Jumat, 11 April 2014

PERJANJIAN BARU (2)

Kewahyuan Kitab Injil
Bahasa yang digunakan oleh Yesus untuk bergaul dan mengajarkan ajarannya ialah bahasa Aram, yaitu bahasa yang berlaku pada masa itu. Demikian pula murid-muridnya mempergunakan bahasa itu. Akan tetapi injil-injil tertua yang diketemukan itu memakai bahasa Gerika.
Garis pokok dari pada isi injil-injil tersebut ialah riwayat hidupnya Yesus dan sebagian dari perkataannya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Gerika. Setiap pengarang injil meriwayatkan kisah Yesus itu menurut ingatan dan sumber-sumber yang diperolehnya. Hal ini nyata sekali umpamanya dalam permulaan injil Lukas yang ditulis untuk sahabatnya yang bernama Teopilus :
  1. “Sedangkan banyak orang sudah mencoba mengarang hikayat dari hal segala perkara yang menjadikan yakin di antara kita”.
  2. “Sebagaimana yang diserahkan kepada kita oleh orang, yang dari mulanya melihat dengan matanya sendiri dan menjadi pengajar Injil itu,”
  3. “maka tampaknya baik kepadakupun, yang telah menyelidiki segala perkara itu dengan betul-betul dari asalnya, menyuratkan bagimu dengan peraturannya, hai Teopilus yang mulia,”
  4. “supaya engkau dapat mengetahui kesungguhan segala sesuatu yang diajarkan kepadamu”.

Injil Lukas dikarang dalam tahun 95, yaitu 62 tahun sesudah Yesus meninggalkan dunia. Maka 62 tahun ini hanya merupakan satu generasi, satu masa yang amat singkat dalam penilaian sejarah. Amat mudah bagi orang untuk menyelidiki dan mencari berita tentang peristiwa-peristiwa 62 tahun yang lalu, seperti yang telah dilakukan Lukas untuk menulis injilnya tentang kehidupan Yesus. Demikian pula penulis Injil Matius, Injil Markus, Injil Yahya, dan injil-injil lainnya; mereka telah mencari, mengumpulkan berita-berita tentang Yesus kemudian ditulisnya menjadi kitab injil. Lagi pula besar kemungkinan bahwa penulis injil yang kemudian mengambil pedoman kepada injil yang terbit lebih dahulu atau setidaknya menyesuaikan dengannya. Maka adalah suatu yang wajar bahwa dalam injil-injil itu banyak persamaan atas jalannya kisah, meskipun di sana sini tidak kurang pula perlainan dan perselisihannya. Tentang adanya banyak perlainan dan perselisihan dalam kisah dan perkataan Yesus itu adalah wajar pula kalau diingat bahwa semasa hayat Yesus belum ada orang yang mencatat ajarannya, hingga setelah Yesus tidak ada, orang mengetahui ajarannya itu melalui keterangan murid-muridnya atau orang yang pernah mendengarkan dia.
Dr. C.J. Heering dalam buku “Geloof en Openbaring” halaman 200 menulis :
De leerlingen en hun tijdgenoten hoorden het Evangelie uit Yesus’ mond en aanschouwden het tegelijk in Zijn persoon. Het volgende geslacht hoorde bet Evangelie uit de mondelinge overlevering. Het daarop volgende geslacht las het in de inmiddels venschenen evangelien en brieven”.
(“Murid-murid dan orang yang hidup sezamannya mendengar Injil itu dari mulut Yesus serta memandangnya bersatu dalam diri-Nya. Keturunan mereka mendengar Injil itu melalui pemberitaan secara lisan. Keturunan berikutnya lagi membacanya dalam kitab-kitab injil dari surat kiriman yang sementara itu telah beredar”).
Kalau Injil Markus ditulis pada tahun 65 dan Injil Matius tahun 70, maka paling sedikit ada masa 32 tahun di mana belum ada kitab injil dan segala pemberitaannya dilakukan secara lisan. Dan setelah ada kitab injilpun, masih banyak juga pemberitaan injil dari lisan ke lisan karena kebanyakan orang tidak memiliki kitab-kitab injil dan surat-surat kiriman itu, kecuali beberapa onang yang berhasil menyalinnya dengan tulisan-tangan. Namun demikian hal yang telah pasti ialah telah adanya Kitab Injil sejak tahun 65.
Menurut kepercayaan agama Masehi, Kitab Injil yang empat itu adalah wahyu Allah, sebagaimana halnya Kitab perjanjian Lama. Segala perlainan dan perselisihan isi antara Injil-injil itu tidak mengurangi nilai kewahyuannya. Kitab-kitab Injil itu adalah wahyu Allah karena mereka percaya :
  • Kitab itu memuat firman-firman Yesus yang dia itu Allah
  • meriwayatkan perjalanan hidup dan penderitaan Yesus, yang dia itu benar-benar Firman Allah (Kalam Allah menjadi dagingnya).
  • para penulis itu telah menulis injilnya dengan digerakkan oleh ilham Allah.

Adapun susunan katanya adalah dari penulis itu sendiri sebagai manusia yang terpengaruh oleh masa dan lingkungannya, oleh akal dan pertimbangannya. Karena itu tidak bercela meskipun dalam injil-injilnya terdapat kesalahan-kesalahan atau perlainan-perlainan tentang fakta sejarah. Menurut agama Masehi, yang dikatakan wahyu ialah sari pengertian yang dianugenahkan Allah kepada manusia, yang kemudian manusia ini paham lalu memperkembangkannya dengan pemikiran dan susunan katanya sendiri. Begitu sederhana pengertian tentang wahyu Allah ini pada agama Masehi, seperti William L. Crowford dalam “The Holy Bible in Brief” susunan James Reebes halaman 309, telah memberikan petunjuk kepada orang agar dapat memahami Bibel, antara lain, tentang pengertian wahyu :
“………….. And revelation is simply this : God showing His will, and man recognizing this and doing something about it”.
(“ …………. Dan yang dinamakan wahyu itu hanyalah begini : Tuhan menyatakan kehendak-Nya dan manusia memahaminya lalu berbuat sesuatu tentangnya”).

Demikianlah kewahyuan Injil menurut ajaran agama Masehi Protestan, berlainan dengan faham kolot sejak abad kedua bahwa para penulis injil itu sekedar menuliskan apa yang didiktekan oleh Ruhul Kudus (Tuhan Roh Suci).
------------------------
Sekitar Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 51-54.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar