Jumat, 09 Desember 2016

Menafkahi dengan Khairin

Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) : 215, Allah ta'ala menasehati orang beriman dalam firman-Nya :

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوٰلِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتٰمَىٰ وَالْمَسٰكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّـهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
Mereka akan bertanya kepadamu tentang apa yang akan mereka nafkahkan. Katakanlah, "Apa saja harta yang kamu nafkahkan, maka adalah untuk ibu bapak, keluarga yang dekat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnus-sabil. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (215).

Asbabun Nuzul
Menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Juraij bahwa kaum Muslimin bertanya kepada Rasulullah  ﷺ : "Dimana kami tabungkan (infaqkan) harta benda kami, ya Rasulullah?". Sebagai jawaban turunlah ayat tersebut diatas (QS. 2 : 215). (HR. Ibnu Jarir).
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Abi Hayyan bahwa Umar bin al-Jamuh bertanya kepada Nabi ﷺ : "Apa yang mesti kami infaqkan, dan kepada siapa diberikannya?" Sebagai jawabannya turunlah ayat tersebut diatas (QS. 2 : 215). (HR. Ibnul Mundzir).

Tafsir Ayat
QS. 2 : 215. "Mereka akan bertanya kepadamu tentang apa yang akan mereka nafkahkan. ...". Ada hadits yang diriwayatkan dari 'Atha' bahwasannya seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ : "Kalau uang saya hanya satu Dinar, kepada siapa patut saya berikan?" Beliau ﷺ menjawab : "Kalau hanya satu Dinar, nafkahkanlah untuk dirimu sendiri". Orang itu bertanya lagi : "Kalau dua Dinar". Rasul ﷺ menjawab : "Nafkahkanlah untuk ahli engkau (isteri)" Lalu bertanya pula : "Saya ada tiga Dinar" Beliau ﷺ menjawab : "Nafkahkanlah kepada khadam engkau". Lalu bertanya lagi : "Saya ada empat Dinar" Beliau ﷺ menjawab : "Nafkahkanlah kepada kerabat engkau. Masih bertanya lagi, "Saya punya enam Dinar" Beliau ﷺ menjawab : "Nafkahkanlah untuk sabilillah". Disini tegas bahwa bertambah banyak harta, bertambah luas yang patut dinafkahi. (disalin secara bebas dari hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, an-Nasa'i dan Abu Hurairah). Dengan pertanyaan itu, maka Allah menyuruh Rasulullah menjawab : ".... Katakanlah, "Apa saja harta yang kamu nafkahkan, ...". Khairin, ialah harta yang halal dan sebagai kekayaan. "..., maka adalah untuk ibu bapak, keluarga yang dekat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnus-sabil. ...". Dalam fiqih telah diterangkan oleh Rasulullah secara umum, siapa-siapa yang wajib diberi nafkah. Dikarenakan kemapuan dan bertambah luas harta yang wajib dipikirkan, baik wajib menurut budi, atau wajib menurut hukum agama. Yang mendapat keistimewaan pertama ialah ayah dan bunda. Berbahagialah orang yang masih dapat berkhidmat kepada ibu dan bapanya karena umur beliau-beliau yang dipanjangkan dan ada kemampuan menafkahinya. Kedua ialah keluarga karib, ialah anak-anak kandung dan saudara.  Anak kandung yang telah lepas dari tanggungan tapi miskin. Daripada membantu orang lain, dahulukan membantu mereka. Kemudian anak yatim. Lalu orang-orang miskin dan yang sedang mengadakan perjalanan (ibnus-sabil) yang kehabisan bekal. ".... Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya". Orang yang diberi Allah kemampuan tentu mengalami sendiri, bahwa apabila besar hulu tentu besar pula muaranya. Meskipun tidak kita lupakan kesusahan atau kecelakaan atau kegoncangan urusan luar, kadang-kadang tidak pula kurang kesukaran urusan dalam. Banyak saja urusan kekeluargaan yang harus diurus. Rezeki yang didapat hari ini kadang-kadang habis keluar hari ini juga, karena besarnya tanggungan. Tetapi karena iman kepada Allah, buat menyampaikan harta Allah kepada yang patut menerimanya. Dan itulah dia yang sebenarnya kekayaan. Orang yang bakhil pada hakikatnya sepi dan diperbudak oleh harta. Mendidik diri suka memberi, sampai menjadi kebiasaan menyebabkan timbulnya lapang dalam dada dan rasa bahagia karena membahagiakan orang lain. Tuntunan agama yang disampaikan Nabi menyuruh memperhatikan yang perlu, karena kalau orang sudah sampai memberi semurah-murahnya kepada orang lain dan kurang memperhatikan yang lebih fardhu, ayah bunda dan keluarga yang dekat, tandanya orang ini telah mendapat ancaman penyakit riya', suka dipuji.
Bila dipersambungkan dengan ayat menyuruh berzakat bila nisab dan haul telah sampai, ditambah lagi dengan berwasiat harta, dapatlah digambarkan bentuk tokoh seorang Mukmin yang bertakwa.
---------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 70.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 2, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta, cetakan September 1987, halaman 176 - 178.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia, Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs. H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke tujuh 1994, halaman 60.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar