Rabu, 28 Mei 2014

ALAM AKHIRAT (7)

Syurga
Syurga adalah suatu tempat di alam Akhirat yang penuh berisi kesenangan dan kebahagiaan abadi; yang disediakan oleh Allah bagi hambaNya yang beriman. Dalam Al-Qur’an sering disebut dengan kata-kata “jannah” yang berarti “taman”, atau “jannatun naim” yang artinya “taman kenikmatan”, atau juga “firdaus” yang dapat diterjemahkan dengan “syurga”.
Banyak sekali firman Allah menggambarkan keadaan dalam Syurga itu, dengan bahasa dan pemilihan kata-kata yang mudah dipaham serta menarik gairah manusia, di antaranya ialah :
  • Bahwa Syurga itu dialiri oleh sungai-sungai seperti yang antara lain difirmankan Allah dalam Surat Al-Bayyinah ayat terakhir : “Pahala mereka di sisi Tuhan mereka ialah Syurga yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai, mereka tinggal di sana dengan kekal selamanya”.
  • Bahwa Syurga juga ditumbuhi pepohonan yang berbuah untuk menjadi makanan penghuninya, dan berisi pula bidadari-bidadari yang suci. Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah : 125 : “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal kebaikan, bahwa bagi mereka disediakan Syurga yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai; di mana setiap kepada mereka diberikan rezeki buah-buahan, mereka berkata : Inilah buah-buahan yang dahulu (di dunia) selalu diberikan kepada kami. Memang dalam Syurga mereka diberi buah-buahan yang serupa. Di samping itu kepada mereka dianugerahkan isteri yang suci, dan mereka berada kekal dalam Syurga itu”.
  • Bahwa kehidupan manusia dalam Syurga adalah dalam taman yang menyenangkan. Mereka tinggal dalam gedung yang teramat indah, berbaring atau duduk di atas hamparan beledu empuk, makan buah yang amat lezat cita-rasanya serta meminum dari piala yang terukir; dan sebagainya. Inilah firman Allah Surat Al-Ghasyiyah ayat 10 – 16 : “Mereka tinggal dalam taman yang tinggi, dimana tiada terdengar perkataan yang tak berfaedah, di sana ada mata air yang mengalir, ada pula kursi panjang yang ditinggikan, serta piala minuman yang terhidang, demikian pula bantal yang tersusun, di atas permadani yang terkembang”.
Demikianlah Allah menggambarkan kehidupan dalam Syurga sebagai kehidupan manusia yang teramat indah serta menyenangkan; perbedaannya ialah bahwa kesenangan dalam Syurga itu suci, aman dan tenang serta abadi, lagi pula jauh melebihi kesenangan duniawi sehingga tak dapat dinilai dan dibayangkan.
Adalah jelas bahwa kehidupan dl Akhirat itu adalah kehidupan manusia dengan jasmaninya, baik di Syurga maupun di Neraka. Akan tetapi banyak orang yang lebih suka berpendapat bahwa kehidupan di Akhirat adalah kehidupan rohani. Dengan demikian siksa Neraka adalah siksa rohani yang berupa rasa menyesal, gelisah, takut dan susah yang teramat sangat; dan pahala Syurga adalah pahala rohani yakni rasa aman, puas, bahagia yang tak ada bandingnya. Alasan daripada pendapat itu antara lain ialah anggapan tidak mungkin di dalam Syurga ada makan, minum, kawin dan sebagainya; sebab akan mengakibatkan adanya kotoran dan lahirnya anak. Hal itu mustahil! Dengan pendapat semacam itu mereka berpendirian bahwa apa yang difirmankan Allah tentang keadaan dalam Syurga dan Neraka hanyalah semata-mata perumpamaan sahaja, untuk menggambarkan bagaimana sakitnya orang dalam Neraka dan betapa senangnya dalam Syurga.
Tetapi umumnya orang tidak setuju atau tidak berani berpegang kepada pendapat tersebut di atas, kuatir terjerumus kepada ingkar terhadap firman Allah.. Mereka ini percaya sepenuhnya kepada apa saja keterangan Allah karena Dia Maha Kuasa, karena kepercayaan semacam itu merupakan jalan yang paling aman, dan karena akal manusia berada terlalu jauh sekali di bawah ilmu Allah, serta karena Allah Yang Maha Kuasa dan manusia hanya makhluq yang terlalu lemah! Apa salahnya kalau di Syurga pun ada makanan, minuman, suami-isteri, kotoran dan kelahiran anak. Atau apakah Allah pencipta alam ini tidak kuasa meniadakan kotoran dan mencegah kelahiran anak? Mengapakah sampai manusia berani membatasi kekuasaan Allah dengan ilmunya yang terbatas pada pengalaman duniawi ini? Bagi mereka, agama adalah iman, dan iman berada di atas ilmu pengetahuan. Artinya, ilmu pengetahuan harus dicari serta dijunjung tinggi, tetapi tidak boleh mengatasi firman Allah pencipta dari segala ilmu dan pengetahuan itu.
-------------------------
Menyingkap Tabir Rahasia Maut, Cetakan ke-2, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 32-34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar