Senin, 29 Agustus 2011

TEKNIK GARIS

Oleh karena itu, biasanya perspektif dipergunakan oleh para arkitek sebagai salah satu cara untuk mengungkapkan ide/gagasan awalnya, berupa sketsa rencana bangunan kepada para pemberi tugasnya, maupun kepada sesama rekan arkitek.
Kemudian bertitik tolak dari sketsa awal tersebut, baru dapat dikembangkan menjadi keempat jenis gambar pertama tadi (yang disajikan secara frontal). Melihat fungsi dan gambar tersebut, maka sangatlah dituntut kemampuan membuat sketsa dan kepekaan rasa perspektifis terhadap sesuatu obyek dari tangan para arkitek.
Selain kelima jenis gambar-gambar arkitektur yang penting untuk dipresentasikan tersebut, masih ada beberapa jenis gambar arsitektur lainnya sebagai pelengkap, antara lain : gambar rencana struktur, gambar rencana sanitasi, gambar rencana tahapan pelaksanaan dan sebagainya.
Bagaimana teknik mempresentasikan gambar-gambar arsitektur tersebut, tentu berlainan bagi arsitek yang satu terhadap yang lainnya, dengan ciri khas/karakternya masing-masing.
Sampai sejauh ini, hanya dikenal adanya tiga macam teknik untuk mempresentasikan gambar-gambar tersebut, yaitu :

TEKNIK GARIS (LINE)
 
Merupakan teknik yang paling mudah dan sangat ‘flexible’, dalam arti cara yang tersederhana dan dapat dikembangkan menuju teknik yang lebih bervariasi.
Teknik ini, pada dasarnya memberikan kepada kita untuk menggambar atau menampilkan obyek secara ‘out-line’ nya saja. Baik itu berupa bidang, pertemuan dua bidang atau lebih, maupun massa maka hal tersebut disajikan dengan membuat garis luarnya. Sehingga akan sangat terlihat, bagaimana karakter garisnya. Dan hal ini merupakan faktor penting dalam teknik ini, karena akhirnya akan menampilkan karakter gambar secara utuh.
Beberapa arsitek menyajikan garis lurus dengan garis yang tidak secara mutlak harus lurus, tapi tetap berkesan hal itu lurus. Dan arsitek-arsitek yang lain menyajikan yang sebaliknya.
Media yang dapat digunakan dalam teknik garis ini adalah bermacam-macam, antara lain : dengan pinsil, tinta (paling sering digunakan oleh para arsitek). Sebuah buku “Teknik Menggambar Arsitektur” pernah membahas soal menggambar dengan teknik pinsil dan tinta ini. Yang penting disini adalah penggunaan variasi tebal-tipisnya garis, karena sedikit banyak akan mempengaruhi dalam presentasi arsitekturalnya

TEKNIK INTENSITAS NADA (TONE).
 
Pada teknik ini, sebenarnya juga terdapat elemen garis. Hanya elemen tersebut disini terbentuk dengan adanya perbedaan nada dan bidang-bidang yang ada. Entah bidang tersebut ada pada obyeknya, maupun antara obyek dan bidang latar belakangnya.
Bila kita perhatikan lebih tentang hubungan antara garis dan nada ini erat sekali. Apapun benda-benda itu (jadi termasuk disini adalah bangunan), disana hanya terdapat perbedaan nada dan bidang-bidangnya serta pertemuan-pertemuan bidang yang akan membentuk garis.
Sehingga sebenarnya tidak ada garis dalam arti murni; karena pada akhirnya tanpa ada perbedaan nada tersebut tidak akan terbentuk garis. Antara bidang dan garis tidak dapat dipisahkan secara tegas.
Teknik intensitas nada ini dipergunakan untuk memberikan nada tertentu pada bidang-bidang yang dimaksudkan. Dengan kepekaan yang dimilikinya seorang arsitek dapat menentukan tinggi-rendahnya intensitas nada tersebut. Kontras yang dicapai dalam nada-nada bidang tersebut akan menghasilkan garis-garis yang membentuk gambar secara keseluruhan. Semakin kontras perbedaan nadanya, akan semakin menampilkan garis yang membentuk obyek tersebut.
Media yang sering digunakan untuk membuat/menyajikan gambar dengan teknik ini adalah pinsil, cat air, cat plakat serta letra tone maupun letra film dan lain sebagainya.

TEKNIK KOMBINASI GARIS DAN NADA

Kedua teknik penyajian di atas digunakan sekaligus. Teknik paling sering digunakan oleh para arsitek, karena dapat menampilkan sebuah gambar arsitektur yang berkarakter tersendiri. Tidak terlalu berkesan ringan seperti pada teknik garis dan juga tidak terlalu berkesan masif seperti pada teknik intensitas nada. Kepekaan untuk menentukan bagian mana yang diselesaikan dengan teknik garis dan bagian mana dengan teknik intensitas nada sangat berpengaruh pada hasil akhir presentasi gambarnya.
Beberapa arsitek ada yang memilih pola bebas untuk menentukan hal tersebut di atas, tapi dalam buku ini juga kami berikan contoh presentasi gambar dengan pola yang teratur. Kesan akhir yang diperoleh sudah tentu akan berlainan.

ELEMEN DISAIN YANG LAIN
Yang merupakan pelengkap dari presentasi gambar arsitektur keseluruhan adalah seperti apa yang dibahas/ditulis pada buku “Teknik Menggambar Arsitektur”, yang antara lain menyebutkan bahwa imaginasi suasana dari gambar arkitektur akan terlihat sempurna dengan adanya penambahan elemen penunjang yaitu manusia, pohon, dan kendaraan.
Namun dalam hal presentasi gambar arkitektur, masih terdapat elemen lainnya yaitu : pengungkapan bahan-bahan bangunan; perihal penamaan (lettering) yang menyangkut komposisi dan dimensi huruf-huruf dan angka-angka; furniture; penggunaan notasi-notasi grafis seperti notasi arah utara, notasi potongan dan sebagainya; serta elemen disain lain yang khusus, yang tak sempat disebutkan disini.
Elemen-elemen ini sebaiknya dikomposisikan secara menyatu dengan gambar yang dimaksudkan sehingga presentasi gambar arkitektur tersebut merupakan presentasi yang lengkap dan sempurna.
-------
Teknik Presentasi Gambar Arsitektur, F.X. Budi Widodo Pangarso, Jasin Nagawijaya dan Mauro Purnomo Raharjo, Bandung 1981, halaman 2 dan 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar