Minggu, 29 November 2015

Kisah Romantis Penuntut Ilmu di Kota Nabi

Tersebutlah sebuah kisah nan romantis di Kota Madinah tempo dulu. Tepat di zaman khilafah Islamiyah masih tegak seraya mengibarkan sayapnya dengan Kalimat Lailahaillaallah mulai dari sebagian dataran cina hingga hampir mendekati batas kota Paris, Perancis. Hal ini tidaklah mengherankan, karena para khalifah serta rakyatnya dahulu sangat menghormati para Ulama yang mengajarkan Sunnah-sunnah Rasulullah shalaallahu'alaihi wasallam.
Tepat di kota Madinah An-Nabawiyah hiduplah seorang Ulama yang sangat berwibawa dan shalih. Beliau bernama Said bin Musayyib, seorang Tabiin senior yakni mereka yang pernah bertemu dan melihat orang yang sempat melihat wajah Rasulullah, para sahabat Nabi. Seorang yang sangat menjaga shalat berjamaah hingga diceritakan bahwa belum pernah beliau terlihat selama 40 tahun kecuali berada di shaff pertama. Beliau juga telah berhaji selama 40 kali selama hidupnya. Juga seorang ayah yang bertanggung jawab kepada anak-anaknya sehingga ketika khalifah hendak meminang putrinya justru beliau tolak lantaran khawatir akan keimanan putrinya apabila nanti dikelilingi harta dan istana walaupun kemudian beliau disiksa akibat penolakannya itu.
Sebenarnya kisah romantisnya bermulai dari seorang santrinya yang beruntung. Walaupun kemiskinan menjerat lehernya ia tetap serius menuntut ilmu kepada Said bin Musyayyib di mesjid Nabawi. Ia bernama Abu Wadaah. Mari kita dengarkan cerita dari beliau sendiri :
''Dahulu aku senatiasa berdiam diri di Mesjid Nabawi untuk menuntut ilmu agama. Akupun memilih Halaqah-(kajian)-nya Syaikh Said bin Musayyib, seorang Ulama yang selalu dipuji oleh manusia.
Suatu ketika aku tidak hadir di kajian beliau selama beberapa hari karena suatu sebab. Sehingga Syaikh merasa kehilanganku dan menyangka bahwa aku tertimpa penyakit, atau ada masalah sehingga tak bisa hadir di kajian seperti biasannya.
Beliau bertanya kepada murid-muridnya yang lain tentang ke-Alpaanku, namun tidak ada yang tahu tentangku. Setelah beberapa hari aku alpa, aku kembali hadir di majlisnya kemudian beliau menyambut kedatanganku dan bertanya tentang sebab alpaku.
Said : '' Kemanakah engkau beberapa hari ini wahai Abi Wadaah?
Aku :'' Wahai Syaikh...Sesungguhnya aku tertimpa musibah...istriku wafat sehingga aku disibukkan karenanya.''
Said :'' Kenapa engkau tidak mengabarkannya kepada kami sehingga kami bertakziyah kepadamu dan menyaksikan jenazahnya bersamamu dan membantumu meringankan bebanmu.''
Aku :'' Saya tidak ingin merepotkanmu wahai Syaikh...semoga Allah membalas kebaikanmu''
Ketika aku hendak bangkit untuk pulang maka beliau memintaku agar menetap bersamanya sebentar hingga bubarlah orang-orang yang ikut kajian, kemudian beliau berkata ;
Said :''Tidakkah engkau berpikir untuk menikah lagi wahai Abi Wadaah?''.
Aku :'' Semoga Allah merahmatimu wahai Syaikh...siapalah yang sudi kiranya menikahkan putrinya denganku yang lahir dalam keadaan yatim lagi fakir tak berharta... lagipula aku hanya punya dua atau tiga dirham saja?''
Said :'' Saya yang akan menikahkan putriku denganmu'', mendadak kaku lidahku ...
Akupun berkata :'' engkau akan menikahkanku dengan putrimu sedangkan engkau tahu bahwa aku ini seperti tadi.. tak punya apa-apa!!''.
Said :'' Benar saya telah nikahkan engkau dengan putriku, karena kebiasaan kami yakni para Ulama adalah segera menikahkan putrinya apabila kami ridho kepada orang yang agama dan akhlaknya baik. Dan kami ridho akan ketulusan akhlak serta agamamu.
Kemudian beliau menoleh kepada orang-orang disekitar kami serta memanggil mereka.
Ketika mereka telah hadir semua, beliaupun bertahmid kepada Allah serta memuji-Nya, dan bershalawat kepada Rasulullah shalaallahu 'alaihi wasallam dan mengucapkan akad nikah atas anaknya untukku dan menjadikan mahar kami hanya dua biji uang dirham saja.
Maka aku bangkit dari mesjid nabawi dalam keadaan linglung entah karena senang atau tidak percaya apa yang barusan terjadi, kemudian aku menuju rumahku, dan ketika itu aku sedang berpuasa, hingga aku pun lupa akan berbuka.
Maka aku berkata kepada diri sendiri :'Celaka kamu Abu Wadaah, apa yang barusan tadi kamu perbuat, kemana engkau akan mencari pinjaman, kepada siapa kamu hendak meminta uang..?''
Akupun terus dalam keadaan demikian hingga azan shalat maghrib dikumandangkan. Maka akupun shalat maghrib berjamaah, dan aku pulang lantas duduk didepan makananku yang hanya roti tawar dan sedikit minyak. Baru saja kumakan roti itu setelan atau dua telan. Tiba tiba ada orang yang mengetuk-ngetuk pintu rumahku.
Aku :''Siapa diluar?
Maka orang itu berkata :'' Aku ...Said''
Aku pun berpikir siapa orang yang kukenal bernama Said. Ternyata tidak ada yang bernama Said kecuali Syaikhku...Said bin Musayyib.
Itu karena beliau tak pernah pergi keluar rumah selama 40 tahun kecuali hanya ke mesjid Nabawi saja.
Maka perlahan ku buka pintu, maka ternyata memang Syaikh Said bin Musayyib. Maka aku berpikir bahwa beliau telah berubah pikiran akan pernikahan aku dengan putrinya.
Aku :'' Wahai Syaikh kami ...tidakkah engkau mengutus seseorang biar aku saja yang ke rumahmu..''
Said :'' Bahkan kamulah yang patut saya datangi hari ini juga..''
Aku :'' Silahkan masuk wahai Syaikh.''
Said :'' Tidak perlu wahai muridku..aku datang kesini karena suatu perkara..karena putriku kini telah menjadi istrimu sebagaimana syariat Allah menentukan, maka aku tahu tidak ada orang yang menjadi pelipur akan kesedihanmu..maka aku tak suka jika engkau bermalam sendirian di rumah sedangkan istrimu di tempat orang lain...maka aku membawanya kesini.''
Aku :'' Aduh...celaka diriku...engkau membawanya kemari !!?''
Said :'' Iya begitulah''
Maka aku melihat putri beliau dari bayangannya yang tinggi...
Kemudian Syaikh Said menoleh ke arah putrinya dan berkata : '' Masuklah ke rumah suamimu dengan nama Allah dan berkah-Nya wahai putriku..''
Maka ketika hendak melangkah kedalam dengan malu-malu...bajunya terinjak dan hampir saja terjatuh.
Sedangkan aku hanya berdiri terdiam bingung...apa yang hendak aku ucapkan kepada putrinya guruku.
Kemudian aku mendahulinya dan memindahkan posisi piringku di belakang lampu agar ia tak melihat makananku yang hanya roti kering dan minyak.
Kemudian aku menuju atap rumahku dan memanggil para tetangga sekitar, mereka pun berdatangan dan bertanya:'' Apa yang terjadi denganmu ?''.
Aku berkata :'' Aku telah dinikahkan oleh Said bin Musayyib dengan anaknya tadi siang di mesjid Nabawi. Bahkan barusan beliau datang bersama putrinya ke rumahku ketika aku sedang lalai tadi. Tolong minta kepada istri-istri kalian agar menemaninya di rumahku ..aku hendak pergi ketempat ibuku. Karena rumahnya cukup jauh dari sini.''
Kemudian seorang nenek tua berkata : '' Hai kamu...tahukah kamu apa yang kamu dongengkan tadi..engkau dinikahkan dengan putrinya Said bin Musayyib?? kemudian mengantarkannya sendiri kerumahmu..?
Maka aku katakan : ''Benar, ini sekarang dia berada di dalam rumah...maka cepatlah kesini dan lihatlah dirinya..''.
Maka para tetangga pada berdatangan ke rumah dengan keheranan dan penuh penasaran. Hampir-hampir saja mereka tidak percaya, mereka pun menemaninya dan aku pergi ke rumah ibuku.
Kemudian tak berapa lama kemudian...ibuku datang ke rumahku, ketika ia melihat putri Said bin Musayyib ia berkata kepadaku :''Janganlah kamu kemari hingga kau biarkan aku bersama istrimu hingga aku tahu keadaannya''.
Aku berkata :''Silakan ibu,...sebagaimana engkau mau''.
Kemudian ibuku tinggal bersamanya selama tiga hari..setelah itu beliau menyerahkannya kepadaku.
Kemudian ibu berkata :'' Betapa beruntungnya engkau..ternyata istrimu adalah wanita paling jelita se Madinah.. juga wanita yang paling hafal Al-Quran... dan paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah shalaallahu 'alaihi wasallam... dan wanita yang paling faham akan hak-hak suami.''
Maka akupun tinggal bersama istriku selama beberapa hari sedangkan tidak ada yang berkunjung selama itu...
Kemudian setelah hampir sebulan kami berbulan madu.. aku pun kembali hadir di majlis Syaikh Said bin Musayyib... aku pun mengucapkan salam kepadanya dan ia menjawab salamku...
Setelah majlis selesai... dan tidak tersisa kecuali kami berdua beliau berkata :'' Bagaimana kabar istrimu wahai Abi Wadaah?''
Aku :'' Alhamdulillah wahai syaikh''.
Maka ketika aku pulang ke rumah...ternyata Syaikh telah memberi kami uang yang banyak untuk kehidupan kami.''

Faedah Kisah :
1. Anjuran menikahkan putri dengan lelaki shalih dan akhlaknya baik.
2. Derajat tertinggi di dalam pilihan calon pengantin adalah Agama.
3. Lelaki shalih hanya untuk wanita Shalihah begitu sebaliknya.

Di terjemahkan dari صور من حياة التابعين
oleh Admin Suara Madinah

07-02-1436 H
Madinah An-Nabawiyah
Awal musim dingin tahun lalu.
Suara Madinah    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar