Jumat, 30 Mei 2014

Umar dan Abu Ubaidilah Melantik Abu Bakr

Tetapi Umar tidak akan membiarkan perselisihan itu menjadi perkelahian yang berkepanjangan. Dengan suaranya yang lantang menggelegar ia berkata : “Abu Bakr, bentangkan tanganmu.”
Abu Bakr membentangkan tangan dan oleh Umar ia diikrarkan seraya katanya :
“Abu Bakr, bukanlah Nabi menyuruhmu memimpin Muslimin Shalat? Engkaulah penggantinya (khalifahnya). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini.”
Menyusul Abu Ubaidah memberikan ikrar.
“Engkaulah di kalangan Muhajirin yang paling mulia,” katanya. “dan yang kedua dari dua orang dalam gua, menggantikan Rasulullah dalam shalat, sesuatu yang paling mulia dan utama dalam agama kita. Siapa lagi yang lebih pantas dari engkau untuk ditampilkan dan memegang pimpinan ini!”
Sementara Umar dan Abu Ubaidah membaiat, cepat-cepat datang pula Basyir bin Sa’d memberikan ikrarnya. Ketika itu juga Hubah bin al-Munzir berseru :
“Basyir bin Sa’d! Engkau tidak patuh. Apa gunanya kau berbuat  begitu. Engkau telah menyaingi kepemimpinan itu dengan sepupumu sendiri (maksudnya Sa’d bin Ubadah).”
“Tidak,” kata Basyir, “saya tidak mau menentang hak suatu golongan yang sudah ditentukan Allah.”

Baiat Saqifah oleh Aus dan Khazraj
Usaid bin Hudair, pemimpin Aus, sambil menoleh kepada kaumnya yang juga sedang memperhatikan apa yang dilakukan oleh Basyir bin Sa’d, berkata :
“Kalau sekali Khazraj memerintah kita, maka akan tetap mereka mempunyai kelebihan atas kita dan dengan mereka samasekali kita tidak akan mendapat hak apa-apa. Maka rnarilah sekarang kita baiat Abu Bakr.”
Ketika itu Aus segera bertindak memberikan ikrar kepada Abu Bakr, kemudian disusul oleh Khazraj yang sudah merasa puas dengan kata-kata Basyir itu; mereka juga cepat-cepat membaiat, sehingga tempat di Saqifah itu penuh sesak. Karena makin banyak orang yang datang memberi ikrar hampir-hampir saja Sa’d bin Ubadah terinjak-injak. “Hati- hati, Sa’d jangan diinjak,” suara orang-orang yang pro Sa’d.
“Bunuh saja dia,” kata Umar. “Dia berbahaya!” dilanjutkan dengan kata-kata keras yang ditujukan kepada Sa’d.
“Hati-hatilah, Umar,” kata Abu Bakr mengingatkan Umar. “Dalam suasana begini perlu lebih bijaksana.”
Sekarang oleh kawan-kawannya Sa’ d dibawa masuk ke rumahnya.
Selama beberapa hari ia tinggal di rumah. Kemudian ia diminta agar juga membaiat :
“Datanglah dan baiat dia. Orang semua sudah membaiat, juga golonganmu.”

Sa’d Menolak
Tetapi Sa’d tetap tidak mau. “Tidak. Daripada aku membaiat, biarlah kulepaskan anak-anak panah dalam tabungku ini kepada kalian, biar kepala tombakku berlumuran darah dan pedang yang ada di tanganku kupukulkan kepadamu. Aku akan memerangi kalian bersama keluargaku, bersama pengikut-pengikutku yang masih setia.”
Setelah ucapan demikian itu sampai kepada Abu Bakr, Umar berkata kepadanya : “Jangan biarkan dia sebelum ikut memberi ikrar”
Tetapi Basyir menolak pendapat Umar itu dengan mengatakan :
“Dia keras kepala dan sudah menolak. Dia tidak akan memberi ikrar sebelum dia sendiri, anaknya, keluarganya dan kerabatnya semua terbunuh. Biarkan sajalah. Kalaupun dibiarkan dia tidak akan membahayakan kita. Dia hanya seorang diri.”
Abu Bakr yang mendengar pendapat Basyir itu membenarkan. Oleh mereka Sa’d ditinggalkan. Ia tidak ikut shalat berjamaah dengan yang lain. tidak ikut berhaji dan bertolak dari Arafah bersama yang lain. Ia tatap bertahan dengan caranya itu sampai Abu Bakr wafat.
-------------------------
ABU BAKR AS-SIDDIQ, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Keduabelas, Januari 2010, halaman 44 - 45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar