Kamis, 25 Agustus 2016

Berdo'alah Kepada-KU

Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) : 186, Allah ta'ala berfirman :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku dekat. Aku memperkenankan permohonan orang yang berdo'a apabila dia berdo'a kepada-Ku; sebab itu hendaklah mereka memohon perkenan kepada-Ku dan iman kepada-Ku supaya mereka memperoleh petunjuk. (186).

Asbabun Nuzul
Ayat ini turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi ﷺ yang bertanya : "Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat / memohon kepada-Nya, atau jauh sehingga kami harus menyeru-Nya?". Nabi ﷺ terdiam, hingga turunlah ayat ini (QS. 2 : 186) sebagai jawaban terhadap pertanyaan itu. (HR. Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih dan Abusy-Syaikh).
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Ali bin Abi Thalib رَضِيَ اللََّهُ عَنْه, ayat ini (QS. 2 : 186) turun berkenaan dengan sabda Rasulullah ﷺ : "Janganlah kalian berkecil hati dalam berdo'a, karena Allah ta'ala telah berfirman "Ud'uni astajib lakum". (QS al-Mu'min (40) : 60)". Berkatalah salah seorang diantara mereka, "Wahai Rasulullah ! Apakah Tuhan mendengar do'a kita atau bagaimana?" Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (QS. 2 : 186). (HR. Ibnu 'Asakir).
Menurut riwayat lain yang bersumber dari 'Atha bin Abi Rabah رَضِيَ اللََّهُ عَنْه, setelah turun ayat "Waqala rabbukum ud'uni astajib lakum" (QS. al-Mu'min (40) : 60), para sahabat tidak mengetahui bagaimana yang tepat untuk berdo'a. Maka turunlah ayat ini (QS. 2 : 186). (HR. Ibnu Jarir).

Tafsir Ayat
QS. 2 : 186. "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku dekat. ...". Oleh sebab Allah dekat dari kita hamba-hamba-Nya, silahkan memohon dengan ikhlas. Dan tidaklah jauh, lantaran Dia disisimu, tak usah bersorak keras-keras memanggil-manggil nama-Nya. Apa guna suara keras demikian, padahal Dia lebih dekat kepada urat lehermu sendiri.
Lantaran Dia dekat, tidaklah perlu memakai orang perantaraan atau wasilah. Sangatlah kurang busi kalau kita meminta dengan memakai perantara, padahal terang-terang Dia telah membuka pintu dengan firman-Nya, "Ud'uunii astajib lakum" (Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu) (QS. al-Mu'min (40) : 60). Di dalam surat al-Waaqiah (56), tentang seseorang yang telah menarik nafasnya yang penghabisan, saat sakaratil maut, Tuhan pun ada disana, "Wa nahnu aqrabu ilaihi minkum walakil laa tub shiruun" (... dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu tetapi kamu tidak melihat). (QS. al-Waaqi'ah (56) : 85). Tidaklah perlu kita memakai berbagai penaksiran perihal dekatnya Tuhan kita. Yang penting ialah memohon langsung kepada-Nya. Jangan memakai perantara. Kalau Dia sendiri telah menyatakan Dia dekat, guna apa kita mencari perantara lagi?  "... . Aku memperkenankan permohonan orang yang berdo'a apabila dia berdo'a kepada-Ku; ...". Tuhan telah menutup pintu yang lain. Tuhan menyuruh kita langsung kepada-Nya. Tuhan telah menjelaskan disini, kepada-Ku saja, supaya permohonanmu terkabul. "...; sebab itu hendaklah mereka memohon perkenan kepada-Ku dan iman kepada-Ku supaya mereka memperoleh petunjuk".
Terang sekali ayat ini, tidak berbelit-belit.
Pertama, Tuhan itu dekat.
Kedua, segala permohonan dari hamba-Nya yang memohon akan mendapat perhatian sepenuhnya.
Ketiga, supaya permohonan itu mendapat perhatian Ilahi, hendaklah si hamba menyambut terlebih dahulu bimbingan dan petunjuk yang diberikan Tuhan kepadanya.
Keempat, hendaklah percaya benar-benar, beriman benar-benar kepada Tuhan.
Kelima, menyambut seruan Tuhan, percaya penuh kepada Tuhan agar diberi kecerdikan, diberi petunjuk jalan yang akan ditempuh hingga tidak tersesat dan tidak berputus-asa.

Orang yang cerdik bukanlah mendikte Tuhan atas segala pinta. Jangan menentukan sendiri masa bila akan diberi, mengomel jika terlambat diberi. Padahal lambat atau cepat hanyalah ukuran keinginan.
---------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 55 - 56.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 2, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta, cetakan September 1987, halaman 100 - 106.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia, Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs. H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke tujuh 1994, halaman 51.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar