Senin, 23 Desember 2013

WAJIB TAAT PEMIMPIN YANG BUKAN MA’SYIYAT (6)

Abdullah bin Amer r.a. berkata : Ketika kami bersama Rasulullah s.a.w. dalam bepergian, maka kami turun berkhemah di tengah jalan, ada di antara kami yang sedang membetulkan khemahnya dan ada yang sedang main-main dengan panah, dan ada yang sedang menggembala ternaknya, tiba-tiba terdengar panggilan pesuruh Rasulullah s.a.w. ASSHOLATU JAMI’ATUN (Mari kita sholat berjama’ah). Maka kami berkumpul kepada Rasulullah s.a.w. maka bersabda Nabi s.a.w. : Tiada seorang Nabi sebelumku melainkan ia berkewajiban menunjukkan ummatnya pada segala kebaikan yang ia ketahui dan memperingatkan mereka dari bahaya yang ia ketahui. Dan ummat ini telah ditentukan selamatnya pada permulaannya, dan pada akhirnya akan ditimpa bala’ dan hal-hal yang kamu ingkari, dan terjadi fitnah, sehingga teranggap ringan setengah dan kejadian yang sebelumnya. Kemudian terjadi fitnah, sehingga seorang mu’min merasa mungkin di sini binasaku, tetapi lalu terhindar daripadanya, kemudian datang pula suatu fitnah, hingga ia berkata : Mungkin kini binasaku. Maka siapa ingin terhindar dari neraka dan masuk sorga, harus ia mati tetap dalam iman percaya pada Allah dan hari kemudian, dan berlaku kepada sesama manusia apa yang ia sendiri suka diperlakukan orang demikian. Dan siapa yang berbai’at pada suatu imam (kepala) dan telah menyanggupkan ta’atnya dan setia hatinya, harus ta’at jika dapat. Maka jika datang lain orang akan merebut kekuasaannya penggallah leher orang yang merebut itu. (HR. Muslim).
--------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 536-538.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar