Rabu, 30 Desember 2015

Ketundukan

Al-Istikanah, termasuk dalam kelaziman cinta dan hukum-hukumnya, bukan termasuk istilah cinta yang khusus. Arti asalnya adalah tunduk. Allah ta'ala berfirman;

فَمَا اسْتَكَانُوا۟ لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ  .......
...., maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon (kepada-Nya) dengan merendahkan diri. (QS. al-Mukminuun (23) : 76).

..... فَمَا وَهَنُوا۟ لِمَآ أَصَابَهُمْ فِى سَبِيلِ اللَّـهِ وَمَا ضَعُفُوا۟ وَمَا اسْتَكَانُوا۟  .....
..., mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh), .... (QS. Ali Imran (3) : 146).

Kata ini merupakan bentuk merupakan bentuk istaf'ala dari kata al-kaun. Bentukan ini memang sudah pas. Adapun makna al-mustakinnu adalah orang yang tenang dan tunduk, kebalikan dari orang yang gegabah tidak hati-hati. Tetapi makna ketenangan ini tidak sesuai untuk bentukkan kata diatas. Jika menurut bentuk ifta'ala, berarti istakanna. Sebab disini tidak disebutkan istaf'ala dari kata al-kaun, seperti kata istiqam. Al-Kaun artinya keadaan yang menggambarkan kepasrahan, kerendahan dan ketundukan. Tindakan ini terpuji jika ditujukan kepada Allah ta'ala, dan dicela jika ditujukan kepada selain Allah ta'ala. Dalam sebuah hadits disebutkan; "Aku berlindung kepada-Mu dari pengurangan setelah penambahan". (HR. Muslim, at-Tirmidzy, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).
---------------
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979.

Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin; Ibnu Qayyim al-Jauziyyah; Penerbit Darul Falah Jakarta Timur, cetakan kesebelas : Jumadil Tsani 1423H (2002 M), halaman 23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar