Rabu, 31 Oktober 2012

TUNAIKAN AMANAT (4)

Abu Chubaib (Abdullah) bin Azzubair r.a. berkata : Ketika Azzubair sedang tegak berdiri dalam perang Al-jamal, tiba-tiba ia memanggil saya, lalu berkata : Anakku! Hari ini tiada seorang yang terbunuh melainkan ia dhalim (bersalah) atau madh-lum (teraniaya), dan saya merasa akan terbunuh madh-lum, dan yang sangat memberatkan padaku yalah hutangku, apakah kiranya hutang-hutang itu akan meninggalkan sisa dari kekayaanku?. (yakni : Apakah harta kekayaan kami dapat mencukupi untuk membayar semua hutang itu?). Kemudian ia berkata : Juallah semua kekayaan itu dan bayarkan hutang-hutangku, kemudian ia mewasiyatkan sepertiga dari hartanya, sedang sepertiganya dan sepertiga itu diwasiyatkan untuk cucuk-cucuknya yaitu putra-putra Abdullah bin Azzubair, yakni bila ada sisa dan yang sudah dibayarkan hutang, maka sepertiga dari sisanya itu diberikan kepada anak-anak dari Abdullah bin Azzubair, ketika itu putra-putranya ada sembilan putra dan sembilan putrid. Berkata Abdullah : Ayahku selalu berpesan tentang hutangnya dan berkata : Jika menghadapi kesukaran, maka minta bantuan kepada majikanku (maulaku). Berkata Abdullah : Sungguh saya tidak mengerti siapakah maulanya, sehingga saya bertanya : Siapakah maulamu? Jawabnya : Allah.
Maka ketika saya menghadapi kesukaran selalu saya berdo’a : Ya Maula Azzubair, tolong bayarlah hutangnya. Sehingga terbayarlah semuanya. Maka terbunuhlah Azzubair, dan tidak meninggalkan uang dinar atau dirham, hanya beberapa tanah di Ghobah dan sebelas rumah di Madinah dan dua rumah di Basrah, dan sebuah rumah di Kufah, dan sebuah rumah di Mesir. Sebenarnya hutang Azzubair itu, hanya karena orang datang kepadanya menitipkan uang. Kemudian oleh Azzubair ditolak dikatakan : Saya tidak suka dititipi kuatir kalau hilang, jadi lebih baik saya hutang. Juga Azzubair belum pernah menjadi Amir atau Amil yang menarik hasil dari suatu daerah, hanya biasa ia ikut ke luar dalam perang bersama Rasulullah, dan Abubakar dan Umar dan Usman r.a. Berkata Abdullah. Kemudian setelah saya hitung hutangnya, saya dapatkannya kira-kira = 2.200.000 (dua juta dua ratus ribu). Maka saya bertemu pada Hakim bin Hizam dan ia bertanya : Hai kemenakanku, berapakah hutang saudaraku? Saya sembunyikan sebagian dan saya katakana : hanya seratus ribu. Berkata Hakim : Demi Allah, saya rasa hartamu semua tidak cukup sekian banyaknya itu. Berkata Abdullah : Bagaimana kalau hutangnya sampai dua juta dua ratus ribu? Jawab Hakim : Saya fikir kamu tidak kuat memikul itu, tetapi kalau kamu merasa keberatan kamu minta bantuan kepadaku. Berkata Abdullah : Dan Azzubair dahulu membeli tanah Alghobah itu seharga seratus tujuh puluh ribu, kemudian Abdullah berkata : Siapa yang merasa menghutangi Azzubair harus datang kepada kami di Ghobah, maka datang Abdullah bin Dja’far yang menghutangi Azzubair empat ratus ribu, dan berkata kepada Abdullah bin Zubair : Kalau kamu suka saya berikan uang itu kepada kamu. Abdullah bin Zubair, berkata : Tidak. Kalau tidak undurkan saja saya biar yang lain-lain saja kau bayar lebih dahulu dan saya di belakang-belakang saja. Jawab Abdullah : Tidak. Berkata Abdullah bin Dja’far : Kalau begitu, berikan kepadaku bagian dari tanah di Ghobah ini. Jawab Abdullah : Baiklah, untukmu dari sini sampai sini. Kemudian Abdullah menjual sebagian dari padanya dan dapat membayar lunas hutang ayahnya semuanya, bahkan masih sisa empat bagian setengah. Maka pergilah Abdullah ke tempat Mu’awiyah, bertepatan di sana ada Amru bin Usman bin Affan dan Almundzir bin Azzubair dan Ibn Zam’ah. Maka Mu’awiyah bertanya : Berapa taksiran tanah di Gbobah? Jawab Abdullah : Tiap bagian seratus ribu. Berapa bagian sisanya? Jawab Abdullah : Empat setengah bagian. Maka berkata Almundzir : Saya ambil satu bagian dengan harga seratus ribu. Amru bin Usman berkata : Saya juga mengambil satu bagian dengan harga seratus ribu. Kemudian Ibn Zam’ah berkata : Saya juga ambil satu bagian dengan harga seratus ribu. Kemudian Mu’awijah bertanya : Berapa sisanya? Jawab Abdullah : Sisa satu bagian setengah.
Berkata Mu’awijah : Saya ambil dengan harga seratus lima puluh ribu. Kemudian Abdullah bin Dja’far menjual bagiannya kepada Mu’awijah dengan harga enam ratus ribu. Dan setelah selesai Abdullah bin Zubair membayar semua hutang ayahnya, maka ditagih oleh putra-putra Azzubair, supaya segera membagi waris mereka.
Jawab Abdullah : Demi Allah, saya tidak akan membagi warismu sebelum empat tahun, yang harus saya siarkan pada tiap musim. Siapa yang merasa mempunyai hutang di tangan Azzubair, hendaknya datang kepada kami, akan kami bayarnya. Maka tiap tahun Abdullah menyiarkan dalam tiap musim, sehingga selesai empat tahun, barulah ia membagi waris Azzubair, sesudah mengambil dari padanya sepertiga untuk wasiyat Azzubair. Dan Azzubair meninggalkan empat isteri masing-masing mendapat 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu). Sehingga dihitung semua harta kekayaan Azzubair di waktu matinya 50.200.000 (lima puluh juta dua ratus ribu).
(HR. Buchary).
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 214-218.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar