Selasa, 20 Desember 2016

Hidayah Itu Diusahakan

Di dalam QS. Muhammad (47) : 17 di firmankan : "Wal ladziinah tadau zaadahum hudaw wa aataahum taq waahum" (Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambahkan petunjuk kepada mereka dan menganugerahi mereka ketakwaan).

Di dalam "Al Quran Terjemahan Indonesia" yang disusun oleh Tim Disbintalad (Dinas Pembinaan Mental TNI-AD) halaman 1017 menjelaskan maksud ayat ini ialah bahwa orang-orang yang telah mendapat hidayah dengan iman, maka dengan keimanannya itu tajam penglihatan hati nuraninya, jernih akal dan pikirannya karena mendapat ilham dari Allah untuk menyelesaikan segala urusan dan mengatasi semua persoalan yang dihadapinya.
Sedangkan di dalam "Tafsir Al-Azhar Juzu' 26"-nya Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), halaman 100 - 101 menerangkan : "Dan orang-orang yang mencari pimpinan, niscaya akan ditambahkan Allah bagi mereka petunjuk". Sebab maksud kedatangannya (seperti yang dipaparkan di QS. 47 : 16 sebelumnya) adalah untuk mendengarkan pembicaraan, seumpama mendengar ceramah atau syarahan. Itu ialah dengan maksud yang baik, semata-mata hendak mencari kebenaran. Hatinya terbuka, dadanya yang lapang, mukanya jernih, hatinya bersih. Maka berhasillah maksudnya mencari pimpinan yang baik itu, bahkan ditambah oleh Allah dengan petunjuk yang membukakan hatinya karena ke-ikhlas-annya. "Dan Dia akan memberi kepada mereka ketaqwaan mereka". Sejak semula dimana saja ada kesempatan orang yang semacam ini memohonkan kepada Allah agar diberi hidayah, diberi petunjuk jalan yang lurus, shirathal mustaqim. Lantaran tulusnya meminta, bukan saja petunjuk jalan yang ditunjukkan, bahkan dijaga Allah perjalanannya itu dengan tumbuhnya rasa takwa dalam hatinya, rasa menyerah kepada Allah, sehingga maksudnya berhasil dan hidupnya beroleh kebahagiaan.
Ternyata pemahamanku selama ini salah, dulu aku menganggap hidayah dan ketakwaan adalah hadiah yang ditakdirkan. Setelah memahami penjelasan tersebut diatas ternyata hidayah itu harus dikejar. Di dalam "Minhajus-Shalihin"-nya Izzuddin Bulyqe, halaman 401 menerangkan tentang sebuah hadits; bahkan meninggalkan pada hal-hal yang dikhawatirkan itu diwajibkan. Sebuah hadits di halaman 402 menerangkan "Athiyah bin Urwah Assa'dy r.a. berkata : Rasulullah bersabda : Seorang hamba tidak akan mencapai golongan orang muttaqin, sehingga dapat meninggalkan apa-apa yang tidak berdosa karena khawatir masuk ke dalam apa-apa yang berdosa." (HR. at-Tirmidzi).
Menempuh jalan hidayah harus tetap diistiqomahkan (QS. 46 : 13); penuh kesungguhan (QS. 3 : 120) dan sekuat tenaga (QS. 64 : 16). Ampuni kami, rahmati kami (QS. 23 : 109).
-----------------
Kepustakaan :
Tafsir Al-Azhar Juzu' XXVI
, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit Pustaka Islam Surabaya, cetakan ketiga 1984.
Minhajus-Shalihin, Izzuddin Bulyqe, Penerbit PT. Bina Ilmu Surabaya, cetakan pertama 1987.
Al-Quran Terjemahan Indonesia, Tim Disbintalad (Dinas Pembinaan Mental TNI-AD), Penerbit : PT. Sari Agung Jakarta, cetakan ketujuh 1994.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar