya, pikirannya, harta bendanya atau segala apa yang dicintainya yang menjadikan ia lalai? Masya Allah, semoga Allah mengampuni kedzaliman itu dan mencurahkan rahmatnya.
Ketika mencermati dan menggaris bawahi perkataan sahabat mulia, Ibn Mas’ud r.a., bahwa “Siapa yang ingin bertemu kepada Allah sebagai seorang Muslim harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan.” Subhanallah, syarat bisa bertemu Allah sangat sederhana, “HARUS MENJAGA BENAR-BENAR SHOLAT PADA WAKTUNYA KETIKA TERDENGAR SUARA ADZAN.” Dan title/predikat yang lebih mengerikan lagi yang disampaikan oleh Ibn Mas’ud r.a. : “Sungguh saja dahulu pada masa Nabi tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah KECUALI ORANG-ORANG MUNAFIQ YANG TERANG-TERANG NIFAQ.”

Menjaga Sholat Rawatib
Dan ketika aku bertanya soal sholat rawatib, ummulmukminin ‘Aisyah r.a. berkata bahwa, Nabi  ﷺ tidak pernah meninggalkan empat raka’at sebelum dhuhur dan dua raka’at sebelum subuh. Kemudian kata beliau lagi : Tiadalah kerajinan Nabi  ﷺ menepati sholat sunnat melebihi dari ketetapannya (kerajinannya) dalam sholat sebelum subuh. Dan lebih ditegaskan lagi oleh ummulmukminin ‘Aisyah r.a. bahwa bersabda Nabi  ﷺ : Dua raka’at sunnat sebelum subuh lebih baik dari dunia seisinya.
Beberapa saat kemudian Umm Habibah (Romlah) binti Abi Sufyan r.a. berkata bahwa beliau telah mendengar Rasulullah  ﷺ bersabda : “Tiada orang Muslim yang sholat sunnat karena Allah, pada tiap hari dua belas raka’at, melainkan Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di sorga.”

Keutamaan Sholat Tahajjud
“Wahai para sahabat Rasulullah  ﷺ yang mulia, semoga Allah merahmati kalian semua. Tolong ceritakan kepadaku soal Sholat Malam.”, pintaku membuka majelis ilmu.
Salim bin Abdullah bin Umar r.a. berkata : “Ayah berceritera kepada saya bahwa Rasulullah berkata : Sebaik-baik orang Abdullah, andaikan ia suka sholat malam. Berkata Salim : Maka sejak itu Abdullah tiada tidur malam kecuali sedikit sekali.”
Abu Hurairah r.a. berkata : “Rasulullah  bersabda : Syaithon mengikat di atas kepala salah satu kamu jika ia tidur, tiga bundelan, pada tiap bundelan ia berkata : Masih jauh malam, maka tidurlah. Maka apabila bangun dan berdzikir terlepas satu bundelan, dan jika berwudlu’ terlepas bundelan yang kedua, kemudian jika ia sholat terlepas semua bundelan itu, sehingga ia berpagi-pagi tangkas riang gembira dan lapang dada, kalau tidak, maka ia sempit dada dan malas.”
Jabir r.a. berkata : “Saya telah mendengar Rasulullah  bersabda : Pada waktu malam ada sa’at tiada seorang muslim yang dapat menemukannya lalu ia sedang meminta kepada Allah sesuatu kebaikan, melainkan pasti akan diberinya, baik kebaikan so’al keduniaan atau akherat, dan sa’at itu pada tiap malam.”
Abdullah bin Salam r.a. berkata : “Bersabda Nabi  : Hai sekalian manusia, sebarkanlah salam, dan berikanlah makanan dan sholat malam-lah, di waktu manusia sedang tidur, supaya kamu masuk sorga dengan selamat (salam).”
Ummulmukminin ‘Aisyah r.a. berkata : “Adanya Nabi  bangun sholat malam hingga merekah (bengkak) kakinya, maka saya tegur : Mengapakah berbuat demikian padahal Tuhan telah mengampunkan bagimu dosa yang telah lalu dan yang akan datang? Jawab Nabi : Tidakkah sudah selayaknya saya menjadi hamba yang bersyukur (terima kasih) kepada-Nya.”

Ampuni aku ya Rabb, yang masih suka mendholimi diri sendiri, rahmati dan bimbing aku dalam hidayah-Mu.
----------------------
Inspirasi : Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar