Kamis, 28 Juni 2012

KONTRADIKSI DALAM CERITA GHARANIQ

Demikianlah cerita gharaniq ini, yang bukan seorang saja dari penulis-penulis biografi Nabi yang menceritakannya, demikian juga ahli-ahli tafsir turut menyebutkan, dan tidak sedikit pula kalangan Orientalis yang memang sudah sekian lama mau bertahan. Jelas sekali dalam cerita ini ada kontradiksi. Dengan sedikit pengamatan saja hal ini sudah dapat digugurkan.
Di samping itu cerita ini berlawanan pula dengan segala sifat kesucian setiap nabi dalam menyampaikan risalah Tuhan. Memang mengherankan sekali apabila ada beberapa penulis sejarah Nabi dan ahli tafsir dari kalangan Islam sendiri yang masih mau menerimanya. Oleh karena itu Ibn Ishaq tidak ragu-ragu lagi ketika menjawab pertanyaan dengan mengatakan bahwa cerita itu bikinan orang-orang atheis.

ALASAN PENDUKUNGNYA

Akan tetapi mereka yang berpegang pada alasan ini berusaha membenarkannya dengan berpegang pada ayat-ayat : “Dan hampir-hampir saja mereka itu menggoda kau sampai pada firman Tuhan: “Dan tiada seorang rasul atau seorang nabi yang Kami utus sebelum kau, apabila ia bercita-cita, setan lalu memasukkan gangguan ke dalam cita-citanya itu. Tetapi Allah menghapuskan apa yang dimasukkan setan itu. Kemudian Allah menguatkan keterangan-keterangan-Nya itu. Dan Allah Maha Mengetahui dan Bijaksana. Apa yang dimasukkan setan itu adalah ujian bagi mereka yang berpenyakit dalam hatinya dan berhati batu. Dan mereka yang melakukan kesalahan akan berada dalam pertentangan yang tak berkesudahan (QS. 22 : 52-53)

Ada orang yang menafsirkan kata “bercita-cita” itu dengan arti “membaca”, ada pula yang menafsirkannya dengan arti “bercita-cita” seperti yang sudah umum dikenal. Kedua mereka ini masing-masing berpendapat — diikuti oleh Orientalis-orientalis — bahwa Quraisy telah sampai di puncaknya menyiksa sahabat-sahabat Nabi, ada yang mereka bunuh, ada pula yang dilemparkan ke padang pasir, dijilat oleh terik matahari yang membakar, ditindih pula dengan batu seperti yang dialami oleh Bilal. Karena itu terpaksa ia menyuruh mereka hijrah ke Abisinia. Demikian juga masyarakatnya sendiri pun begitu kasar terhadap dirinya yang juga kemudian memboikotnya. Tetapi karena ia begitu menjaga keislaman mereka yang sudah lepas dan penyembahan berhala, ia pun lalu mendekati kaum musyrik dan membacakan Surah an-Najm dengan menambahkan lagi cerita gharaniq. Sesudah ia sujud mereka pun ikut pula sujud. Mereka lalu memperlihatkan suatu kecenderungan hendak mengikutinya, karena ia sudah memberi tempat kepada dewa-dewa mereka itu di samping Allah.
Atas peristiwa ini — yang juga disebutkan dalam beberapa buku biografi dan buku-buku tafsir — Sir William Muir menganggapnya sebagai suatu argumen yang kuat tentang adanya cerita gharaniq itu. Selanjutnya kaum Muslimin yang telah berangkat ke Abisinia itu belum lagi selang tiga bulan sejak mereka mengungsi, yang dalam pada itu mereka telah diberi suaka dengan baik sekali oleh pihak Najasyi. Kalau tidak karena tersiarnya berita, bahwa antara Muhammad s.a.w. dengan Quraisy sudah tercapai kompromi, tentu tak ada motif lain yang akan mendorong mereka itu kembali, ingin berhuhungan dengan keluarga dan kerabat mereka. Dan dari mana pula akan ada kompromi antara Muhammad s.a.w. dengan Quraisy itu, kalau bukan Muhammad s.a.w. juga yang mengusahakannya. Di Mekah ia termasuk minoritas dengan tenaga yang masih lemah. Juga sahabat-sahabatnya masih lemah sekali untuk dapat mempertahankan diri dari gangguan dan penyiksaan Quraisy.
-------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 116-117

Tidak ada komentar:

Posting Komentar