Kamis, 14 Agustus 2014

Kehidupan Sosial pada Masa Umar bin Khattab (10)

Pertentangan Mentalitas Jahilah dengan Mentalitas Islam
Ustaz Ahmad Amin dalam Fajrul Islam telah melukiskan dengan baik sekali hal ini dengan mengatakan : “Sebenarnya pertentangan antara sikap mental Islam dan segala kecenderungannya, dengan sikap mental jahiliah dan segala kecenderungannya besar sekali, dan dalam waktu cukup lama. Islam tidak mewarnai masyarakat Arab dengan satu identitas yang sama. Tetapi pengaruh ajaran Islam yang terbaik terdapat pada kaum Muhajirin dan Ansar yang mula-mula. Mereka memeluk Islam dengan sepenuh hati, mereka benar-benar ikhlas dan melaksanakan semua perintahnya. Kebalikannya mereka yang masuk Islam pada waktu penaklukan Mekah atau sesudahnya, mereka masih tetap dalam kekufuran dan keras kepala. Karena mereka melihat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabat-sahabatnya di pihak yang menang, maka tak ada jalan lain mereka pun masuk Islam. Keimanan mereka masih tipis. “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berjuang sebelum memperoleh kemenangan (penaklukan Mekah). Derajat mereka lebih tinggi daripada yang menafkahkan dan berjuang kemudian. Kepada mereka masing-masing Allah menjanjikan balasan yang baik.” (TQS. al-Hadid (57) : 10). Memang tepat sekali para sejarawan membagi para sahabat ke dalam beberapa tingkat sesuai dengan peringkat mereka. Mereka dibagi ke dalam dua belas tingkat. tingkat terakhir yang menerima Islam pada waktu penaklukan Mekah itu.
Umar termasuk di antara kaum Muslimin yang paling baik pengertiannya tentang pokok-pokok dan kaidah-kaidah agama dan yang terbaik pula perhitungannya sehingga ia dapat mewujudkan bentuk serta kepastian dasar-dasar dan kaidah-kaidah itu. Oleh karena itu ia ingin sekali membuang jauh-jauh segala kebiasaan Arab masa jahiliah, yang oleh Islam tidak diakui, dan memberikan satu warna dengan warna agama baru ini dalam segala manifestasi kehidupannya. Islam pada dasarnya adalah sebuah kedaulatan, dan kedaulatan ini terutama sekali adalah spiritual. Karenanya ia hendak menjalin hati nurani manusia dengan ikatan persaudaraan dan persamaan, dan “Tidak akan sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” Dengan demikian tak ada jalan lain bagi penanggung jawab prinsip-prinsip agama ini selain harus melindungi prinsip-prinsip itu dari segala anasir yang menyimpang dari tujuannya atau hendak mengabaikan pelaksanaannya.
Dalam hal ini sikap Umar memang tegas sekali, sangat keras dan tak pernah ragu atau akan bersikap lemah. Ia menegakkan hukum Allah, dan sesudah bermusyawarah dengan para ahli, ia melaksanakan hukum itu sesuai dengan tujuan-tujuan Islam. Kita sudah melihat bagaimana ia memperlakukan mereka yang minum minuman keras di Syam dan di luar Syam. Disebutkan bahwa pernah ia meminta pendapat para sahabat mengenai khamar yang diminum seseorang, Ali bin Abi Talib menyarankan : “Pendapat saya didera dengan delapan puluh pukulan seperti hukum tuduhan palsu sebab kalau dia minum ia akan mabuk, kalau sudah mabuk mengigau, kalau sudah mengigau berdusta.” Maka mengenai minuman keras ini Umar memberlakukan hukum cambuk delapan puluh kali. Dengan ijmak (konsensus) Muslimin waktu itu tindakannya ini dipandang sebagai hukuman bagi peminum minuman keras.*)

Jasa Umar dalam Perkembangan Kehidupan di Negeri Arab
Bahwa kehidupan sosial di masa Umar sangat terpengaruh oleh berbagai macam faktor, yang sebagian besar belum ada pada masa Nabi, dan sebagian lagi belum tampak pengaruhnya pada masa Abu Bakr. Beberapa adat jahiliah yang sudah terhapus, sejak orang-orang Arab menyatakan keislamannya sebelum Rasulullah wafat, di antaranya sudah hilang karena keadaan. Kemudian dari waktu ke waktu kembali muncul, yang menandakan bahwa akarnya masih hidup merasuk, siap akan tumbuh dan berkembang lagi. Itulah yang dibentuk oleh Islam dalam hati orang yang sudah mengambilnya sebagai ideologi dan kebiasaan baru, yang sebelum itu tak pernah dialami, dan peradaban yang dialami kaum Muslimin di negeri-negeri yang baru ditaklukkan, yang kenyataannya belum biasa mereka hadapi. Sesudah mereka berbaur dan bergaul dengan penduduk. ternyata hal itu dapat mereka terima dan mereka cerna dengan baik.
Dalam perkembangan ini faktor ekonomi juga tidak kurang pengaruhnya dari faktor-faktor yang lain. Kemenangan telah memberikan kemakmuran kepada kebanyakan mereka sehingga hidup mereka lebih mudah, dan kesempatan ini pun mereka manfaatkan. Lebih-lebih lagi mereka yang pergi ke Irak, ke Syam dan ke Mesir, karena kehijauan dan kesuburan tanahnya sangat memudahkan mereka memperoleh berbagai macam keperluan, yang tidak mudah diperoleh di daerah-daerah pedalaman. Sebaliknya mereka yang tinggal di kawasan Semenanjung, perolehan mereka yang sudah ditentukan oleh Umar membuat mereka mampu mengadakan segala yang pernah mereka ketahui di zaman jahiliah, seperti yang sudah digambarkan di sebelumnya.
Perkembangan ini telah memberi semangat dalam kehidupan mental, yang bagi orang Arab ketika itu terbatas pada masalah ijtihad dengan pikiran dalam hal yang tidak terdapat dalam Qur’an dan sunah Rasulullah. Barangkali kita masih ingat kata-kata Abu Bakr dalam sakitnya yang terakhir: “Coba ketika itu kutanyakan kepada Rasulullah tentang warisan kemenakan perempuan dari pihak saudara laki-laki dan saudara perempuan dari pihak bapa. Dua hal ini masih mengganggu pikiranku.” Di masa Umar itulah dan di masa-masa berikutnya ijtihad dengan pikiran berkembang terus-menerus, maka fikih Islam itulah hasilnya.
Perkembangan ini juga telah membuka cakrawala baru dalam sejarah bangsa-bangsa yang telah dibebaskan oleh kaum Muslimin, juga memberi pengaruh yang dalam ke dalam kehidupan masyarakat Arab sendiri. Cakrawala baru ini sudah terlihat terutama di Irak. di Syam dan di Persia, kendati pada masing-masingnya berbeda sesuai dengan perbedaan suku bangsa mereka. Soalnya, karena di Irak dan di Syam terdapat kabilah-kabilah Arab yang menyambut Islam dan terpengaruh oleh ajaran-ajarannya. Sekalipun mereka yang tetap bertahan dengan agama mereka, juga terpengaruh oleh sistem politik dan ekonomi yang dibawa oleh Islam. Sebaliknya Persia, cakrawala dan kecenderungannya memang berbeda dengan Irak dan Syam.
Pengaruh yang dibawa oleh kemenangan Islam ketika mula-mula di Mesir. Pengaruh ini berbeda dengan yang ada di Irak, di Syam dan di Persia, karena politik Amr bin As di Mesir tidak sama dengan politik Khalid bin Walid di Irak pada masa Abu Bakr, juga tidak sama dengan politik para penguasa yang memerintah di Syam setelah pembebasan negeri itu. Struktur politik di Mesir tidak seperti di Persia yang merdeka sementara Mesir di bawah kekuasaan Rumawi. Tetapi dari segi perbedaannya dengan Arab keduanya sama : Penduduknya, ras, bahasa dan agamanya. Sungguh pun begitu, pengaruh politik Amr bin As bukan tidak kuat dalam mengubah orang-orang Mesir menjadi umat Islam yang berbahasa Arab, dan setelah itu menjadi jantung dunia Islam serta pusat peradabannya.
Pengaruh Umar besar sekali dalam menyelesaikan perkembangan mengenai kehidupan masyarakat di negeri-negeri Arab itu. Rasanya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa jasanya dari segi ini tidak kurang dari jasanya dari segi politik. Pengaruh Umar dalam membawa perkembangan itu tidak hanya terbatas pada apa yang sudah beliau kerjakan, tetapi ijtihadnya dengan cara menggunakan pikiran juga merupakan pengaruh terbesar dalam hal ini, begitu juga pengaruh demikian itu sangat terasa dalam kehidupan Muslimin yang lain.

Catatan :
*) Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Rasulullah pernah menghukum peminum minuman keras. Almarhum Muhammad al-Khudari dalam bukunya. Tarikh at-Tasyri’ al-Islami menyebutkan dengan mengacu pada Qur’an mengenai hukuman itu, yakni tentang hukum kisas, hukum zina, hukum fitnah, hukum pencurian dan hukum perampokan. Kemudian katanya : “Dalam Qur’an tak ada hukuman lain selain yang kami sebutkan itu. Dalam Sunah sudah diterangkan tentang adanya hukuman yang keenam, yaitu hukuman bagi peminum khamar; Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam sudah pernah menghukumnya.”
-------------------------
Umar bin Khattab, Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011, halaman 674-677.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar