Jumat, 06 Desember 2013

Semalam bersama Abdurrahman si “Bapak Kucing”

TIME TUNNEL. Kerinduan hati agar Allah terus hadirkan suasana kenabian dalam pikiran dan hatiku semakin kuat, dan berharap Allah terus menjaga dalam laku yang terus dibimbing, hingga suatu malam aku dihadirkan di jama’ah Isya’ masjid Nabawi. Malam kian larut dan terus ku perhatikan para sahabat beranjak pulang kembali kerumah masing-masing, sehingga seseorang menegurku.
Fulan : “Engkau sedang mengadakan perjalanan jauh ya? jika tak ada tempat bermalam hari ini marilah tidur di shuffa*)”.
Aku : “Perkenalkan aku adalah saudara Muslim-mu dari abad 14 yang akan datang, dan kalau boleh tahu siapakah antum?.”
Fulan : “Aku oleh Rasulullah dihadiahi nama Abdurrahman dan ketika masa jahiliyah aku bernama Abdu Syamsi”.
Aku : “Sudah berapa lama saudara Abdurrahman menjadi Muslim?”.
Abdurrahman : “Kurang lebih dua tahun lalu, saat tahun ke tujuh Hijrah kala Rasulullah berada di Khaibar”.
Aku : “Benarkah saudara Abdurrahman yang dikenal dengan Abu Hurairah?”.
Abu Hurairah : “Benar, orang-orang menggelariku Abu Hurairah (“Bapak Kucing”) mungkin karena sifat penyayangku kepada kucing”.
Aku : “Bagaimana saudara Abdurrahman bisa begitu banyak dan detail meriwayatkan apa-apa yang Rasulullah lakukan semasa hidup?”.
Abu Hurairah : “Aku dihadiahi Allah daya ingat yang luas-kuat, dan Rasulullah mendo’akan keberkahan kepadaku sehingga bakatku semakin tajam, kuat dan luas”.

Kemudian beliau memaparkan bahwa sejak masuk Islam hari-harinya dilalui mendampingi Rasulullah, kecuali pada saat-saat tertentu. Dan beliau bukanlah seorang penulis tetapi beliau adalah seorang penghafal yang mahir. Beliau merasa sebagai orang yang belakangan masuk Islam, maka beliau bertekad mengejar ketertinggalan dengan mengikuti Rasulullah terus menerus dan secara tetap mengikuti majelisnya.
Dan karena beliau tak punya tanah garapan atau perniagaan yang menyibukkannya, sehingga waktunya yang lowong dapat menyertai Nabi lebih banyak dari sahabat yang lainnya. Dan beliau meyakini jika menyebarluaskan hadist-hadist merupakan tanggung jawabnya terhadap agama dan hidupnya, kalau tidak dilakukannya berarti beliau menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai.
Dan lelah serta hasrat agar tak tertinggal jama’ah subuh esok pagi mengantarkan kami untuk mempersiapkan diri tidur malam itu.
------------------
*) Shuffa adalah selasar Masjid (bagian Masjid yang beratap) pada masa Rasulullah digunakan sebagai tempat tinggal saudara Muslim yang kekurangan dan tak punya tempat tinggal. Mereka sering disebut Ahl’sh-Shuffa (penghuni Shuffa).
Inspirasi : Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Cetakan keduapuluh 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar