Kamis, 01 September 2016

Rafatsu - Basyiruhunna

Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) : 187, Allah ta'ala menasehati orang beriman dalam firman-Nya :

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّـهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَالْـٰٔنَ بٰشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ اللَّـهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَاشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ ۚ وَلَا تُبٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عٰكِفُونَ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّـهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّـهُ ءَايٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dihalalkan bagi kamu pada malam puasa bercampur dengan isteri-isterimu, mereka pakaian bagi kamu dan kamu pakaian bagi mereka. Allah mengetahui sesungguhnya kamu menghianati dirimu sendiri, lalu taubatmu diterima-Nya dan salahmu dima'afkan-Nya. Maka sekarang campurilah mereka dan tuntutlah apa yang telah ditetapkan Allah kepada kamu; makanlah dan minumlah sampai terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam. Dan janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) sedang kamu i'tikaf dalam masjid. Itulah batas-batas (hukum) Allah, sebab itu jangan kamu mendekatinya (larangan Allah). Demilianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa. (187).

Asbabun Nuzul
Menurut turunnya ayat ini, terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut :
  • Menurut riwayat yang bersumber dari Mua'dz bin Jabal mengemukakan bahwa ; Para sahabat Nabi ﷺ menganggap bahwa makan, minum dan menggauli isterinya pada malam hari bulan Ramadhan, hanya boleh dilakukan sementara mereka belum tidur. Diantara mereka Qais bin Shirmah dan 'Umar bin Khattab. Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar) merasa kepayahan setelah bekerja pada siang harinya. Karenanya setelah sholat 'Isya ia tertidur, sehingga tidak makan dan minum hingga pagi. Adapun 'Umar bin Khattab menggauli isterinya setelah tertidur pada malam hari bulan Ramadhan. Keesokan harinya, ia menghadap kepada Nabi ﷺ untuk menerangkan hal itu. Maka turunlah ayat "uhilla lakum laila tashshiamir rafatsu sampai atimmush shiyama ilal lail" (QS. 2 : 187).  (HR. Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim).
  • Seorang sahabat Nabi ﷺ tidak makan dan minum pada malam bulan Ramadhan, karena tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam itu ia tidak makan sama sekali, dan keesokan harinya ia bershaum lagi. Seorang sahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tibanya waktu berbuka shaum, meminta makanan kepada isterinya yang kebetulan belum tersedia. Ketika isterinya menyediakan makanan, karena lelah bekerja pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Setelah makanan tersedia, isterinya mendapatkan suaminya tertidur. Berkata ia : "Wahai celaka aku". Pada tengah hari keesokan harinya. Qais bin Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi ﷺ Maka turunlah ayat tersebut diatas (QS. 2 : 187), sehingga gembiralah kaum Muslimin.
  • Para sahabat Nabi ﷺ apabila tiba bulan Ramadhan, tidak mendekati isterinya sebulan penuh. Akan tetapi terdapat di antaranya yang tidak dapat menahan nafsunya. Maka turunlah ayat "alimal lahu annakum kuntum takhtanuna anfusakum fataba 'alaikum wa'afa ankum sampai akhir ayat". (HR. Bukhari).
  • Dari Ka'b bin Malik bahwa pada waktu itu ada anggapan bahwa pada bulan Ramadhan yang shaum haram makan, minum dan menggauli isterinya setelah tertidur malam hari sampai ia berbuka shaum keesokan harinya. Pada suatu ketika 'Umar bin Khattab pulang dari rumah Nabi ﷺ setelah larut malam. Ia menginginkan menggauli isterinya, tetapi isterinya berkata : "Saya sudah tidur". 'Umar berkata : "Kau tidak tidur", dan ia pun menggaulinya. Demikian juga Ka'b berbuat seperti itu. Keesokan harinya 'Umar menceritakan hal dirinya kepada Nabi ﷺ. Maka turunlah ayat tersebut diatas (QS. 2 : 187) dari awal sampai akhir ayat. (HR. Ahmad, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim).
  • Dari Sahl bin Sa'id bahwa kata "Minal fajri" dalam QS 2 : 187 diturunkan berkenaan dengan orang-orang pada malam hari, mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam, apabila hendak shaum. Mereka makan dan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara kedua tali itu. Maka turunlah "Minal fajri". Kemudian mereka mengerti bahwa Khaithul abyadlu minal khaitil aswadi itu tiada lain adalah siang dan malam. (HR. Bukhari).
  • Dari Qatadah رضي الله عنهما bahwa kata "wala tubasyiruhunna wa antum 'akifuna fil masajidi" dalam QS. 2 : 187 tersebut diatas, turun bekenaan dengan seorang sahabat yang keluar dari masjid untuk menggauli isterinya di saat ia sedang i'tikaf. (HR. Ibnu Jarir).

Tafsir Ayat
QS. 2 : 187. "Dihalalkan bagi kamu pada malam puasa bercampur dengan isteri-isterimu, ...". Rafatsu, menurut bahasa ialah segala senda-gurau dan percakapan diantara suami-isteri seketika mereka mulai seketiduran. Menurut makna ayat adalah bercampur, begitulah al-Qur'an memilih kata-kata halus. "..., mereka pakaian bagi kamu dan kamu pakaian bagi mereka. ...". Kalimat inipun sangat halus dan santun diantara manusia. Sebab apabila suami-isteri telah berjumpa secara suami-isteri benar-benarlah mereka pakai-memakai. Demikianlah Allah menyatakan bahwa pada malam hari hal itu adalah halal dan tidak menghalangi puasa. ".... Allah mengetahui sesungguhnya kamu menghianati dirimu sendiri, ...". Karena pada waktu yang halal kamu sendiri menghramkan diri melakukan tugas sebagai manusia yang beristeri. Ini namanya mengkhianati hukum!. "..., lalu taubatmu diterima-Nya dan salahmu dima'afkan-Nya. ...". Meskipun hal ini belumlah dosa besar, apatah lagi  mereka meninggalkan persuami-isterian itu adalah karena belum tahu, tetapi disisi Tuhan memakai kata memberi ampun dan ma'af. Tandanya kalau hal yang demikian mereka teruskan juga, artinya merubah maksud puasa untuk takwa dengan cara yang lain yang bukan dari ajaran Islam. ".... Maka sekarang campurilah mereka dan tuntutlah apa yang telah ditetapkan Allah kepada kamu; ...". Dalam bahasa aslinya basyiruhunna, yang dalam bahasa Indonesia bermakna singgunglah mereka. Kata halus dari Tuhan untuk bersenda-gurau, menurut kebiasaan suami-isteri. "...; makanlah dan minumlah sampai terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar, ...". Jadi sebelum berbeda "tali putih" yaitu bayangan fajar dengan "tali hitam" ialah gelap malam, bolehlah kamu melakukan kebiasaan suami-isteri, dan bolehlah makan, bolehlah minum sesukamu. "...; kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam. ...". Yaitu sampai matahari telah terbenam dan dengan demikian datanglah waktu maghrib, waktu itu bersegeralah bukakan puasamu. ".... Dan janganlah kamu campuri mereka (isteri-isterimu) sedang kamu i'tikaf dalam masjid. ...". Artinya, meskipun pada malam harinya boleh melakukan persuami-isterian dengan isteri kamu, tetapi kalau sedang melakukan ibadah i'tikaf di masjid, janganlah isterimu disinggung hingga kepada setubuh, walaupun di malam hari. ".... Itulah batas-batas (hukum) Allah, sebab itu jangan kamu mendekatinya (larangan Allah). ...". Maka pada saat yang tertentu itu, siang hari seluruhnya ditambah malam hari seketika i'tikaf, Allah telah menentukan batas, jangan mendekat-dekat kepada batas itu. ".... Demilianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa". Inilah penutupan firman Allah tentang urusan puasa, supaya bertakwa.
---------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 56 - 58.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 2, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta, cetakan September 1987, halaman 106 - 110.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia, Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs. H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke tujuh 1994, halaman 51 - 52.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar