Jumat, 29 November 2013

MAJELIS SYURA DAN PELANTIKAN USMAN (2)

SIKAP ANSOR TERHADAP MAJELIS SYURA
Pilihan Umar atas keenam tokoh itu luar biasa. Tak  seorang pun di antara mereka terdapat orang Ansar dan Medinah atau dari kabilah-kabilah Arab yang lain. Semua mereka dari kaum Muhajirin dan dari Quraisy. Sungguhpun begitu, dari pihak Ansar atau orang-orang Arab yang berdatangan ke Medinah sepulang menunaikan ibadah haji, tak seorang pun ada yang marah, memprotes pilihan Umar itu. Keadaan mereka tetap demikian sesudah Umar terbunuh, sampai khalifah penggantinya dibaiat. Rasa puas pihak Ansor dan orang-orang Arab yang lain dengan pilihan Urnar atas keenam orang itu mengingatkan kita pada peristiwa Saqifah Banu Saidah setelah Nabi wafat dan jasadnya masih di rumah belum dikebumikan Setelah Rasulullah s.a.w. kaum Ansarlah yang ingin memegang pimpinan. Mereka yang paling moderat berkata : “Dari pihak kami seorang amir dan dari pihak Quraisy seorang amir.” Setelah Abu Bakr, Umar dan Abu Ubaidah pun datang ke Saqifah, mereka berdiskusi dengan Ansor mengenai tuntutan mereka itu. Abu Bakr antara lain mengatakan : “Kami kaum Muhajirin dan kalian kaum Ansor, kita bersaudara dalam agama dan sama-sama dalam pembagian rampasan perang serta pembela-pembela kami dalam menghadapi musuh. Apa yang kalian katakan bahwa segala yang baik ada pada kalian, itu sudah pada tempatnya. Kalianlah di seluruh penghuni bumi ini yang patut dipuji. Dalam hal ini kabilah-kabilal Arab itu hanya mengenal lingkungan Quraisy. Jadi, dari pihak kami para amir dari pihak kalian para wazir.”
Sejak diucapkan oleh Abu Bakr, kata-kata ini telah menjadi konstitusi dan undang-undang kekhalifahan bagi kaum Muslimin selama berabad-abad. Oleh karena itu, tak ada pihak yang menentang pergantian Abu Bakr kepada Umar. Juga tak ada yang menentang pilihan Umar membentuk Majelis Syura dalam lingkungan Quraisy. Malah dengan menyerahkan kepada keenam orang itu untuk memilili seorang khalifah di antara mereka, pihak Ansor dan semua orang Arab merasa puas.
Mengapa Umar menyerahkan pemilihan khalifah kepada Majelis Syura tanpa menunjuk nama tertentu dari keenam orang yang diangkatnya itu dengan mengambil teladan dari Abu Bakr saat menunjuknya sebagai penggantinya?
Ada beberapa sumber menyebutkan bahwa Sa’id bin Amr berkata kepada Umar : “Kalau Anda menunjuk seseorang dari kalangan Muslimin, orang sudah percaya kepada Allah,” — dijawab oleh Umar : “Saya sudah melihat sahabat-sahabat saya mempunyai ambisi yang buruk !” Jawaban ini menunjukkan bahwa dia khawatir, kalau dia menunjuk nama tertentu, hal akan mendorong ambisi yang lain untuk bersaing. Jika terjadi demikian maka tak akan ada kesepakatan di kalangan Muslimin, malah akan timbul pertentangan dengan akibat yang t idak diharapkan.
Ada yang berpendapat bahwa Umar memang tidak melihat dari keenam mereka itu yang seorang lebih baik dari yang lain. Ia tidak ingin menanggung dosa musyawarah yang tidak benar-benar memuaskan hatinya di hadapan Tuhan. Ataukah ketika terkena tikam itu ia khiawatir akan cepat menemui ajalnya sebelum kaum Mushimin mencapai kesepakatan memilih salah seorang dari mereka lalu penyelesaiannya diserahkan kepada Majelis Syura karena sudah tak ada waktu lagi buat dia menyelesaikan? Semua ini adalah soal yang tidak mudah bagi seorang sejarawan untuk menentukan pilihannya, sekalipun harus juga ditambahkan apa yang dikutip orang tentang Umar yang mengatakan : “Sekiranya Abu Ubaidah masih hidup, tentu akan saya tunjuk dia sebagai pengganti saya, dan kalau saya ditanya oleh Tuhan akan saya jawab : Aku mendengar Nabi-Mu berkata bahwa dia “kepercayaan umat.” Sekiranya Salim bekas budak Abu Huzaifah masih hidup akan saya tunjuk dia sebagai pengganti saya, dan kalau saya ditanya oleh Tuhan akan saya katakana : Kudengar Nabi-Mu berkata bahwa Salim sangat mencintai Allah Ta’ala.” Adakah ungkapan itu berarti bahwa dia lebih mengutamakan Abu Ubaidah dan Salim daripada keenam orang anggota Majelis Syura itu, dan bahwa keenam orang itu baginya semua sama...?
Tetapi kita masih mendapatkan penafsiran lain atas sikap Umar itu. yakni ia tidak ingin memikulkan tanggung jawab kekhalifahan itu ke atas pundak keenam orang tersebut, yang sudah dialaminya sendiri begitu berat dan sangat melelahkan. Ada sumber yang menyebutkan bahwa begitu sadar akibat penikaman itu ia berkata kepada Abdur Rahman bin Auf: “Saya akan mempercayakan kepada Anda.” Abdur Rahman menjawab : “Amirulmukminin, kalau saran Anda ditujukan ke pada saya, akan saya terima.” Lalu ia ditanya oleh Umar : “Apa maksud Anda?”
“Amirulmukminin, demi Allah, benarkah Anda menyarankan itu ditujukan kepada saya?” tanya Abdur-Rahman lagi.
“Sebenarnya tidak,” jawab Umar.
Sesudah konsultasi itu Abdur-Rahman berkata : “Saya memang tidak ingin memasuki soal ini samasekali.”
“Anggaplah saya diam.” kata Umar. “sebelum saya percayakan kepada orang-orang yang ketika Rasulullah sallallahu alaihi wasallam wafat merasa senang terhadap mereka.”
Apa pun yang mendorong Umar tidak mau menunjuk pengganti dan ia membentuk Majelis Syura untuk memilih khalifah di antara mereka. Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah itu memang menunjukkan bahwa pendapatnva itu benar.
-------------------------------------------------------------------
Usman bin Affan - Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh PT. Pustaka Litera AntarNusa, Cetakan Kedelapan, Juni 2010, halaman 4-6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar