Sabtu, 09 Juli 2016

Dua Tahun Usai Perang, 900 Warga Gaza yang Terluka Masih Butuh Perawatan

BAYT LAHM, Jum’at (Ma’an News Agency): Sekitar 900 warga Palestina di Jalur Gaza masih terus membutuhkan perhatian medis karena disabilitas permanen yang mereka derita akibat serangan 51 hari ‘Israel’ di wilayah kecil tersebut, yang dimulai pada 8 Juli 2014. Demikian ungkap badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA.
Pada peringatan tahun kedua perang tersebut, rumah sakit Shifa di Jalur Gaza telah menerima pendaftaran 3.839 pasien yang menanti jadwal operasi. Berdasarkan pernyataan yang dipublikasikan UNRWA Senin lalu, lebih dari setengah jumlah tersebut tergolong operasi besar dan penetapan waktu pembedahan telah dijadwalkan hingga tahun 2018. “Sejumlah pasien yang terluka masih menderita selama dua tahun ini dan butuh perawatan berkelanjutan. Banyak pula yang masih menunggu kaki palsu. Kondisi prostetik di Gaza masih sangat rawan,” kata dokter bedah tulang di rumah sakit Shifa Gaza, Dr. Mahmoud Matar kepada UNRWA.
UNRWA menekankan dalam pernyataan mereka bahwa, “Daftar tunggu yang panjang membuat banyak pasien frustasi, terkadang mereka mengalami rasa sakit yang tidak perlu dan menghadapi risiko kesehatan yang terkait dengan perawatan yang tertunda.” Sementara itu, bagian penting dari infrastruktur pelayanan kesehatan juga masih rusak parah. Bahkan menurut Kementerian Kesehatan Palestina dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), infrastruktur pelayanan kesehatan di sana telah hampir runtuh sebelum dimulainya peperangan.
Rumah sakit Al-Wafa di Kota Gaza dan tiga klinik pelayanan kesehatan utama telah benar-benar hancur saat perang. Sekitar 18 rumah sakit dan 60 klinik lainnya juga mengalami kerusakan. “Hingga saat ini, semua fasilitas itu telah atau sedang dalam proses diperbaiki/dibangun kembali, dengan pengecualian rumah sakit al-Wafa yang membutuhkan dana besar untuk memulai rekonstruksi,” ungkap UNRWA.
Berdasarkan dokumentasi PBB, sekitar 11.200 warga Palestina –termasuk 3.800 anak-anak– menderita luka saat perang. Sementara itu menurut WHO, sekitar 36.000 warga Palestina –20 persen populasi Jalur Gaza– diperkirakan membutuhkan bantuan perawatan kesehatan jiwa akibat perang. UNRWA mengatakan, tertundanya perawatan sebagian besar akibat kurangnya tenaga ahli dalam sistem pelayanan kesehatan di Jalur Gaza. “Situasi ini sebagian akibat blokade ‘Israel’ yang membatasi peluang-peluang pelatihan di luar, dan konflik internal Palestina yang mengakibatkan karyawan publik direkrut oleh otoritas de facto, termasuk staf kesehatan, tanpa gaji tetap.”
Jalur Gaza telah menderita di bawah blokade militer ‘Israel’ sejak tahun 2007, yakni saat Hamas terpilih untuk mengatur wilayah tersebut. Penduduk Gaza menderita akibat tingginya angka orang yang kehilangan pekerjaan dan kemiskinan, serta konsekuensi tiga perang dengan ‘Israel’ yang meluluhlantakkan Gaza sejak 2008, dan yang terakhir pada musim panas 2014. Menurut PBB, serangan 51 hari ‘Israel’ yang disebut operasi “Protective Edge” oleh otoritas penjajah Zionis itu setidaknya menewaskan 1.462 warga sipil Palestina dimana sepertiganya adalah anak-anak.
PBB juga pernah menyatakan bahwa wilayah Palestina terblokade itu akan menjadi “tak layak huni” pada tahun 2020, dimana 1,8 juta penduduknya tetap berada dalam kemiskinan akibat blokade ‘Israel’ yang melumpuhkan ekonomi, meluasnya kerusakan akibat serangan-serangan ‘Israel’, dan lambannya upaya rekonstruksi untuk membangun kembali rumah-rumah bagi 75.000 warga Palestina yang masih mengungsi akibat serangan terakhir ‘Israel’ atas Gaza.* (Ma’an News Agency | Foto: AFP/Thomas Coex | Sahabat Al-Aqsha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar