Selasa, 03 September 2013

PERJALANAN TENTARA MUSLIMIN

Pasukan ini bergerak dalam suatu jumlah yang belum pernah dialami oleh kota Medinah. Mereka terdiri dari kabilah-kabilah Sulaim, Muzaina, Ghatafan dan yang lain, yang telah menggabungkan diri, baik kepada Muhajirin ataupun kepada Anshar. Mereka berangkat bersama-sama dengan mengenakan pakaian besi. Mereka melingkar ke tengah-tengah padang sahara yang membentang luas itu, sehingga apabila kemah-kemah mereka sudah dikembangkan, tertutup belaka oleh debu pasir sahara itu, sehingga karenanya orang takkan dapat melihatnya. Mereka yang terdiri dari ribuan orang itu telah mengadakan gerak cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut menggabungkan diri, yang berarti menambah jumlah dan menambah kekuatan pula. Semua mereka berangkat dengan kalbu yang penuh iman, bahwa dengan pertolongan Allah mereka akan mendapat kemenangan. Penjalanan ini dipimpin oleh Muhammad dengan pikiran dan perhatian tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci tanpa akan mengalirkan darah setetes sekalipun.
Bila pasukan ini sudah sampai di Marr’z-Zahran (sejauh empat farsakh dari Mekah) dan jumlah anggota pasukan sudah mencapai sepuluh ribu orang, pihak Quraisy belum juga mendapat berita. Mereka masih dalam silang-sengketa, bagaimana caranya akan menangkis serangan dari Muhammad.
Oleh Abbas bin ‘Abd’l-Muttalib — paman Nabi — ditinggalkannya mereka itu dalam perdebatan dan dia sendiri sekeluarga berangkat menemui Muhammad di Juhfa. Bolehjadi sudah ada orang-orang dari Banu Hasyim yang sudah menerima berita atau semacam berita tentang kebenaran Nabi. Lalu mereka bermaksud menggabungkan diri tanpa akan mendapat sesuatu gangguan.

BANU HASYIM MASUK ISLAM
Di samping Abbas, yang juga berangkat menyongsong ialah Abu Sufyan bin’l-Harith bin ‘Abd’l-Muttalib, sepupu Nabi, Abdullah bin Abi Umayya bin’l-Mughira, anak bibinya. Mereka menggabungkan diri dengan pasukan Muslimin di Niq’l-’Uqah. Mereka berdua minta izin akan menemui Nabi, tapi Nabi menolak.
“Tidak perlu aku kepada mereka”, katanya kepada Umm Salama, istrinya, ketika ia mencoba membicarakan masalah dua orang itu. “Aku sudah banyak menderita karena anak pamanku itu. Sedang anak bibiku, dan iparku pula, ia sudah mengatakan yang bukan-bukan ketika ia di Mekah.”
Ketenangan ini disampaikan kepada Abu Sufyan, dan dia berkata :
“Demi Allah, bagiku hanyalah aku ingin diizinkan bertemu, atau dengan bantuan anakku ini, kami akan pergi ke mana saja, sampai kami mati kehausan dan kelaparan.”
Nabi merasa kasihan kepada mereka. Kemudian mereka pun diizinkan masuk menemuinya, dan mereka menyatakan masuk Islam.
----------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 455-456.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar