Rabu, 17 Februari 2016

Antara Mashlahat dan Mafsadat

Diantara keindahan islam adalah mempertimbangkan antara mashlahat dan mafsadat. Bahkan semua syariat Islam tak lepas dari mendatangkan mashlahat dan menolak mudlarat. Islam memerintahkan kepada semua perkara yang mashalahatnya murni atau lebih besar. Dan melarang semua yang mudlaratnya murni atau lebih besar. Adapun jika berimbang, maka hendaknya berijtihad untuk melihat dan tidak tergesa gesa untuk bersikap.
Namun, terkadang dalam perkara yang tidak ada nashnya. Seringkali terjadi perbedaan dalam melihat mashlahat dan mafsadat, terlebih di zaman ini yang amat banyak problematika dan warna warni kehidupan. Terkadang terjadi ijtihad para ustadz dalam menimbang mashlahat dan mafsadah, yang satu berpendapat untuk menjauhi misalnya, yang lain berpendapat untuk mendekati karena ia memandang adanya mashlahat..

Masalah Kajian di Rumah
Ini pun terjadi perbedaan ijtihad yang sedang hangat pada sebagian penuntut ilmu, karena sebagian ustadz berpandangan bahwa kajian di masjid lebih besar mashlahatnya dibandingkan di rumah. Sedangkan ustadz lain berpendapat bahwa tidak mutlak demikian, karena di sebagian tempat yang tidak diizinkan di masjid, mengharuskan kajian di rumah rumah.
Penulis sendiri mempunyai pengalaman dalam hal ini. Di kota wisata sana, kajian di mulai dari rumah ke rumah karena masjid tidak memperkenankan, hasilnya alhamdulillah, semakin marak dan banyak yang tertarik, hingga akhirnya diizinkan kajian di masjid.
Beberapa kajian yang besar seperti MT Babussalam, tadinya pun dimulai dari rumah yang kemudian semakin banyak dan tak menampung lagi.

Kajian di Hotel
Inipun tak berbeda dengan sebelumnya, sebagian menganggap bahwa kajian di hotel tak selaras dengan hadits hadits yang menyuruh agar dekat kaum miskin dan tidak eklusif. Sementara sebagian lagi memandang bahwa itu memberi mashlahat agar orang orang kaya agar mau tertarik kepada sunnah, dan lebih memberi warna kebersamaan dan kekeluargaan.
Yang jelas, semua ini adalah masalah ijtihadiyah yang tidak ada nashnya. Masing masing melihat kemashlahat dari sisi yang berbeda. Namun tujuannya semua adalah bagaimana mengembangkan dakwah yang haq ini.
Tentunya, kewajiban para penuntut ilmu memandang semua ini dengan sikap arif dan bijak. Bukan memperkeruh suasana dengan sikap yang tidak baik, karena perbedaan ijtihad adalah perkara yang lumrah. Semua mereka tujuannya adalah berusaha memperluas dakwah, agar manusia kembali kepada sunnah.
Tak perlu menyinyir, tak perlu menyindir, semua kita bergandeng tangan, untuk meniti jalan surga..

Ustadz Abu Yahya Badru Salam    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar