Jumat, 25 April 2014

Sisi Lain dari Peristiwa Hudaibiyah

TIME TUNNEL. Selepas dluha ingin hati berkelana ke masa ke-Rasul-an. Segera saja aku menuju mesin waktu dikamarku. Dan beberapa saat kemudian aku sudah berada di perkebunan kurma, lalu kulangkahkan kakiku menuju pasar Madinah. Sesampainya disana kulihat seorang lelaki sedang kerepotan mengangkut barang dagangannya dan melesat aku membantu pekerjaannya.
“Assalamu’alaikum saudaraku dari masa depan.”, sapanya.
“Wa’alaikum salam, banyak banget barang yang datang kali ini?”, jawabku.
“Alhamdulillah, karunia Allah datang bulan lalu dan sekarang serba diberi kelancaran.” Ucapnya penuh kesyukuran.

Lalu kami tenggelam dalam kesibukan kerja mengangkut barang dagangan ke gudang.
“Silahkan dinikmati kurma dan air putihnya!”, kata saudara muslim Madinah.
“Terimakasih, semoga Allah membalas kemurahanmu yang lebih baik.”, ucapku sambil menikmati yang telah dihidangkan.

Setelah beberapa saat melepas lelah, sembari menanti senggang waktu saudara muslim Madinah meladeni para pembeli.
“Tolong ceritakan kisah istimewa saat terjadi perjanjian Hudaibiyah..!”, pintaku.
* * *
Waktu itu selepas kesepakatan Hudaibiyah antara Nabi  ﷺ dengan Suhail ibn Amr sebagai perutusan Mekah tercapai, Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr datang melompat-lompat dengan tubuh terikat, lalu menjatuhkan dirinya di tengah-tengah kaum muslimin sebagai tanda mohon perlindungan. Sontak sang bapak bangkit menarik kerah baju Abu Jandal, lalu memukuli wajahnya. Sembari menoleh kepada Nabi, Suhail ibn Amr berkata ; “Wahai Muhammad, ini awal keputusanku untukmu atas orang ini (Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr) : kembalikan dia padaku!”.
Sulit bagi Nabi membuat keputusan, karena menjadikan Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr sebagai orang pertama yang harus “dikorbankan” demi perjanjian Hudaibiyah, disisi lain Nabi berusaha mengambil hati Suhail ibn Amr. Namun Suhail ibn Amr malah semakin congkak dan mencari-cari kesalahan. Akhirnya Nabi  ﷺ berkata kepada Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr, “Abu Jandal ibn Suhail ibn Amr, sabar dan bertahanlah. Allah pasti akan memberi kelapangan dan jalan keluar untukmu serta orang-orang lemah lainnya yang bersamamu. Kami sudah terikat perjanjian damai. Kami tak ingin khianat kepada mereka.”
Setelah perjanjian Hudaibiyah, kaum muslimin diliputi kesedihan luar biasa. Tak satu pun dari mereka menerima butir-butir kesepakatan Nabi dengan Suhail ibn Amr sebagai wakil Quraisy. Kesedihan itu menjadikan kaum muslimin tak segera mematuhi perintah Nabi  ﷺ untuk menyembelih kurban dan bercukur. Dan Umar ibn Khattab adalah yang paling sedih dan terpukul. Dalam kegundahan turunlah surat Al-Fath yang kemudian disampaikan Nabi pada Umar ibn Khattab.
“Wahai Rasulullah, apakah ini sebuah penaklukan?”, kata Umar.
“Ya”, jawab Rasulullah ﷺ.
Dan Umar menyesali perbantahannya dengan Nabi ﷺ.
“Aku akan terus bersedekah, puasa dan sholat dan memerdekakan budak untuk menebus kelakuanku kepada Rasulullah. Aku benar-benar mengkhawatirkan kata-kataku waktu itu yang kupikir lebih baik dibandingkan kata-kata beliau.”, kata Umar.
* * *
“Terimakasih saudara muslimku, semoga Allah menambahkan keimananku setelah mendengarkan kisah yang antum bagikan padaku, dan aku pamit pulang ke tahun 1435 H”, ucapku berpamitan.
“Semoga Allah mempertemukan kita kembali dalam keadaan Allah ridlo dunia akhirat.”, doanya.
“Assalamu ‘alaikum”, pamitku.
“Wa’alaikum salam”, sahutnya.
-----------------
Inspirasi :
Hayat Muhammad
(Sejarah Hidup Muhammad), Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D, Penerbit : P.T. Pustaka Litera Antar Nusa Jakarta-Bogor, Cetakan Kesebelas, Januari 1990.
Taht Râyah al-Rasûl (Perang Muhammad), Dr. Nizar Abazhah, Penerbit Zaman Jakarta, Cetakan Pertama 1432 H / 2011 M.
al-Faruq ‘Umar (Umar bin Khattab), Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar