Sabtu, 21 April 2012

Menyikapi Kabar dari Orang Fasik

Hai orang-orang yang beriman ! jika datang kepada kamu seorang fasiq dengan membawa satu khabar, maka selidikilah, supaya kamu tidak berbuat sesuatu kepada satu kaum lantaran tidak tahu, lalu kamu jadi menyesal atas apa-apa yang kamu telah kerjakan. (QS. 49 : 6).
Dan ketahuilah bahwa di antara kamu ada Rasulullah; jika ia turut kemauan-kemauan kamu dalam kebanyakan urusan, niscaya kamu akan jatuh dalam kebinasaan, tetapi Allah jadikan iman itu kecintaan kamu, dan Ia hiasinya dalam hati kamu dan Ia jadikan kekufuran dan perlewatan batas dan durhaka itu kebencian kamu --- merekalah orang- orang yang berlaku lurus. (QS. 49 : 7).
Sebagai kemurahan dari Allah dan (sebagai) satu ni’mat, karena Allah itu Mengetahui, Bijaksana. (QS. 49 : 8).

Tafsir Ayat
QS. 49 : 6. Ayat ini jelas memberikan larangan yang keras, lekas percaya kepada berita yang dibawa oleh orang fasik, memburukkan seseorang atau suatu kaum. Janganlah perkara itu langsung saja diiyakan atau ditidakkan, melainkan diselidiki terlebih dahulu dengan seksama. Jangan sampai terburu menjatuhkan keputusan yang buruk atas suatu perkara, sehingga orang yang diberitakan mendapat hukuman, padahal tidak ada sama sekali salahnya dan perkara yang diberitakan orang itu.

Latar Belakang Turunnya Ayat
Dalam, suatu riwayat dikemukakan bahwa al-Harts menghadap kepada Rasulullah , Beliaü mengajak kepadanya untuk Masuk Islam. Ia pun ikrar menyatakan diri masuk Islam. Rasulullah mengajaknya untuk mengeluarkan zakat, dan ia pun menyanggupi kewajiban itu, dan berkata “Ya Rasulallah aku akan pulang ke kaumku untuk mengajak mereka masuk Islam, dan menunaikan zakat. Barang siapa yang mengikuti ajakanku, aku akan kumpulkan zakatnya. Apabila telah sampai waktunya. kirimlah utusan untuk mengambil zakat yang telah kukumpulkan itu”.
Ketika al-Harts telah banyak mengumplkan zakat itu, dan waktunya yang sudah ditetapkan telah tiba, akan tetapi tak seorang pun utusan yang muncul kepadanya al’.Harts mengira telah terjadi sesuatu gang menyebabkan Rasulullah
marah kepadanya. Ia pun memanggil para hartawan kaumnya dan, berkata : “Sesungguhnya Rasulullah telah menetapkan waktu akan mengutus seseorang, untuk mengambil zakat yang telah ada padaku, dan tidak pernah Rasulullah menyalahi janjinya, akan tetapi saya tidak tahu mengapa beliau menangguhkan utusannya itu mungkinkah beliau marah. Mari kita berangkat menghadap Rasulullah saw.”.
Adapun Rasulullah saw. sesuai dengan waktu yang telah ditetapkannya mengutus al-Walid bin ‘Uqbah untuk mengambil dan menerima zakat yang ada pada al-Harts. Ketika al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar dan ia pun pulang sebelum sampai di tempat yang dituju dan melapor (laporan palsu) kepada Rasulullah bahwa al-Harts tidak menyerahkan zakatnya kepadanya, bahkan ia akan membunuhnya”
Kemudian Rasulullah mengirim utusan berikutnya kepada al-Harts beserta Shahabat-shahabatnya bertemu dengan utusan itu diperjalanan dan bertanya : “Kepada siapa engkau diutus?“. Utusan itu menjawab: “Kami diutus kepadamu”. Dia bertanya : Mengapa?”. Mereka menjawab : “Sesungguhnya Rasulullah
telah mengutus al-Walid bin ‘Uqbah. Ia mengatakan. engkäu tidak mau menyerahkan zakat, bahkan bermaksud membunuhnya”. Al-Harts nenjawab “Demi Allah, yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya, dan tidak ada yang datang kepadaku”.
Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah
bertanya beliau : “Mengapa engkau menahan zakat, dan akan membunuh utusanku ?“. Ia menjawab “Demi Allah yang telah mengutus engkau dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian”. Maka turunlah ayat ini (S. 49 : 6) sebagai peringatan kepada Kaum Mu’minin untuk selalu tidak menerima keterangan dari sebelah fihak saja.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dengan sanad yang baik yang bersumber dari al-Harts bin Dlirar al-Khuzai, Sanad rawi Hadits-hadits ini sangat dapat dipercaya. Diriwayatkan oleb at-Thabarani yang bersumber dari Jabir bin Abdillah, ’Alqamah bin Najiah dan Ummu Salamah.
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari al’Ufi yang bersumber dari Ibnu., ‘Abbas. Di samping itu Ibnu Jarir meriwayatkan dari sumber lain yang mursal.

QS. 49 : 7. "Dan ketahuilah bahwa di antara kamu ada Rasulullah;...". Tidaklah boleh berdusta padahal sedang berkumpul dengan Rasulullah ﷺ, tidaklah boleh bermain-main dan membuat berita bohong.
"... jika ia turut kemauan-kemauan kamu dalam kebanyakan urusan, niscaya kamu akan jatuh dalam kebinasaan, ...". Jika tiap laporan yang disampaikan adalah berita bohong, siapa yang akan dapat kesulitan / kebinasaan? Siapa yang akan dapat dosa besar karena membuat kacau?
"..., tetapi Allah jadikan iman itu kecintaan kamu, ...". Orang-orang yang lebih mencintai iman dan kejujuran, pastilah mengatakan yang sebenarnya, berpikir lebih dahulu dengan seksama barulah mereka bertindak.
"..., dan Ia hiasinya dalam hati kamu ...". Mereka orang yang dihiaskan Allah iman dalam hatinya itu lebih suka jika berita yang mereka sampaikan kepada Rasulullah ﷺ itu adalah kabar yang benar dan dapat dipertanggung-jawabkan.
"... dan Ia jadikan kekufuran dan perlewatan batas dan durhaka itu kebencian kamu ...". Dalam hati mereka yang baik itu iman ditimbulkan pada hati mereka dan kebencian kepada sifat-sifat buruk yang dapat mengacaukan masyarakat, yaitu kufur, melampaui batas (fasik) dan kedurhakaan kepada Allah.
"... merekalah orang- orang yang berlaku lurus (bijak)". Orang bijak ialah yang berkata sepatah dipikirkan, kerjakan selangkah menghadap surut. Apa saja pekerjaan yang akan mereka lakukan, semuanya di pertimbangkan mana yang besar manfaatnya dengan madharatnya. Kalau manfaat lebih besar dari madharatnya, walaupun diri sendiri akan menjadi kurban, asal membawa faedah bagi bersama, maka tidak ragu-ragu akan mengerjakan.

QS. 49 : 8. "Sebagai kemurahan dari Allah dan (sebagai) satu ni’mat,..." . Apabila dalam suatu masyarakat, buah pikiran orang yang bijak, berpikiran mendalam, mempertimbangkan madharat dan manfaat lebih banyak hadir, itulah karunia Allah paling besar nikmat yang membawa kebahagiaan bersama.
"..., karena Allah itu Mengetahui, Bijaksana". Kalaulah pengetahuan telah ada terhadap suatu soal, dipandang dari segala seginya, tidaklah kita terburu-buru mengambil suatu keputusan, sehingga kita dapat menambil keputusan yang menunjukkan keluasan paham dengan penuh kebijaksanaan. 
---------------
Bibliography :
Tafsir Al-Azhar Juzu' XXVI, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit Pustaka Islam Surabaya, cetakan ketiga 1984, halaman 223 - 228.
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 470 - 471.
Tafsir Qur'an Al-Furqan, A. Hassan, Penerbit Al Ikhwan Surabaya, Cetakan Kedua 1986, halaman 1015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar