Note Trip. Akhir
2016 Indonesia di gegerkan dengan kelakuan ahok si penista agama. Ulama
dan ummat Islam terus menerus memprotes kelakuan sang penista agama.
Tetapi pemerintahan kala itu seolah diam, seperti tak punya ghiroh
keagamaan. Padahal mereka mengaku beragama Islam, tetapi diam ketika
agamanya dinistakan. Edan...!!!
Hari-hari
selepas si penista agama berkoar menafsirkan surat al-Maidah : 51,
hembusan kotor di kalangan jelata terus digulirkan, mencuci nalar waras
beragama yang benar. Sebuah gerakan yang terus dilakukukan oleh kaum
atheis-komunis-liberal-syiah sepanjang akhir tahun 2016 hingga
tahun-tahun berikutnya.
Obrolan jalanan, warung makan, angkutan umum dan dimanapun ada kesempatan bagi kaum atheis-komunis-liberal-syiah terus digulirkan.
Obrolan jalanan, warung makan, angkutan umum dan dimanapun ada kesempatan bagi kaum atheis-komunis-liberal-syiah terus digulirkan.
Beberapa obrolan yang berusaha menumbangkan nalar waras beragama yang sempat aku temukan diantaranya.
Gerombolan penista : "Hoi.. buka mata bro - pemilih Koh Ahok itu bukan cuma orang Cina atau Kristen. Pikir berapa persen sih Cina dan Kristen di Jakarta?".
Sang Pembela : "Mohon maaf ya, kamu nalar jongkoknya nggak ketulungan. Memuji kekompakan saudara Cina saya saja kamu bilang salah. Nalar kok kotor."
Begitulah sepak terjang Buzzer alias Tuyul Modern tidak perlu pengetahuan dan ilmu, yang paling dibutuhkan adalah bisa mengubur husnul-khuluq dan terlatih memfitnah, seperti yang didefinisikan oleh Dahnil Anzar Simanjuntak ketua umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah saat itu.
Gerombolan penista : "Hoi.. buka mata bro - pemilih Koh Ahok itu bukan cuma orang Cina atau Kristen. Pikir berapa persen sih Cina dan Kristen di Jakarta?".
Sang Pembela : "Mohon maaf ya, kamu nalar jongkoknya nggak ketulungan. Memuji kekompakan saudara Cina saya saja kamu bilang salah. Nalar kok kotor."
Begitulah sepak terjang Buzzer alias Tuyul Modern tidak perlu pengetahuan dan ilmu, yang paling dibutuhkan adalah bisa mengubur husnul-khuluq dan terlatih memfitnah, seperti yang didefinisikan oleh Dahnil Anzar Simanjuntak ketua umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar