Sabtu, 16 April 2016

PAKAIAN dan JOMBLO

“Di antara kalimat kenabian yang mula-mula adalah”, demikian sabda Rasulullah ﷺ yang dirakam Imam Al Bukhari, “Jika kau tak lagi malu, berbuatlah sekehendakmu.” Maka malu adalah sikap terhormat yang senantiasa dimuliakan dalam semua risalah. Dan salah satu penanda paling lahiriah dari rasa malu kita adalah pakaian yang kita kenakan. “Hai anak cucu Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian yang indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik..” (QS Al A’raaf [7]: 26).

Allah menggunakan kata “menurunkan”, sebab -wallaahu a’lam-, sungguh ia semula adalah air yang turun dari langit ke bumi, lalu menumbuhkan kapas katun di ladang-ladangnya, menyigrakkan rumput-rumput yang diasup para domba wol di gembalaannya, memekarkan dedaun murbei yang dikunyahi para ulat sutera di peternakannya, dan berbagai lain-lainnya.

Pertama-tama, menutup ‘aurat adalah hajat pokok kita, sebab sungguh ternyata di antara kesukaan syaithan adalah melihat kepada ‘aurat ini, yang sebab itu pula dengan gigih ia menggelincirkan ayah dan ibu kita dalam dosa hingga keluar dari surga. “Wahai anak cucu Adam, janganlah kalian tertipu oleh syaithan, sebagaimana dia telah mengeluarkan ibu-bapak kalian dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya.” (QS Al A’raaf [7]: 27).

Maka berkata Al ‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz ibn Baz, “Sesungguhnya ketika Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga, salah satu kehinaan yang terasa bagi mereka adalah dibukanya ‘aurat sehingga harus memakai dedaun surga untuk menutupinya. Maka kaum yang menyukai ketelanjangan adalah tanda dijauhkannya rahmat Allah dan surga dari mereka.” Dalam kisah terindah tentang lelaki paling tampan dalam Al-Qur'an, kita menemukan bahwa pakaianlah yang menjadi wasilah dusta serta makar saudara Yusuf dengan lumuran darah palsu. Pakaian pula yang menjadi bukti pembela kesucian Yusuf ketika digoda sang wanita muda, cantik, lagi bangsawan di rumahnya dengan koyak bagian belakangnya.

Pakaian pula yang mengembalikan penglihatan sang Ayah nan amat sabar mengadu hanya pada Allah dan menanti perjumpaan kembali dengan seluruh keluarganya. “Pakaian taqwa itulah yang terbaik”, sebab sesiapa yang menjadikan ketaqwaan pada Allah sebagai penjaga, penabir, dan perhiasan bagi dirinya, takkan ada seorangpun yang mampu melihat ‘aib celanya. Pakaian pula yang menjadi perumpamaan keberpasangan suami dengan istri. “..Mereka adalah pakaian bagi kalian dan kalian adalah pakaian bagi mereka..” (QS Al-Baqarah [2]: 187)

Jika istri adalah pakaian bagi suaminya; yang menutupi aibnya, memperindahnya, dan menjaganya dari dosa; mengherankan masih banyak pemuda yang betah tak berpakaian dengan menunda-nunda pernikahan. Demikian di antara tadabbur Dr. Nashir ibn Sulaiman Al 'Umar.  (Salim A. Fillah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar