Selasa, 15 April 2014

Perselisihan yang terdapat dalam keempat Injil (2)

TENTANG YESUS ANAK ALLAH
a. Injil Lukas 1 : 32 dan 35
Malaikat Jibril disuruh Allah memberitakan kepada anak-dara Maryam bahwa ia akan hamil dan memperoleh anak ; anak itu kelak akan menjadi besar dan akan dikatakan “Anak Allah Yang Maha Tinggi”.

b. Injil Yahya 10 : 29 – 30
“Maka bapaku yang menyerahkan dia kepadaku, adalah lebih besar dari pada sekalian : maka seorangpun tiada dapat merampas dia dari dalam tangan Bapaku”.
“Aku dan Bapa itu satu adanya”.
Ayat itu menerangkan bahwa Yesus itu Anak Allah dan sehakekat dengan Bapanya itu.

c. Injil Yahya 1 : 18
Yesus adalah Anak Allah Yang Tunggal :
“Maka Allah belum pernah dilihat oleh seorang juapun : tetapi Anak yang tunggal, yang di atas pangku Bapa. Ialah yang sudah menyatakan Dia”.
Ayat ini nyata berselisih dengan Yahya 10 : 30 di atas. Jika Allah dan Yesus itu satu atau sehakekat, tentu sama-sama belum pernah dilihat orang dan tidak mungkin Yesus sendiri sebagai Allah yang menyatakan Dirinya.

d. Injil Yahya 1 : 12
“Tetapi seberapa banyak orang yang menerima Dia, kepada mereka itu diberinya hak akan menjadi anak-anak Allah, yaitu kepada segala orang yang percaya akan Namanya ;”

e. Injil Yahya 11 : 52
“Dan bukan sahaja menggantikan bangsa itu, melainkan supaya segala anak Allah yang tercerai berai itupun dihimpunkannya menjadi satu”.
Kedua ayat tersebut di atas menyatakan bahwa segala orang yang beriman juga diangkat menjadi anak Allah, tidak Yesus seorang saja. Maka berselisih dengan Yahya 1 : 18 yang menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang tunggal.

f. Pengertian tentang Yesus anak Allah
Dalam kitab Injil yang empat, jika menyebutkan Yesus sebagai anak Allah, maka kata-kata “anak” itu dicetak dengan pangkal kata huruf besar: “Anak Allah”; tetapi bila kata itu dipakai untuk manusia lainnya maka dipakai huruf kecil : “anak Allah”. Rupanya dengan maksud agar pengertian keduanya diperbedakan. Barangkali memang berbeda, dan bagaimana perbedaannya itu adalah suatu perkara yang amat penting. Sudah tentu perbedaan huruf besar dan huruf kecil itu datang terkemudian, yang mana mengandung arti pentafsiran. Injil-Injil tertua kesemua hurufnya tertulis dengan huruf besar seluruhnya.
Penterjemah-penterjemah Injil bermaksud memperbedakah antara Yesus dengan manusia lainnya dalam keadaannya sama-sama menjadi anak Allah. Keanakan-Allah dari Yesus ialah bahwa Yesus itu ialah Kalam Allah yang menjadi manusia, sedang Kalam itu adalah sama qadim dengan Allah dan bersama-sama dengan Allah, serta Kalam itu juga Allah, karena itu Yesus sebagai Anak Allah juga Yesus itu Allah. Ketenangan ini jelas teryata dalam permulaan Injil Yahya — Adapun keanakan-Allah dari manusia biasa, adalah sekedar merupakan “anugerah”. Setiap manusia yang percaya kepada Yesus sebagai Kalam, Anak dan Allah, maka manusia itu mendapat anugerah menjadi “Anak Allah”. Demikianlah kepercayaan Masehi.
Kepercayaan itu berdasarkan pandangan dari Yahya, tentang kemuliaan Yesus seperti tensebut dalam pasal 1 : 14 sebagai berikut :
“Maka Kalam itu telah menjadi manusia serta tinggal di antara kita (dan kami sudah memandang kemuliaannya seperti kemuliaan Anak yang tunggal yang dari pada Bapa), penuh dengan anugerah dan kebenaran”.
Jelas bahwa Yesus digelari sebagai Anak Allah yang tunggal oleh Yahya penulis Injil, sedangkan sebenarnya anak-anak Allah ada banyak dan tersiar di bumi ini, ialah mereka yang beriman dan menerima Yesus sebagai Kalam Allah, sebagai tersebut dalam ayat 1 : 52 dan 11 : 52. Jika orang berpendapat bahwa Yesus benar-benar Anak Allah yang satu-satunya, tentu pendapat semacam itu menyebabkan adanya perselisihan ayat-ayat Injil Yahya itu. Tetapi jika orang berpendapat bahwa gelar Anak Allah yang tunggal itu diberikan Yahya untuk menggambarkan kemuliaan Yesus saja, yaitu seolah-olah anak Allah hanya Yesus seorang: maka tidak adalah perselisihan ayat-ayat Injil Yahya itu. Tegasnya semua orang yang beriman termasuk Yesus adalah anak-anak Allah. Yesus yang dijadikan peminpin segala orang beriman itu, sangat mulia dan dikasihi Allah seolah-olah Anak Tunggal-Nya. Pendapat ini lebih dapat diterima karena lebih masuk akal dan sesuai dengan ayat-ayat lainnya antara lain dengan :
“Maka Ia akan menjadi besar, dan Ia akan dikatakan Anak Allah Yang Maha Tinggi;” (Lukas 1 : 32). — Dari ayat ini ternyata bahwa Yesus dikatakan Anak Allah setelah dewasa (3 th.), bukan sejak sebelum lahir atau sejak lahir.
Dalam umur 30 tahun Yesus dibaptiskan oleh Nabi Yahya, lalu turunlah Ruhul-Kudus kepada Yesus dan barulah Allah bersabda bahwa Yesus adalah Anak Allah yang dikasihi bukan yang tunggal :
“Lalu Ruhul-Kudus turun ke atasnya berlembaga seperti seekor burung merpati, maka suatu suara dari langit mengatakan Engkau inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadamu juga Aku berkenan”. (Lukas 4 : 22).
Injil Yahya pasal 1 : 19 – 34 meriwayatkan Nabi Yahya membaptiskan Yesus. Nabi Yahya belum kenal kepada Yesus, dan barulah kenal setelah melihat burung merpati itu. Pada ayat 34 ia berkata : “Sesungguhnya aku sudah nampak, lalu menyaksikan bahwa Ia inilah Anak Allah”.
Jelas lagi bahwa Yesus dikatakan Anak Allah setelah dibaptiskan pada umur 30 tahun.
“Maka ketika Ia naik ke luar dari air itu, dilihatnya langit terbelah, serta Roh Allah turun ke atasnya, seperti seekor burung merpati”.
“Lalu kedengaranlah suatu suara dari langit, mengatakan :
“Engkau inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadamu juga aku berkenan”. (Markus 1 : 10 – 11).
“Setelah Yesus dibaptiskan, naiklah Ia dari dalam air itu segera, maka terbukalah langit, lalu dilihatnya Roh Allah turun seperti seekor burung merpati datang ke atasnya. Maka suatu suara dari langit mengatakan : “Inilah Anakku yang Kukasihi, kepadanyapun Aku berkenan”. (Matius 3 : 16 – 17).
------------------------
Sekitar Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 58-61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar