Rabu, 14 Juni 2017

Hijab Ala-ala

Note Trip, 19 Ramadhan 1438 H. Selalu ada kegembiraan dan ilmu di tiap perjalanan. Selalu bertemu dengan orang-orang sholeh yang enggan disebut ustadz, ulama atau apapun itu yang disematkan untuk orang-orang sholeh yang gemar ber-amar ma'ruf nahi munkar yang istiqomah. Suatu hari sekira dalam bulan Maret yang lalu hampir di semua kota propinsi Jawa Tengah yang aku singgahi, aku dapatkan hadiah istimewa, kejutan-kejutan iman.
Masih kuingat insya Allah pembicaran-pembicaraan yang sama soal Hijab ketika raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud berkunjung ke negeri tercinta Indonesia. Dua ocehan yang aku ingat "Hijab itu perintah agama, melaksanakannya harus kesadaran diri, bukan dipaksakan oleh seseorang." dan "Kita sependapat berhijab wajib. Tapi tidak harus model ninja. Model bu Fatmawati, bu Habibie, bu Shinta Nuriyah juga hijab." Dan jawaban selalu sama bahwa "Hijab itu mentaati perintah Allah (Qs. An-Nuur: 31) dan (Qs. Al-Ahzaab: 59); Allah Yang Maha Mengetahui menginginkan supaya kaum wanita mendapatkan kemuliaan dan kesucian di segala aspek kehidupan, baik dia adalah seorang anak, seorang ibu, seorang saudari, seorang bibi, atau pun sebagai seorang individu yang menjadi bagian dari masyarakat. Allah menjadikan jilbab sebagai perangkat untuk melindungi kaum Muslimah dari berbagai “virus” ganas yang merajalela di luar sana. Bagi seorang Muslimah perintah Hijab itu bukti keta'atan kepada Allah ta'ala. Bukan perintah paksaan dari Ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya, anak laki-lakinya atau siapapun. Jika seorang Muslimah tidak berhijab sesuai perintah Allah ta'ala berarti ia tengah berbuat makar dengan Allah ta'ala."
Cadas sekali jawaban yang aku dengar. Tapi seneng juga, karena sekarang sudah banyak orang Islam yang melek dengan agamanya, mau belajar, mau mengamalkan dan terus beristiqomah dalam ketaatan. Subhanallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar