Kamis, 13 Februari 2014

KEDUDUKANNYA DI KALANGAN ORANG-ORANG NASRANI

Mengambil argumen ini secara mendatar adakalanya dapat memikat orang bahwa itu ada juga benarnya, ataupun dapat memikat orang sampai mempercayainya. Akan tetapi bila orang mau mengikuti jalur sejarah, mau menelitinya sehubungan dengan masalah-masalah dan sebah-sebah turunnya ayat-ayat itu, samasekali orang tidak perlu sangsi tentang kesatuan sikap Islam dan sikap Muhammad terhadap agama-agama Kitab sejak dari permulaan risalah itu sampai akhirnya. Almasih anak Mariam ialah Hamba Allah yang diberi-Nya kitab, dijadikan-Nya ia seorang nabi, dijadikannya ia orang yang beroleh berkah di mana pun ia berada, diperintahkan-Nya ia melakukan sholat, mengeluarkan zakat selama ia masih hidup. Itulah yang diturunkan oleh Quran sejak dari permulaan risalah sampai akhirnya. Allah cuma Satu. Allah itu Abadi dan Mutlak. Tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada suatu apa pun yang menyerupai-Nya. Itulah jiwa dan dasar Islam sejak dari langkah pertama, dan itu pula jiwa Islam selama dunia ini berkembang.
Orang-orang Nasrani Najran pernah mendatangi Nabi hendak mengajaknya berdebat tentang Tuhan dan tentang kenabian Isa terhadap Tuhan jauh sebelum Surah At-Taubah ini turun. Mereka bertanya kepada Muhammad : “Ibu Isa itu Mariam; lalu siapa bapanya?”
Untuk itu datang firman Allah : “Hal seperti terhadap Adam, dijadikan-Nya ia dari tanah lalu dikatakan : jadilah, maka jadilah ia. Kebenaran itu datangnya hanya dari Tuhan. Jangan kau jadi orang yang sangsi. Barangsiapa mengajak engkau berdebat tentang Dia setelah engkau mendapat pengetahuan, katakanlah : Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, diri kami sendiri dan diri kamu; kemudian kita berdoa supaya laknat Tuhan itu ditimpakan kepada yang berdusta, Inilah kisah-kisah sebenarnya : tiada tuhan selain Allah. Dan Allah sungguh Maha Kuasa dan Bijaksana. Kalaupun mereka menyimpang juga, Tuhan jua yang mengetahui mereka yang berbuat bencana. Katakanlah : Orang-orang Ahli Kitab! Marilah kita menerima suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu; bahwa tak ada yang akan kita sembah selain Allah, dan bahwa kita takkan mempersekutukan-Nya dengan apapun, lalu tidak pula antara kita akan saling mempertuhan satu sama lain, selain daripada Allah. Tetapi kalau mereka menyimpang juga, katakanlah : Saksikanlah, bahwa kami ini orang-orang Muslimin.” (QS. 3 : 59-64)
Percakapan dalam surah ini, Surah Keluarga ‘Imran dengan gaya bahasa yang luar biasa, ditujukan kepada Ahli Kitab, menegur mereka mengapa mereka merintangi orang beriman dari jalan Allah dan mengapa mereka mengingkari ayat-ayat yang datang dari Tuhan, padahal ayat-ayat itu juga yang dibawa oleh Isa, oleh Musa, oleh Ibrahim, sebelum kata-kata itu diubah-ubah dan sebelum diartikan menurut kehendak nafsu sendiri disesuaikan dengan kehidupan duniawi dengan kesenangan yang penuh tipu daya. Banyak lagi surah-surah lain, yang dalam kata-katanya ditujukan seperti yang terdapat dalam surah Keluarga ‘Imran itu. Dalam Surah Al-Ma’idah (5) Tuhan berfirman : “Sebenarnya mereka telah melakukan penghinaan (terhadap Tuhan) mereka yang mengatakan, bahwa Allah satu dari tiga dalam trinitas. Tak ada tuhan kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila tidak mau juga mereka berhenti (menghina Tuhan), pasti mereka yang telah merendahkan (Tuhan) itu akan dijatuhi siksaan yang amat pedih. Tidakkah mereka mau bertobat kepada Tuhan dan meminta ampun. Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Sebenarnya Almasih putra Mariam itu hanya seorang rasul, dan ibunya adalah wanita yang mulus dan jujur, keduanva memakan makanan. Perhatikanlah, betapa Kami menjelaskan ayat-ayat itu kepada mereka, lalu perhatikanlah, bagaimana mereka sampai dipalingkan?” (QS. 5 : 73-75)
Kemudian dalam Surah Al-Ma’idah itu juga Tuhan berfirman :
“Dan ingat ketika Allah berkata : “Hai Isa anak Mariam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang : mengangkatku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?’ Ia menjawab : “Maha Suci Engkau, tidak akan aku mengatakan yang bukan menjadi hakku. Kalaupun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam hatiku, tapi aku tidak mengetahui apa yang ada di dalam Diri-Mu.” (QS. 5 : 116) , sampai pada ayat-ayat selanjutnya seperti sudah kita nukilkan dalam pengantar buku ini. Salah satu ayat dalam Surah Al-Ma’idah inilah yang oleh penulis-penulis sejarah Kristen dipersoalkan dan dijadikannya alasan tentang perkembangan sikap Muhammad terhadap mereka sesuai dengan perkembangan politiknya, yaitu ketika Tuhan berfirman :

KERAMAHANNYA TERHADAP MEREKA
“Pasti akan kau dapati orang-orang yang paling keras memusuhi mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik; dan pasti akan kaudapat, orang-orang yang paling akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka yang berkata : “Kami ini orang-orang Nasrani.” Sebab, di antara mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan mereka itu tidak menyombongkan diri.” (QS. 5 : 82)
Sebaliknya, ayat-ayat yang terdapat dalam Surah Bara’ah (9) juga bicara tentang Ahli Kitab sekali-kali tidak membicarakan kepercayaan mereka mengenai Almasih anak Mariam itu. Ayat-ayat itu bicara tentang kelakuan mereka mempersekutukan Tuhan, makan harta orang secara tidak sah serta menimbun emas dan perak. Sedang menurut Islam Ahli Kitab itu sudah keluar dari rel agama Isa, mereka menghalalkan apa yang dilarang oleh Tuhan dan melakukan perbuatan orang yang tak beriman kepada Tuhan dan hari Kemudian, tetapi sungguhpun demikian —lepas dari semua itu— keimanan mereka kepada Tuhan sudah menjadi jembatan buat mereka untuk tidak dipersamakan dengan orang-orang pagan. Buat mereka yang masih gigih mau menjadikan Tuhan satu dari tiga dalam trinitas dan mau menghalalkan apa yang dilarang Tuhan, cukup dengan membayar jizya dengan taat dan patuh.
Seruan yang telah disampaikan oleh Ali tatkala Abu Bakr memimpin jamaah haji itu merupakan puncak dari masuknya penduduk jazirah bagian selatan ke dalam Islam secara berbondong-bondong. Utusan-utusan itu secara berturut-turut telah datang ke Medinah seperti sudah kita sebutkan —di antaranya perutusan dari orang-orang musyrik dan dari Ahli Kitab. Nabi memberi hormat secukupnya kepada setiap utusan yang datang dan para amir itu dikembalikan ke daerah kekuasaan mereka dengan cara terhormat sekali. Hal ini sudah kita sebutkan dalam bagian yang lalu. Asy’ath bin Qais dengan memimpin 80 orang dari Kinda dengan berkendaraan, mereka datang kepada Nabi dalam mesjid, dengan berhias rambut, bercelak mata, mengenakan jubah yang indah-indah dan berselempang sutera. Begitu melihat mereka, Nabi berkata : “Bukankah kamu sudah menjadi Islam?” “Ya”, jawab mereka.
“Buat apa kamu mengenakan sutera ini di leher?” kata Nabi lagi.
Mereka lalu melepaskan sutera itu.
“Rasulullah”, kata Asy’ath kemudian, “kami dari Keluarga Akil’l-Murar (= nama suatu kabilah dan sebutan ini menandakan keturunan amir-amir yang sangat dibanggakan), dan tuan juga dari keturunan Akil’l-Murar.”
Mendengar itu Nabi tersenyum. Ia teringat pada ‘Abbas bin ‘Abd’l-Muttalib dan Rabi’a bin’l-Harith.
Bersama dengan Asy’ath itu juga datang Wa’il bin Hujr al-Kindi, seorang amir dari daerah pantai di Hadzramaut. Ia kemudian masuk Islam. Nabi mengakui daerah kekuasaannya itu dan dimintanya ia memungut ‘usyr dari penduduk untuk diserahkan kepada pemungut-pemungut pajak yang sudah ditunjuk oleh Rasul. Dalam hal ini Nabi menugaskan Mu’awiya bin Abi Sufyan menemani Wa’il ke negerinya. Tetapi Wa’il tidak mau sekendaraan dengan dia dan tidak pula mau memberikan kepadanya alas kaki. Sekadar dapat menahan panasnya musim cukup dengan membiarkan dia berjalan di bawah naungan untanya. Meskipun ini bententangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan persamaan antara sesama kaum Muslimin dan semua orang Islam bersaudana, namun Mu’awiya menerimanya juga demi menjaga Islamnya Wa’il dan golongannya.
Setelah Islam tersiar di kawasan Yaman, Nabi mengutus Mu’adh bin Jabal ke daerah itu untuk memberikan pelajaran kepada penduduk serta untuk memperdalam hukum Islam, dengan pesan : “Permudahlah dan jangan dipersulit. Gembirakan dan jangan ditakut-takuti. Engkau akan bertemu dengan golongan Ahli Kitab yang akan bertanya kepadamu : ‘Apa kunci surga’?’ Maka jawablah : ‘Suatu kesaksian, bahwa tak ada tuhan selain Allah yang tiada bersekutu.”
Mu’adh pun berangkat, disertai beberapa orang dari kalangan Muslimin yang mula-mula dari yang bertugas mengurus ‘usyr’, serta memberikan pelajaran dan menjalankan hukum sesuai dengan perintah Tuhan dan Rasul.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 542-546.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar