Rabu, 31 Desember 2014

Diam Jauh Lebih Baik

Komunikasi barulah sehat dan berguna apabila prasangka dihilangkan saat berbicara. Apabila kita sudah berprasangka, maka syaitan yang berkuasa. Bila sudah begini diam jauh lebih baik, karena bicara jadinya dosa. Emosi cenderung membuat kita mencari-cari salah bukan solusi. Memojokkan lawan bicara bukan menuntun dan menyemangati. Prasangka buruk berujung menghakimi, tak peduli tak mau mengerti. Bila dari awal sudah menyimpulkan, lalu apa gunanya diskusi? Dan bila syaitan sudah mengambil alih, tanda-tandanya terlihat di lisan; kasar, kotor, penuh caci maki dan celaan, semua sarat keburukan. Dan kata-kata yang dilontarkan memang diniatkan untuk menyakiti, karena hati berpenyakit senang orang lain sakit tersebab dirinya.
Dari situ diskusi berubah menjadi bagaimana menjatuhkan manusia, serang kehormatan dirinya, bukan lagi diskusi tataran ide, tapi individu. Mereka lupa akal bisa ditakluk dengan dalil tapi hati jadi terkunci, akal melihat pada dalil, namun hati tertakluk pada akhlak ranggi. Tak ada arti ilmu tanpa adab, dan adab itu bersumber dari iman, maka ilmu yang tak membuat beradab, jauh dari keimanan
Seorang pendakwah takkan pernah berkata kasar dan buruk akhlak, karena dia tahu persis, kasar itu menjauhkan dirinya dari mad'u. Dan ingat yang paling penting dalam diskusi bukan yang berdiksusi, tapi semua yang mengetahui diskusi tersebut, mereka yang menilai. Diskusi bukan soalan menang atau kalah, atau siapa yang lebih pintar, tapi siapa yang bisa mendekatkan yang lain pada hal yang lebih benar.
Jadikan akhlak yang mulia sebagai pakaian, lisan baik sebagai hiasan, biar Allah yang menilai, karena Allah yang memiliki hati manusia. Dan dewasalah dalam berkomunikasi dan berdiksusi, awasi dan jaga lisanmu sendiri bukan lisan saudaramu. (Ustadz Felix Siauw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar