Selasa, 17 Juni 2014

Tauhid, energi yang tak pernah habis

TIME TUNNEL. Ketika tiba-tiba terbuka mataku, aku merasa tengah berada dalam sebuah rombongan yang tengah berbaris rapi, rupanya aku berada dalam rombongan pasukan yang tengah persiapan menuju perang Uhud. Ketika Rasulullah tengah memberikan wejangan kepada kami, tiba-tiba kami sontak dikejutkan dengan serombongan pasukan berkuda cilik yang mendekati kami. Dengan menghiba-hiba mereka memohon agar diikut-sertakan dalam barisan Mujahidin.
Rafi’ bin Khudaij tampil dihadapan Rasulullah dengan membawa tombaknya serta mempermainkannya dengan gerakan yang mengagumkan, lalu berkata : “Sebagaimana anda lihat ya Rasulullah, aku adalah seorang pelempar tombak yang mahir, maka mohon aku diijinkan untuk ikut….!”
Rasulullah mengucapkan selamat terhadap pasukan muda Mujahidin yang baru saja memperlihatkan kemampuannya dengan senyuman manis dan ramah, lalu mengijinkannya turut serta.
Melihat kejadian tersebut teman-temannya yang lain pun bangkit semangat.
Samurah bin Jundub tampil dengan penuh sopan memperlihatkan otot lengannya yang kuat kekar, sementara sebagian keluarganya yang sudah ada dalam barisan mengatakan : “Samurah mampu merobohkan badan orang yang tinggi sekalipun….!
Rasulullah mendekati Samurah dan melontarkan senyumannya tanda menerimanya masuk dalam pasukan muda Mujahidin.
Dari kelompok pasukan cilik itu masih tinggal enam orang lagi, diantaranya Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar bin Khattab. Mereka terus berusaha dengan segala upaya minta ikut dalam barisan Mujahidin Uhud. Dihadapan Rasulullah, Zaid berkata : “Wahai Nabi, ijinkan aku ikut berjuang. Aku ingin menjadi bagian dari pasukan Muslimin. Aku ingin berperang mengalahkan musuh-musuh Allah.”
Dan Rasulullah menatap satu persatu enam wajah pasukan kecil itu penuh kasih sayang. “Aku kagum dengan keberanian kalian. Tapi, kalian masih terlalu kecil untuk berperang. Sabarlah! Suatu saat nanti kalian bisa ikut berjuang”, Rasulullah menerangkan penuh kelembutan.
Seorang Muslim dalam rombongan pasukan menceritakan kepadaku bahwa dulu si kecil 13 tahun Zaid bin Tsabit pun meminta ijin Rasulullah ikut berperang saat pasukan Muslimin tengah melakukan persiapan Perang Badr, dia datang dengan membawa sebilah pedang yang digenggamnya menyentuh tanah (karena masih kecil), sehingga saat ia berjalan terdengar suara besi bergesekan dengan kerikil. Dan Rasulullah pun menjawab ijin mereka sama seperti sekarang yang Rasulullah lakukan. Saudara Muslim itu pun menceritakan kepadaku bahwa Zaid bin Tsabit adalah seorang Anshar yang ketika berbai’at kepada Rasulullah usianya masih 11 tahun. “Subhanallah, tauhid yang luar biasa, sekiranya aku bisa menjadi murid Rasulullah pastilah hatiku girang tak terperi”, bisikku dalam hati.
-----------
Inspirasi :
Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro, Cetakan keduapuluh 2006.
Seri 10 Sahabat Cilik Rasul : Zaid bin Tsabit, Rina Novia, Penerbit : Zikrul Hakim, Cetakan pertama 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar