Kamis, 03 November 2016

Wuquf di Arafah

Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) : 199, Allah ta'ala menegaskan bahwa wukuf itu di Arafah dalam firman-Nya :

ثُمَّ أَفِيضُوا۟ مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا۟ اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Sesudah itu berangkatlah kamu dari tempat berangkatnya orang-orang banyak (dari Arafah), dan minta ampunlah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (199).

Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما dikemukakan bahwa orang-orang Arab wuquf di 'Arafah, sedangkan orang-orang quraisy wuquf di lembahnya (Muzdalifah), maka turunlah ayat tersebut diatas (QS. 2 : 199) yang mengharuskan wukuf di 'Arafah. (HR. Ibnu Jarir).
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Asma binti Abu Bakr رضي الله عنهما, orang-orang quraisy wuquf di daratan rendah Muzdalifah, dan selain orangquraisy wuquf di daratan tinggi 'Arafah kecuali Syaibah bin Rabi'ah. Maka Allah menurunkan ayat tersebut diatas (QS. 2 : 199) yang mewajibkan wuquf di 'Arafah. (HR. Ibnul Mundzir).

Tafsir Ayat
QS. 2 : 199. "Sesudah itu berangkatlah kamu dari tempat berangkatnya orang-orang banyak (dari Arafah), ...". Artinya berbuatlah seperi orang lain berbuat. Sebab orang quraisy di zaman Jahiliyah suka menyisihkan diri, mengambil tempat istimewa, tidak mau campur dengan orang Arab suku-suku lain yang datang dari pelosok lain, karena merasa diri golongan utama. Dengan peringatan ini, hilanglah bekas ajaran kaum Jahiliyah quraisy, jangan sampai menular kepada ummat Muhammad yang datang di belakang.  "..., dan minta ampunlah kamu kepada Allah, ...". Renungkanlah, bahwasannya setelah selesai mengerjakan pekerjaan besar itu, tiang (rukun) yang kelima dari Islam, kita sudah pasti mendapat pahala, namun kita masih dianjurkan memohon ampun. Sholat dan haji adalah wajib menurut hukum Fikih. Wajib ialah yang berpahala jika dikerjakan dan berdosa jika ditinggalkan. Mengapa Allah masih menyuruh kita meminta ampun lagi? Bahwasannya berapa dan betapa pun kita mengerjakan suatu ibadat, sambung menyambung sholat kita, namun apa yang kita kerjakan masih belum sepadan dengan kurnia Ilahi yang telah kita terima di dunia dan akan kita terima kelak di akhirat. Usia yang kita lalui dalam hidup terlalu pendek, dan masa untuk beribadat sangatlah kecil, sedangkan anugerah yang telah kita terima dan akan kita terima adalah sangat Maha Besar. Imbangan amal kita dengan ganjaran Tuhan laksana sebutir pasir dihadapan gunung, atau setetes air dihadapan samudera raya. Tidakkah patut kita memohon ampun? "..., sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Disini Tuhan membuka pintu rahmat dan maghfirah-Nya kepada kita dan disebut-Nyalah salah satu dari nama-Nya yang Mulia, bahwa Dia Maha Pengampun kepada yang lalai dan alpha, dan Diapun Maha Pengasih kepada hamba-Nya yang dilihat-Nya sendiri dengan ilmu-Nya yang meliputi segala yang ada, bahwa hamba ini benar-benar dalam perjalanan menuju ridho-Nya.
---------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 60.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 2, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta, cetakan September 1987, halaman 139 - 141.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia, Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs. H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke tujuh 1994, halaman 56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar