Selasa, 25 Februari 2014

TIGA ORANG MENDAKWAKAN DIRINYA NABI

Itu sebabnya, tatkala ada tiga orang yang mendakwakan diri sebagai nabi, oleh Muhammad tidak banyak dihiraukan. Memang ada beberapa kabilah yang berjauhan dari Mekah begitu mengetahui Muhammad mendapat sukses dengan ajarannya itu cepat-cepat pula mereka menyambut orang yang datang mendakwakan diri nabi dari kabilah mereka itu, dengan harapan mereka akan mendapatkan nasib seperti yang ada pada Ouraisy, meskipun kabilah-kabilah ini karena letaknya yang jauh dari pusat agama baru, tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Akan tetapi ajakan kepada kebenaran Tuhan itu sudah benar-benar berakar di tanah Arab. Tidak mudah orang akan dapat melawannya. Apa yang telah dialami Muhammad demi menyampaikan ajaran ini, beritanya sudah sampai ke mana-mana. Kiranya takkan ada orang yang sanggup memikul beban ini, selain putra Abdullah itu. Setiap ada orang hendak mendakwakan diri dengan dasar kepalsuan, pasti kepalsuan itu akan segera terbongkar. Setiap ada orang yang mendakwakan kenabian tidak pernah ia dalam nasibnya akan mendapat sukses secara berarti.
Datang Tulaiha — pemimpin Banu Asad, salah seorang pahlawan Arab dalam perang dan yang berkuasa di Najd mendakwakan diri, bahwa dia seorang nabi dan rasul, dan ia memperkuat dakwaannya itu dengan membuat ramalan mengenai sebuah tempat sumber air, ketika golongannya itu dalam perjalanan hampir mati kehausan. Tetapi selama Muhammad masih hidup ia tidak berani mengadakan “pemberontakan” dan baru ia mengadakan pemberontakan itu setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah. Pembangkangan Tulaiha ini oleh Khalid bin’l-Walid dihancurkan dan dia sendiri kembali lagi ke pihak Muslimin dan menjadi orang Islam yang baik.
Juga Musailima, juga Aswad al-’Ansi, yang selama hidup Nabi, tidak lebih baik daripada nasib Tulaiha. Musailima ini pernah mengirim surat kepada Nabi dengan mengatakan bahwa dia nabi, dan “Separuh bumi ini buat kami dan yang separuh lagi buat Quraisy; tapi Quraisy adalah golongan yang tidak suka berlaku adil.”
Setelah surat itu dibaca kedua orang utusan Musailima itu oleh Nabi ditatapnya, dan hendak memberikan kesan kepada mereka, bahwa Nabi akan menyuruh supaya mereka dibunuh, kalau tidak karena memang adanya ketentuan bahwa para utusan harus dijamin keselamatannya.
Kemudian Nabi membalas surat Musailima dengan mengatakan ia sudah mendengarkan isi suratnya dengan segala kebohongannya itu dan bahwa bumi ini kepunyaan Allah yang akan diwarisi oleh hamba-hamba yang berbuat kebaikan. Dan salam bagi orang yang mengikut bimbingan yang benar.
Adapun Aswad al-’Ansi — penguasa Yaman sesudah Bad-han meninggal — orang ini mendakwakan sebagai ahli sihir dan mengajak orang dengan sembunyi-sembunyi. Karena sudah merasa dirinya sebagai orang penting di daerah selatan, wakil-wakil Muhammad yang di Yaman diusirnya, dan dia pergi lagi ke Najran, anak Bad-han di sana dibunuhnya istrinya dikawini dan singgasana diwarisinya. Ia hendak menyebarkan pengaruhnya di kawasan itu. Tapi bahaya ini tidak banyak mempengaruhi pikiran Muhammad. Dalam hal ini tidak lebih ia hanya mengutus orang kepada pejahat-pejahat (yaitu Mu’adh bin Jabal) di Yaman dengan perintah supaya Aswad dikepung atau dibunuh. Sekali lagi kaum Muslimin di Yaman berhasil memaksa Aswad, dan dia sendiri mati dibunuh istrinya sendiri sebagai balasan atas dibunuhnya anak Bad-han — suaminya yang dulu.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 559-560.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar