Rabu, 20 April 2016

Wanita dan Harga Dirinya

Islam datang dengan syariatnya yang indah untuk memuliakan wanita, agar wanita terjaga harga diri dan kehormatannya. Islam memerintahkan kaum muslimah untuk menjaga tubuh mereka, menutup aurat, dan membatasi diri dalam pergaulannya dengan kaum lelaki. Semua itu semata-mata untuk melindungi kita, kaum hawa.

Dalam sebuah ayat, Allah berfirman (yang artinya) :
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu…” (QS. al-Ahzaab: 59).

Di antara aturan yang khusus bagi wanita adalah aturan dalam pakaian yang menutupi seluruh tubuh wanita. Sungguh penjagaan yang begitu hebat, Allah memerintahkan demikian agar mereka dapat selamat dari mata-mata khianat para laki-laki.

Fathimah radhiyallaahu ‘anha, putri tercinta Rasulullah shallaallaahu ‘alaihi wasallam, pada saat ditanya suaminya –Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu– mengenai perkara apa yang paling baik untuk wanita, Fathimah menjawab, “Dia (wanita_red) tidak melihat kaum lelaki dan lelaki tidak dapat melihatnya”. Inilah martabat tertinggi dari seorang wanita. Hingga Fathimah, putri dari manusia paling mulia Nabi Muhammad shallaallaahu ‘alaihi wasallam, mengatakan demikian.

Bahkan, ketika shalat berjamaah, shaf wanita yang terbaik adalah yang paling akhir. Maka, semakin jauh seorang wanita itu dari lelaki makin afdhal wanita tersebut.
Akan tetapi, apa yang terjadi belakangan ini? Seorang wanita yang jelita semakin bangga jika makin banyak lelaki yang mencoba mendekati dan menggodanya. Wanita sekarang adalah tontonan gratis yang menyuguhkan kemolekan tubuhnya, untuk dapat dilihat dengan leluasa mata-mata lelaki yang tak beradab.
Padahal wanita diperintahkan menjaga kehormatannya, menjaga kemaluannya, menundukkan pandangannya, menjaga diri dari laki-laki, dan menutupi auratnya. Ingatlah saudariku… perintah itu bukanlah nasihat guru agama, bukan pula perkataan seorang ustadz atau ustadzah,  juga bukan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), tetapi perintah itu datangnya dari Allah Ta‘aalaa, Rabb Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk para hamba-Nya.

Penulis : Labiqotul Fatiyasani

Selengkapnya di Artikel Buletin Zuhairoh 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar