Minggu, 01 April 2012

Tatakrama terhadap Rasulullah S.A.W. (1)

Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,  tetapi hendaklah kamu berbakti kepada Allah; sesungguhnya Allah itu Mendengar, Mengetahui. (QS 49 : 1).

Tafsir Ayat
Bahwasannya orang yang telah mengaku bahwa dirinya beriman kepada Allah dan Rasul, tidaklah akan mendahului Allah dan Rasul. Sejak masa sahabat-sahabat Rasulullah sampai ulama yang menjadi ikutan ummat, janganlah seorang beriman mendahulukan pikiran dan pendapatnya sendiri dalam hal-hal agama, sebelum terlebih dahulu menilik, memandang dan memperhatikan Al-Qur'an dan sabda Rasul.
Menurut Ibnu Taimiyah dalam buku Tazkiyatun Nafs, halaman 96 : "Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya,...", bahwa siapa yang mencintai atau membenci sebelum diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka hal tersebut termasuk mendahului Allah dan Rasul-Nya. Adanya cinta dan benci semata-mata merupakan petunjuk. Akan tetapi, yang terlarang adalah menjadikan cinta dan benci bukan karena Allah.
Oleh karena itu, Allah ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya, Daud alaihissalam, "... janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Alah akan mendapat azab yang kuat." (TQS. Shad (38) : 26).

Ketika Rasulullah akan mengutus sahabat Mu'adz bin Jabal menyebarkan agama Islam ke negeri Yaman, Rasulullah bertanya kepadanya : "Dengan apakah engkau akan menghukum?" Mu'adz menjawab : "Dengan Kitabullah!" Lalu Rasulullah bertanya lagi : "Kalau tidak engkau dapati didalamnya dasar yang akan dijadikan hukum?" Mu'adz menjawab : "Dengan sunnah Rasulullah" Kembali Rasulullah bertanya : "Kalau tidak engkau dapati, bagaimana?" Mu'adz menjawab : "Saya akan ijtihad dengan pendapatku sendiri". Mendengar jawaban demikian dengan gembira Rasulullah menepuk dada Mu'adz, lalu bersabda : "Alhamdulillah ! Segala puji bagi Allah yang memberikan taufiq bagi utusan Rasulullah mencari hukum yang diridhoi oleh Rasulullah sendiri". (THR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah).

Maksud yang terkandung dalam hadits tersebut diatas ialah apabila Mu'adz berhadapan dengan suatu permasalahan hukum maka ia akan menyelidiki firman Allah dalam Al-Qur'an, kemudian sunnah Rasulullah ﷺ, lalu menurut ketentuan "al-Isybaah wan Nazhaair", meneliti, dan kalau tidak bertemu baru dipakai ijtihadnya sendiri.
Tidak ada kata yang lebih benar daripada firman Allah dan sabda Rasul. Sebab segala perkataan (aqwaal), perbuatan (af'aal) dan perbuatan orang lain yang tidak mendapat bantahan dari Rasulullah (taqariir) telah lengkap tercatat dalam hadits.
Di ujung ayat, "... hendaklah kamu bertakwa kepada Allah; sesungguhnya Allah itu Mendengar, Mengetahui." Kembali diingatkan supaya bertakwa kepada Allah ta'ala, tetap menjaga hubungan baik dengan Allah. Karena orang beriman lagi bertakwa sangatlah hati-hati dalam segala gerak langkahnya.
Sebab itu pulalah ahli-ahli fatwa kenamaan, mereka ahli-ahli ibadah yang tekun, senantiasa meng-khatam-kan Al-Qur'an setiap hari, gunanya untuk menegakkan iman dan takwa, sehingga fatwa yang dikeluarkan dapat dipertanggung-jawabkan dihadapan Allah ta'ala.

Latar Belakang Turunnya Ayat
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang menyembelih qurban sebelum waktu yang ditetapkan oleh Rasulullah . Maka Rasulullah memerintahkan berqurban sekali lagi. Ayat ini (S. 49 : 1) turun sebagai larangan kepada Kaum Mu’minin untuk mendahului ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari al-Hasan.
Keterangan :
Menurut riwayat Ibnu Abid Dun-ya di dalam. Kitabul Adlahi, lafadh riwayat itu seperti berikut : seorang laki-laki mënyembelihnya sebelum shalat (Idul Adha).’

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang mendahului shaum sebelum masuk bulan Ramadlan yang ditetapkan oleh Nabi . Ayat ini (S. 49 : 1) turun sebagai teguran kepada mereka. Diriwayatkan oleh at-Thabarani di dalam kitab al-Ausath yang bersumber dari ‘Aisyah.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang pada waktu itu ada yang menghendaki turunnya ayat tentang, sesuatu. Maka turunlah ayat ini (S. 49 : 1) yang melarang mendahului ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.
---------------
Bibliography :
Tafsir Al-Azhar Juzu' XXVI, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit Pustaka Islam Surabaya, cetakan ketiga 1984, halaman 214 - 217. 
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke -5, 1985, halaman 468
Tafsir Qur'an Al-Furqan, A. Hassan, Penerbit Al Ikhwan Surabaya, Cetakan Kedua 1986, halaman 1014.
Tazkiyatun Nafs, Ibnu Taimiyah, Penerbit : Darus Sunnah Press, Jakarta Timur, Cetakan Pertama : November 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar