Senin, 31 Maret 2014

DETIK-DETIK YANG KHIDMAT DALAM SEJARAH

Di hadapan saya sekarang — setelah lampau seribu empat ratus tahun yang lalu — terbentang sebuah lukisan peristiwa khidmat dan syahdu yang telah memenuhi hati saya, dengan segala kerendahan hati dan hormat. Tubuh yang terbungkus kini terletak dalam sebuah sudut, dalam ruangan yang nantinya akan menjadi sebuah makam, dan ruangan yang tadinya dihuni oleh orang yang mengenal makna hidup, orang yang penuh rahmat, penuh cahaya. Tubuh yang suci ini, yang telah mengajak dan membimbing orang ke jalan yang benar, dan yang buat mereka telah menjadi teladan tertinggi tentang arti kebaikan dan kasih saying, tentang ketangkasan dan harga diri, tentang keadilan dan kesadaran dalam menghadapi kekejaman serta segala tindakan tirani.
Orang yang banyak itu kini lalu dengan perasaan yang sudah remuk redam, dengan hati yang sendu, hati yang tersayat pilu. Setiap pria, setiap wanita, setiap anak-anak —terhadap laki-laki yang sekarang memilih tempatnya di sisi Tuhan itu— mengenangkannya sebagai ayah, sebagai kawan setia dan sahabat, sehagai Nabi dan Rasulullah. Betapakah perasaan yang sekarang sedang rimbun memenuhi kalbu yang penuh semarak iman itu, kalbu yang penuh prihatin akan rahasia hari esok setelah Rasul wafat?! Lukisan peristiwa khidmat inilah yang sekarang terbentang di hadapan saya. Saya lihat diri saya sedang tercengang menatapnya, dengan sepenuh hati akan keagungan yang penuh syahdu dan khidmat ini; hampir-hampir saya tak dapat melepaskan diri.

KEGONCANGAN ORANG-ORANG YANG LEMAH IMAN

Sudah sepantasnya pula apabila kaum Muslimin jadi kuatir. Sejak diumumkannya berita kematian Nabi di Medinah dan kemudian tersebar pula sampai kepada kabilah-kabilah Arab di sekitar kota, pihak Yahudi dan Nasrani segera memasang mata dan telinga, sifat-sifat munafik mulai timbul, iman orang-onang Arab yang masih lemah pula goncang. Dalam pada itu orang-orang Mekah juga sudah siap-siap akan berbalik dari Islam, bahkan sudah mau bertindak demikian, sehingga ‘Attah bin Asid wakil Nabi di Mekah merasa kuatir dan tidak menampakkan diri kepada mereka. Tepat sekali Suhail bin Amr yang berada di tengah-tengah mereka itu ketika ia tampil dan berkata — setelah menerangkan kematian Nabi – bahwa Islam sekarang sudah bertambah kuat, dan siapa yang masih menyangsikan kami, kami penggal lehernya. Kemudian katanya lagi : “Penduduk Mekah! Kamu adalah orang yang terakhir masuk Islam, maka janganlah jadi orang yang pertama murtad! Demi Allah, Tuhanlah yang akan menyelesaikan soal ini. Seperti kata Rasulullah s.a.w. —Belum jugakah mereka sadar dari kemurtadan mereka itu?”
Ada dua cara orang-orang Arab ketika itu dalam menggali kuburan : Pertama cara orang Mekah yang menggali kuburan dengan dasarnya yang rata; kedua cara orang Medinah yang menggali kuburan dengan dasarnya yang dilengkungkan. Abu Ubaidah bin’l-Jarrah misalnya, ia menggali cara orang Mekah, sedang Abu Talha Zaid bin Sahl menggali kuburan cara orang Medinah. Keluarga Nabi juga memperbincangkan cara mana kuburan itu akan digali. ‘Abbas paman Nabi segera mengutus dua orang, masing-masing supaya memanggil Abu ‘Ubaida dan Abu Talha. Yang diutus kepada Abu ‘Ubaida kembali tidak bersama dengan yang dipanggil, sedang yang diutus kepada Talha datang bersama-sama. Maka makam Rasulullah digali menurut cara Medinah.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 587-588.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar