Sabtu, 26 Juli 2014

Bid'ah Khurafat (1)

BID’AH DAN KHURAFAT
Bid’ah dan khurafat rapat hubungannya dengan “taqlid”, bahkan dapat dikatakan bahwa taqlid itu tulang-punggung bid’ah khurafat. Dikatakan demikian karena dengan adanya taqlid itu bid’ah dan khurafat dapat berkembang-biak tersiar luas merata. Jiwa taqlid merupakan tanah yang amat subur untuk tumbuhnya dan tersiarnya benih bid’ah khurafat. Jiwa yang hidup, yang menolak taqlid senantiasa menolak bid’ah khurafat, karena tidak ada dasarnya dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Jiwa yang hidup dan sadar akan arti agama bagi dirinya, niscaya hanya menghendaki iman kepada Allah yang suci bersih dan murni tidak bercampur dengan kepercayaan buatan manusia meski bagaimana kecilnyapun; dan hanya menghendaki hakekat dan cara beribadah yang asli diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasul-Nya mengenai caranya, bacaannya, jumlah dan waktunya, asli dan murni tidak dikurangi atau ditambahi oleh kehendak manusia. Kesadaran semacam ini adalah buah daripada keimanan bahwa benar-benar Allah cukup sempurna menganugerahkan tuntunan beribadah. Rasulullah telah lengkap memberikan percontohan dan pimpinannya; tidak perlu ditambah lagi, bahkan jika ditambah menjadi keliru dan salah. Adalah tidak layak, kalau Allah memerintahkan kita menyembah-Nya lalu kita menambah cara-cara mcnyembah melebihi yang diperintahkan-Nya. Kalau kita menambah juga tentu tambahan itu ditolak-Nya dan mungkin tambahan itu merusakkan ibadah yang asli.
Tambahan dalam hal ibadah itulah yang disebut bid’ah; dan tambahan dalam kepercayaan dinamakan bid’ah ‘aqaid atau khurafat.
Suatu ibadat yang telah ditambab dengan bid’ah lalu diamalkan oleh orang banyak terus-menerus turun-temurun, maka orang ‘awam menganggap bahwa yang asli dan tambahannya sebagai kesatuan ibadah yang tak dapat dipisahkan lagi; terutama bila orang ‘awam itu tidak mendapat kesempatan mempelajari agama lebih mendalam. Apalagi pula jika justru para alim-ulama dan cerdik-pandai mengajarkan serta mencontohkan tambahan itu. Tambahan dalam cara beribadat ini telah dimulai sejak beberapa ratus tahun yang lalu. Jika tambahan itu tidak segera dikikis, apakah nanti tidak mungkin orang memberi tambahan baru atau bid’ah baru? Umpamanya membaca tasbih seratus kali sebelum takbiratul-ihram dalam shalat fardlu, bukanlah membaca tasbih itu sunnah?
Bid’ah dalam ‘aqaid seperti halnya talqin, yaitu mengajar kepada mayat sudah ditimbun dengan tanah dalam kuburnya agar ia dapat menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir; adalah bid’ah yang mengandung i’tiqad bahwa simayat dapat mendengar dan memahami talqin di luar kuburnya itu lalu dapat lulus dalam menjawab pertanyaan kubur dan masuk Syurga. Kercayaan ini sering begitu dalam mempengaruhi hati orang ‘awam, hingga mereka amat takut kalau-kalau sesudah matinya tak ada orang yang mentalkinkan mereka; seolah-olah kenikmatan qubur itu dapat dicapai dengan talqin meskipun tanpa amal-kebaikan. Karena itu mereka lalu menganggap lahwa talqin itu merupakan syarat kenikmatan kubur dan kunci pintu syurga, karena itu hukumnya wajib, demi untuk keselamatan!
Demikianlah keadaannya Ummat Islam telah terliput dalam bid’ah dan khurafat sejak berabad-abad sehingga ibadahnya tidak bersih lagi dan i’tiqad terbelenggu oleh bermacam-macam khurafat dan tahayul. Dalam keadaan demikian itu potensi rohaniyah dan jasmaniyahnya menjadi beku, langkahnya menjadi sempit, terhalang oleh ajaran agama yang mereka terima, yaitu ajaran Islam yang telah dipersempit dan diperbeku.
Perbaikan-perbaikan terhadap Ummat Islam telah dilakukan oleh beberapa pemimpin dan ulama dalam kalangan Ummat Islam sendiri. Perbaikan ini dinamakan “tajdid”, yaitu mengembalikan praktik beribadah dan beri’tiqad kepada sumber Islam yang asli ialah Qur’an dan Sunnah Rasul yang selama rabad-abad itu tersembunyi tidak dipelajari. Tajdid dalam kalangan Ummat Islam ini telah dimulai dan mencapai hasil yang gemilang. Ummat Islam menjadi cerdas dan maju dalam bidang kehidupan, terutama berhasil dalam mempraktikkan ibadah serta ajaran Islam sehingga bermanfaat dunia dan akhirat.
Namun bid’ah dan khurafat masih belum hilang sama sekali. Sudah jauh berkurang tetapi belum hilang. Kita yakin bahwa bid’ah dan khurafat itu dengan makin pesatnya pengajaran dan pendidikan Islam lambat laun akan hilang juga, terutama sebabnya ialah generasi kita, generasi demi generasi demi bertambah cerdas.
------------------------
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah - Bid’ah Khurafat, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, Cetakan Ke IV, halaman 22-23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar