Dikecewakan itu sangat tidak mengenakkan, apalagi bila yang berbuat orang yang kita sayangi. Dan bagi yang dikecewakan, manusiawi bila ia ingin membalas, tapi seringkali kita lupa, membalas itu tidak akan menyelesaikan apapun.
Saat istri berbuat salah, sang suami sakit hati, lalu mendiamkan. Pikirnya suami "supaya engkau rasa, bagaimana sakit hati", Innalillahi. Niatan sudah salah, caranya pun juga salah, walaupun istri salah, tugas suami adalah menasihati, menunjukkan kebaikan, BUKAN DIAM. Manusiawi memang keinginan membalas bila tersakiti, tapi itu bukan tanda cinta, bukan tanda menyayangi. Apalagi seorang suami, tugasnya memang membimbing, mendidik, karena Allah memberikan amanah pemimpin keluarga kepadanya. Dan juga, saat menikah dan mengambil wanita dari ayahnya, sejatinya suami itu menggantikan ayah, menanggung semua dari wanita itu. Maka kesalahan sang istri adalah kesalahan suami, maka kawal dirinya, bimbing dirinya, JANGAN DIAM.
Walau lelaki memang tak selalu sempurna, kadang marah berlebih. Namun bila tersadar, bahwa itu tak perlu, segerakan meminta ma'af. "Membalas lebih sakit" itu tidak ada gunanya, memberi ma'af jauh lebih dekat kepada cinta. Kehormatan takkan berkurang dengan memperbanyak ma'af, justru nilai dirimu jadi rendah apabila engkau tinggi hati. Disakiti itu tidak enak, sengsara. Namun apabila membalas, sama saja.
Lisan lembut itu yang masuk ke hati orang yang kita sayangi, bukan ancaman, bentakan, adu keras kepala atau adu kuat gengsi. Sebagaimana engkau halalkan dia dengan nama Allah, sebutlah nama Allah ketika menasihatinya.
Ustadz Felix Siauw; 8 Mei 2015, 21:00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar