Selasa, 06 Mei 2014

Sikapnya Terhadap Tawanan Badr

Setelah mendapat kemenangan di Badr, kaum Muslimin kembali ke Medinah dengan membawa tawanan perang Kuraisy. Mereka ini masih ingin hidup, ingin kembali ke Mekah, meskipun dengan tebusan yang mahal. Tetapi mereka masih khawatir Muhammad akan bersikap keras kepada mereka mengingat gangguan mereka terhadap sahabat-sahabatnya selama beberapa tahun dahulu yang berada di tengah-tengah mereka. Mereka berkata satu sama lain : “Sebaiknya kita mengutus orang kepada Abu Bakr. Ia paling menyukai silaturahmi dengan Kuraisy, paling punya rasa belas kasihan, dan kita tidak melihat Muhammad menyukai yang lain lebih dari dia.” Mereka lalu mengirim delegasi kepada Abu Bakr.
“Abu Bakr,” kata mereka kemudian, “di antara kita ada yang masih pernah orangtua, saudara, paman atau mamak kita serta saudara sepupu kita. Orang yang jauh dari kita pun masih kerabat kita. Bicarakanlah dengan sahabatmu itu supaya ia bermurah hati kepada kami atau menerima tebusan kami.”
Dalam hal ini Abu Bakr berjanji akan berusaha. Tetapi mereka masih khawatir Umar bin Khattab akan mempersulit urusan mereka ini. Lalu mereka juga bicara dengan Umar seperti pembicaraannya dengan Abu Bakr. Tetapi Umar menatap muka mereka dengan mata penuh curiga tanpa memberi jawaban.
Kemudian Abu Bakr sendiri yang bertindak sebagai perantara kepada Rasulullah mewakili orang-orang Kuraisy musyrik itu. Ia mengharapkan belas kasihannya dan sikap yang lebih lunak terhadap mereka. Ia menolak alasan-alasan Umar yang mau main keras terhadap mereka. Diingatkannya pertalian kerabat antara mereka dengan Nabi. Apa yang dilakukannya itu sebenarnya karena memang sudah bawaannya sebagai orang yang lembut hati, dan kasih sayang baginya sama dengan keimanannya pada kebenaran dan keadilan. Barangkali dengan mata hati nuraninya ia melihat peranan kasih sayang itu juga yang akhirnya akan menang. Manusia akan menuruti kodrat yang ada dalam dirinya dan dalam keyakinannya selama ia melihat sifat kasih sayang itu adalah peri kemanusiaan yang agung, jauh dari segala sifat lemah dan hawa nafsu. Yang menggerakkan hatinya hanyalah kekuatan dan kemampuan. Atau, kekuasaan manusia terhadap dirinya ialah kekuasaan yang dapat meredam bengisnya kekuatan, dapat melunakkan kejamnya kekuasaan.

Arah Hidupnya Sesudah Badr
Sebenarnya Perang Badr itu merupakan permulaan hidup baru buat kaum Muslimin, juga merupakan permulaan arah baru dalam hidup Abu Bakr. Kaum Muslimin mulai mengatur siasat dalam menghadapi Kuraisy dan kabilah-kabilah sekitarnya yang melawan mereka. Abu Bakr mulai bekerja dengan Nabi dalam mengatur siasat itu berlipat ganda ketika masih tinggal di Mekah dulu dalam melindungi kaum Muslimin. Pihak Muslimin semua sudah tahu, bahwa Kuraisy tidak akan tinggal diam sebelum mereka dapat membalas dendam kejadian di Badr itu. Juga mereka mengetahui bahwa dakwah yang baru tumbuh ini perlu sekali mendapat perlindungan dan perlu mempertahankan diri dari segala serangan terhadap mereka itu. Jadi harus ada perhitungan, harus ada pengaturan siasat.
Dengan posismnya di samping Rasulullah seperti yang sudah kita lihat. Abu Bakr tak akan dapat bekerja tanpa adanya perhitungan dan pengaturan serupa itu, supaya jangan timbul kekacauan di dalam kota Medinah atas hasutan pihak Yahudi dan golongan Munafik, dan supaya jangan ada serangan pihak luar ke Medinah.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 20 - 21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar