Kamis, 12 Juni 2014

Batik Cipratan

Proses nyiprat lilin malam
Pada hari Senin tanggal 9 Juni 2014 M / 11 Sya'ban 1435 H lalu aku berkesempatan menengok workshop batik karya adik-adik penyandang down syndrom, tuna grahita berat, anak autis, tuna rungu maupun tuna wicara di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang yang beralamatkan di jalan Elang Raya 2 Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tembalang Kotamadia Semarang. Sebuah karya batik sederhana karena dikerjakan tanpa pola motif batik tradisional, motif batik diganti cipratan malam dari sendok sebagai pengganti canting. Pewarnaan menggunakan bahan remasol dan dikunci (difiksasi) dengan waterglass, kemudian direbus (dilorod) untuk menghilangkan lilin malam. 

Proses Membatik
Motif dengan Remasol
Dari pengamatan lapangan, langkah proses membatik adik-adik SLB bisa kusimpulkan sebagai berikut :
Pertama; menyiapkan kain batik dari jenis mori primisima dengan ukuran 225 cm x 115 cm.
Kedua; membentangkan kain yang diikat ujung-ujungnya pada sebuah bidang gawangan yang fungsinya kain yang akan dibatik melayang.
Ketiga; proses cipratan lilin malam ke bidang kain batik yang dikerjakan.
Keempat; membuat motif batik menggunakan warna Remasol.
Kelima; setelah mendiamkan batik yang sudah diwarnai minimal 1 x 24 jam, dilanjutkan dengan fiksasi (penguncian) warna Remasol dengan waterglass yang perbandingannya 1 kg waterglass dicampurkan air 1 liter.
Keenam; setelah didiamkan dalam ruangan teduh dan kondisi media yang difiksasi sudah tidak lengket maka lakukan pencucian dengan air.
Ketujuh; proses nglorot (pesisiran) / ngebyok (Jogja/Solo), yaitu proses menghilangkan malam (lilin batik) pada kain dengan merebus kain dalam campuran air dan soda abu mendidih, kemudian membilasnya dengan air dingin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar