Senin, 23 September 2013

PENGAMPUNAN BUAT YANG SUDAH DIJATUHI HUKUMAN MATI

Sesudah memasuki Mekah pun Muhammad sudah mengeluarkan perintah jangan sampai ada pertumpahan darah dan jangan ada seorang pun yang dibunuh, kecuali kelompok itu saja. Oleh karena itu, mereka suami istri lalu menyembunyikan diri, ada pula yang lari. Tetapi setelah keadaan kembali aman dan tenteram, dan orang melihat betapa Rasulullah berlapang dada dan memberikan pengampunan yang begitu besar kepada mereka, ada beberapa orang sahabat yang minta supaya mereka yang sudah dijatuhi hukuman mati itu juga diberi pengampunan. Usman bin ‘Affan — yang masih saudara susuan dengan Abdullah bin Abi’s-Sarh — juga datang kepada Nabi, memintakan jaminan pengampunan. Seketika lamanya Nabi diam. Kemudian katanya : “ Ya”. Dan dia pun diampuni.
Sedang Umm Hakim (bint’l-Harith bin Hisyam) telah pula memintakan kepada Muhammad jaminan pengampunan buat suaminya. ‘Ikrima bin Abi Jahl yang telah lari ke Yaman. Dia ini pun diampuni. Wanita ini kemudian pergi menyusul suaminya dan dibawanya kembali menghadap Nabi. Demikian juga Muhammad telah memaafkan Shafwan bin Umayya, orang yang telah menemani ‘Ikrima lari ke jurusan laut dengan tujuan hendak ke Yaman. Kedua orang itu dibawa kembali tatkala perahu yang hendak membawa mereka sudah siap akan berangkat. Juga Hindun, istri Abu Sufyan, yang telah mengunyah hati Hamzah paman Rasul sesudah gugur dalam perang Uhud telah dimaafkan, di samping orang-orang lain yang tadinya sudah dihukum mati, semuanya dimaafkan. Yang dibunuh hanya empat, yaitu Huwairith yang telah mengganggu Zainab putri Nabi sepulangnya dari Mekah ke Medinah, serta dua orang yang sudah masuk Islam lalu melakukan kejahatan dengan mengadakan pembunuhan di Medinah dan kemudian melarikan diri ke Mekah berbalik meninggalkan agamanya menjadi musyrik dan dua orang budak perempuan Ibn Khatal, yang selalu mengganggu Nabi dengan nyanyian-nyanyiannya. Yang seorang dari mereka ini lari, dan yang seorang lagi diberi pengampunan.
Keesokan harinya setelah hari pembebasan itu ada seseorang dari pihak Hudhail yang masih musyrik oleh Khuza’a dibunuh. Nabi marah sekali karena perbuatan itu, dan dalam khutbahnya di hadapan orang banyak ia berkata :
“Wahai manusia sekalian! Allah telah menjadikan Mekah ini tanah suci sejak Ia menciptakan langit dan bumi. Ia suci sejak pertama, kedua dan ketiga (Asalnya : haramun mun haramin, min haramin, yakni ‘yang suci dan yang suci dari yang suci), sampai hari kiamat. Oleh karena itu, orang yang beriman kepada Allah dan kepada hari Kemudian tidak dibenarkan mengadakan pertumpahan darah atau menebang pohon di tempat ini. Tidak dibenarkan kepada siapa pun sebelum aku, dan tidak dibenarkan kepada siapa pun sesudah aku ini. Juga aku pun tidak dibenarkan marah kepada penghuni daerah ini hanya untuk saat ini saja, kemudian ia kembali dihormati seperti sebelum itu. Hendaklah kamu yang hadir ini memberitahukan kepada yang tidak hadir. Kalau ada orang yang mengatakan kepadamu bahwa Rasulullah telah berperang di tempat ini, katakanlah bahwa Allah telah membolehkan hal itu kepada Rasul-Nya, tapi tidak kepada kamu sekalian, wahai orang-orang Khuza’a! Lepaskanlah tangan kamu dari pembunuhan, sebab sudah terlalu banyak; itu pun kalau ada gunanya. Kalau kamu sudah membunuh orang, tentu aku juga yang akan menebusnya. Barangsiapa ada yang dibunuh sesudah ucapanku ini; maka keluarganya dapat memilih satu dari dua pertimbangan ini: kalau mereka mau, dapat menuntut darah pembunuhnya; atau dengan jalan diat.”
-------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 467-468.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar