Senin, 17 Maret 2014

TIDAK MAU DIOBATI KELUARGANYA

Melihat keadaannya yang demikian keluarganya berpendapat hendak membantunya dengan pengobatan. Asma’ — salah seorang kerabat Maimunah — telah menyediakan semacam minuman. yang pernah dipelajari cara pembuatannya selama ia tinggal di Abisinia. Tatkala Nabi sedang dalam keadaan pingsan karena demamnya itu, mereka mengambil kesempatan menegukkan minuman itu ke mulutnya. Bila ia sadar kembali ia bertanya :
“Siapa yang membuatkan ini? Mengapa kamu melakukan itu?”
“Kami kuatir Rasulullah menderita sakit radang selaput dada”, kata ‘Abbas pamannya.
“Allah tidak akan menimpakan penyakit yang demikian itu kepadaku.”
Kemudian disuruhnya semua yang hadir dalam rumah — supaya meminum obat itu, tidak terkecuali Maimunah meskipun sedang berpuasa.
Muhammad memiliki harta tujuh dinar ketika penyakitnya mulai terasa berat. Kuatir bila ia meninggal harta masih di tangan, maka dimintanya supaya uangnya itu disedekahkan. Tetapi karena kesibukan mereka merawat dan mengurus selama sakitnya dan penyakit yang masih terus memberat, mereka lupa melaksanakan perintahnya itu. Setelah hari Minggunya sebelum hari wafatnya ia sudar kembali dari pingsannya, ia bertanya kepada mereka: Apa yang kamu lakukan dengan (dinar) itu? ‘Aisyah menjawab, bahwa itu masih ada di tangannya. Kemudian dimintanya supaya dibawakan. Bilamana uang itu sudah diletakkan di tangan Nabi. Ia berkata :
“Bagaimanakah jawab Muhammad kepada Tuhan, sekiranya ia menghadap Allah, sedang ini masih di tangannya.”
Kemudian semua uang dinar itu disedekahkan kepada fakir miskin di kalangan Muslimin.
Malam itu Muhammad dalam keadaan tenang. Panas demamnya sudah mulai turun, sehingga seolah karena obat yang diberikan keluarganya itulah yang sudah mulai bekerja dan dapat melawan penyakitnya. Sampai-sampai karena itu ia dapat pula di waktu subuh keluar rumah pergi ke mesjid dengan berikat kepala dan bertopang kepada Ali bin Abi Talib dan Fadzl bin’l-’Abbas. Abu Bakr waktu itu sedang mengimami orang-orang sholat. Setelah kaum Muslimin yang sedang melakukan sholat itu melihat Nabi datang, karena rasa gembira yang luar biasa, hampir-hampir mereka terpengaruh dalam sholat itu. Tetapi Nabi memberi isyarat supaya mereka meneruskan sholatnya. Bukan main Muhammad merasa gembira melihat semua itu.
Abu Bakr merasa apa yang telah dilakukan mereka itu, dan yakinlah dia bahwa mereka tidak akan berlaku demikian kalau tidak karena Rasulullah. Ia surut dari tempat sholatnya untuk memberikan tempat kepada Muhammad. Tetapi Muhammad mendorongnya dari belakang seraya katanya : Pimpin terus orang bersholat. Dia sendiri kemudian duduk di samping Abu Bakr dan sholat sambil duduk di sebelah kanannya.
Selesai sholat ia menghadap kepada orang banyak, dan kemudian berkata dengan suara agak keras sehingga terdengar sampai ke luar mesjid :
“Saudara-saudara. Api (neraka) sudah bertiup, Fitnah pun datang seperti malam gelap gulita. Demi Allah, janganlah kiranya kamu berlindung kepadaku tentang apa pun. Demi Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu, kecuali yang dihalalkan oleh Qur’an, juga aku tidak akan mengharamkan sesuatu, kecuali yang diharamkan oleh Qur’an. Laknat Tuhan kepada golongan yang mempergunakan pekuburan mereka sebagai mesjid.”
Melihat tanda-tanda kesehatan Nabi yang bertambah maju, bukan main gembiranya kaum Muslimin sampai-sampai Usama bin Zaid datang menghadap kepadanya dan minta izin akan membawa pasukan ke Syam, dan Abu Bakr pun datang pula menghadap dengan mengatakan :
“Ya Nabiullah! Saya lihat tuan sekarang dengan karunia dan nikmat Tuhan sudah sehat kembali. Hari ini adalah bagian Bint Kharija. Bolehkah saya mengunjunginya?”
Nabi pun mengizinkan. Abu Bakr segera berangkat pergi ke Sunh di luar kota Medinah — tempat tinggal istrinya. Umar dan Ali juga lalu pergi dengan urusannya masing-masing. Kaum Muslimin sudah mulai terpencar-pencar lagi. Mereka semua dalam suasana suka-cita dan gembira sekali, sebab sebelum itu mereka semua dalam kesedihan, berwajah suram setelah mendapat berita bahwa Nabi dalam keadaan sakit, demamnya semakin keras sampai ia pingsan.
Sekarang ia kembali pulang ke rumah ‘Aisyah. Senang sekali hatinya melihat kaum Muslimin sudah memenuhi mesjid dengan hati bersemarak, meskipun ia masih merasakan badannya sangat lemah sekali.
Dipandangnya laki-laki itu oleh ‘Aisyah, dengan kalbu yang penuh pemujaan akan kebesaran orang itu, dan sekarang penuh rasa iba hati karena ia lemah, ia sakit. Ia ingin sekiranya ia dapat mencurahkan segala yang ada dalam dirinya untuk mengembalikan tenaga orang itu, mengembalikan hidupnya.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD
, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 570-572.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar