Rabu, 30 April 2014

Abu Bakr di Medinah

Abu Bakr tinggal di Sunh di pinggiran kota Medinah, pada keluarga Kharijah bin Zaid dari Banu al-Haris dari suku Khazraj. Ketika Nabi mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Ansar Abu Bakr dipersaudarakan dengan Kharijah. Abu Bakr kemudian disusul oleh keluarganya dan anaknya yang tinggal di Mekah. Ia mengurus keperluan hidup mereka. Keluarganya mengerjakan pertanian —seperti juga keluarga Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Talib— di tanah orang-orang Ansar bersama-sama dengan pemiliknya. Boleh jadi Kharijah bin Zaid ini salah seorang pemiliknya. Hubungan orang ini lambat laun makin dekat dengan Abu Bakr. Abu Bakr kawin dengan putrinya —Habibah— dan dari perkawinan ini kemudian lahir Umm Kulsum, yang ditinggalkan wafat oleh Abu Bakr ketika ia sedang dalam kandungan Habibah.
Keluarga Abu Bakr tidak tinggal bersamanya di rumah Kharijah bin Zaid di Sunh, tetapi Umm Ruman dan putrinya Aisyah serta keluarga Abu Bakr yang lain tinggal di Medinah, di sebuah rumah berdekatan dengan rumah Abu Ayyub al-Ansari, tempat Nabi tinggal. Ia mundar-mandir ke tempat mereka, tetapi lebih banyak tinggal di Sunh, tempat istrinya yang baru.

Terserang Demam
Tak lama tinggal di Medinah ia mendapat serangan demam. Yang juga banyak menyerang penduduk Mekah yang baru hijrah ke Medinah, disebabkan oleh perbedaan iklim udara tempat kelahiran mereka dengan udara tempat tinggal yang sekarang. Udara Mekah adalah udara sahara, kering, sedang udara Medinah lembab, karena cukup air dan pepohonan. Menurut sumber dari ‘Aisyah disebutkan bahwa demam yang menimpa ayahnya cukup berat, sehingga ia mengigau.
Setelah puas dengan tempat tinggal yang baru ini, dan setelah bekerja keras sehingga keluarganya sudah tidak memerlukan lagi bantuan Ansar, seluruh perhatiannya sekarang dicurahkan untuk membantu Rasulullah dalam memperkuat Muslimin, tak peduli betapa beratnya pekerjaan itu dan besarnya pengorbanan.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 16 - 17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar