Minggu, 18 Agustus 2013

MUSLIHAT KHALID BIN’L-WALID

Kemudian pilihan mereka jatuh kepada Khalid bin’l-Walid. Diambilnya bendera itu oleh Khalid setelah dilihatnya barisan Muslimin mulai centang-.perenang, kekuatan moril mereka mulai kendor. Khalid sendiri seorang jenderal yang cukup ulung, seorang penggerak militer yang tidak banyak bandingannya. Dengan demikian ia mulai memberikan komando. Barisan Muslimin dapat diaturnya kembali. Sekarang dalam menghadapi musuh itu sengaja ia membuat insiden-insiden kecil yang diulur-ulur sampai petang hari. Malamnya kedua pasukan itu tentu akan meletakkan senjata menunggu sampai pagi.
Pada saat itulah Khalid mengambil kesempatan menyusun siasat perangnya. Anak buahnya dipencar-pencar demikian rupa dengan jumlah yang tidak kecil, dalam suatu garis memanjang, yang dikerahkan maju dari barisan belakang. Pagi-pagi bila orang sudah bangun, dirasakannya ada kesibukan dan hiruk-pikuk demikian rupa yang cukup menimbulkan perasaan gentar di kalangan musuh, dengan anggapan bahwa bala bantuan telah didatangkan dari pihak Nabi. Kalau jumlah tiga ribu orang itu pada hari pertama telah membuat peranan begitu besar terhadap pasukan Rumawi dan tidak sedikit pula jumlah mereka yang sudah terbunuh — meskipun tak dapat mereka pastikan — konon apa lagi yang akan dapat mereka lakukan dengan adanya bala bantuan yang baru didatangkan itu, dengan tiada orang yang mengetahui berapa besarnya!

PENARIKAN MUNDUR
Oleh karena itu pihak Rumawi jadi menjauhkan diri dari serangan Khalid dan senang sekali mereka kalau Khalid tidak sampai menyerang mereka. Tetapi sebenarnya Khalid lebih senang lagi. Ia dapat menarik mundur pasukannya, kembali ke Medinah, setelah mengalami suatu pertempuran yang tidak membawa kemenangan buat pasukan Muslimin, dan yang juga sama tidak membawa kemenangan buat lawan mereka itu.
Bilamana Khalid dan pasukannya sudah hampir sampai di Medinah, Muhammad dan kaum Muslimin yang lain sudah pula bersama-sama menyongsong mereka. Atas permintaan Muhammad kemudian Abdullah bin Ja’far dibawa dan diangkatnya di depannya. Orang ramai datang menaburkan tanah kepada pasukan tentara itu seraya berkata : “He orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!”
Tapi Rasul segera berkata : “Mereka bukan pelarian. Tetapi mereka orang-orang yang akan tampil kembali, insya Allah.”
Sungguhpun sudah begitu rupa Muhammad menghibur orang-orang yang baru kembali dari Mu’ta itu, namun Muslimin belum mau juga memaafkan mereka karena penarikan mundur dan mereka kembali itu sampai-sampai Salama ibn Hisyam tidak mau ikut sholat bersama-sama dengan Muslimin yang lain, kuatir masih akan terdengar suara-suara orang bila melihatnya :
“He orang-orang pelarian ! Kamu lari dari jalan Allah.”
Kalau tidak karena adanya tindakan-tindakan yang berarti dari mereka yang kembali dari Mu’ta itu, terutama tindakan Khalid sendiri, niscaya Mu’ta masih akan dianggap suatu cemar karena pelarian yang dicontengkan saudara-saudara seagama di kening mereka itu.
Begitu pedih perasaan duka itu menusuk hati Muhammad setelah diketahuinya Zaid dan Jafar telah tewas. Begitu sedih ia menanggung dukacita karena mereka itu.
Setelah Ja’far mendapat malapetaka. Muhammad pergi sendiri ke rumahnya, dijumpainya istrinya Asma binti ‘Umais yang pada waktu itu sudah membuat adonan roti, anak-anaknya sudah dimandikan, sudah diminyaki dan dibersihkan.
“Bawa kemari anak-anak Ja’far itu”, kata Muhammad kepadanya.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 445-446.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar