Kamis, 17 Juli 2014

Mu’adz bin Jabal, Terimakasih Guru

TIME TUNNEL. Kedatanganku berjamah dzuhur di Masjid Menara, Jl. Layur No. 33 Semarang adalah panggilan hati menapak-tilasi sebuah perjalanan di awal abad ke-19, tepatnya tahun 1802. Dimana para pedagang Arab yang berasal dari Hadramaut Yaman telah membangun sebuah masjid disamping bekas mercusuar yang kini dialih fungsikan menjadi menara Masjid.
Keinginan untuk menapak-tilasi semangat keislaman para pedagang dari Hadramaut Yaman inilah yang membawa ku berjamaah di Masjid Menara, dan termotifasi juga dari hadist Rasulullah  ﷺ : Ibn Abbas r.a. berkata : Ketika Nabi  ﷺ mengutus Mu’adz ke Yaman berkata : Ajaklah mereka supaya percaya bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Saya utusan Allah, kalau mereka telah ta’at kepada itu, beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka sholat lima waktu sehari semalam, kalau mereka telah ta’at kepada itu, beritahukan bahwa Allah mewajibkan atas mereka sedekah yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan (dikembalikan) kepada orang fakir miskin mereka. Aku hanya berfikir sebuah pengajaran yang runut dan penuh berkah yang bersumber pada Rasulullah  ﷺ yang disampaikan ke Mu’adz bin Jabal r.a. dan disampaikan para ulama shalafush-sholihin Yaman dan diteruskan kepada para ulama shalafush-sholihin negeriku ini. Seperti yang aku ketahui dari pelajaran-pelajaran sekolah dahulu, bahwa para pedagang Arab sampai ke Indonesia bukan semata-mata urusan berdagang, tetapi mereka juga mengemban misi syiar Islam.

Mu’adz bin Jabal
Dalam perjalanan waktu-ku mengenalkan beliau sebagai salah satu dari 70 orang Anshar yang mengambil bai’at pada Rasulullah  ﷺ di ‘Aqabah. Kala itu beliau masih anak-anak dengan wajah berseri, tampan berkulit hitam manis dan bergigi putih berkilat serta menarik penuh ketenangan. Kelebihan beliau yang menonjol dan istimewa adalah keahliannya dalam ilmu fiqih (ilmu hukum). Rasulullah  ﷺ sendiri pernah memuji beliau; “Ummatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu’adz bin Jabal”.
Dan ketika Rasulullah hendak mengirimkan beliau ke Yaman, terlebih dahulu ditanyai oleh Rasulullah  ﷺ ;
“Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu’adz?” “Kitabullah”, ujar Mu’adz. “Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?”, Tanya Rasulullah  ﷺ pula. “Saya putus dengan Sunnah Rasul”, ujar Mu’adz. “Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah?” “Saya pergunakan fikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia”. Maka berseri-serilah wajah Rasulullah ﷺ, sabdanya : “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridloi oleh Rasulullah….”.
Kemampuan berijtihad dan keberanian menggunakan otak dan kecerdasannya ialah yang menyebabkan Mu’adz berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fiqih.
Dan do’a “ALLAHUMMA A’INNI ALADZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBADATIKA”, mungkin do’a yang sering dibacakan secara berjamaah ketika seusai sholat oleh kebanyakan Muslim di Indonesia. Hal ini tentunya tak lepas dari sang guru yang ditugaskan ke Yaman, Mu’adz bin Jabal. Hal ini diceritakan oleh beliau sendiri, Mu’adz. Rasulullah  ﷺ memegang tanganku sambil bersabda : Hai Mu’adz sungguh saya kasih padamu, dan berpesan padamu : Jangan kautinggalkan tiap selesai sholat membaca : ALLAHUMMA A’INNI ALADZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBADATIKA, (Ya Allah, tolonglah saya untuk tetap berdzikir pada-Mu dan bersyukur pada-Mu dan menyempurnakan ibadatku kepada-Mu).

Mu’adz senantiasa menyeru manusia untuk mencapai ilmu dan berdzikir kepada Allah, dan katanya : “Waspadalah akan tergelincirnya orang berilmu! Dan kenalilah kebenaran itu dengan kebenaran pula, karena kebenaran itu mempunyai cahaya”.
Pada suatu hari salah seorang Muslim meminta kepada Mu’adz bin Jabal agar diberikan pelajaran. “Apakah anda bersedia mematuhinya bila saya ajarkan?”, tanya Mu’adz. “Sungguh, saya amat berharap akan mentaati anda!”, ujar orang itu.
Maka Mu’adz berkata kepadanya : “Shaum dan berbukalah….! Lakukanlah sholat dan tidurlah …! Berusaha mencari nafkah dan janganlah berbuat dosa …. Dan janganlah kamu mati kecuali dalam beragama Islam….. Serta jauhilah do’a dari orang yang teraniaya….!
--------------------------
Inspirasi :
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I dan II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung.
Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro, Cetakan keduapuluh 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar