Sabtu, 21 September 2013

GAMBAR-GAMBAR DALAM KA’BAH

Tetapi Muhammad, tetapi Nabi, tetapi Rasulullah, bukanlah manusia yang mengenal permusuhan. atau yang akan membangkitkan permusuhan di kalangan umat manusia! Dia bukan seorang tiran, bukan mau menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Tuhan telah memberi keringanan kepadanya dalam menghadapi musuh, dan dalam kemampuannya itu ia memberi pengampunan. Dengan itu, kepada seluruh dunia dan semua generasi ia telah memberi teladan tentang kebaikan dan keteguhan menepati janji, tentang kebebasan jiwa yang belum pernah dicapai oleh siapa pun !
Apabila Muhammad kemudian memasuki Ka’bah, dilihatnya dinding-dinding Ka’bah sudah penuh dilukis dengan gambar-gambar malaikat dan para Nabi. Dilihatnya Ibrahim yang dilukiskan sedang memegang azlam*) yang diperundikan, dilihatnya sebuah patung burung dara dari kayu. Dihancurkannya patung itu dengan tangannya sendiri dan dicampakkannya ke tanah. Ketika melihat gambar Ibrahim agak lama Muhammad memandingnya, lalu katanya : Mudah-mudahan Tuhan membinasakan mereka! Orang tua kita digambarkan mengundi dengan azlam! Apa hubungannya Ibrahim dengan azlam!? Ibrahim bukan orang Yahudi, juga bukan orang Nasrani. Tetapi ia adalah seorang hanif (yang murni imannya), yang menyerahkan diri kepada Allah dan bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Sedang malaikat-malaikat yang dilukiskan sebagai wanita-wanita cantik, gambar-gambar itu oleh Muhammad disangkal samasekali , sebab malaikat-malaikat itu bukan laki-laki dan bukan perempuan. Lalu diperintahkannya supaya gambar-gambar itu dihancurkan. Berhala-berhala sekeliling Ka’bah yang disembah oleh Quraisy selain Allah, telah dilekatkan dengan timah di sekeliling Ka’bah. Demikian juga berhala Hubal yang berada di dalamnya. Dengan tongkat di tangan Muhammad menunjuk kepada berhala-berhala itu semua seraya berkata :
“Dan katakanlah : Yang benar itu sudah datang, dan yang palsu segera menghilang, sebab kepalsuan itu pasti akan lenyap.” (QS. 17 : 81)

KA’BAH DIBERSIHKAN DARI BERHALA
Berhala-berhala itu kemudian disungkurkan dan dengan demikian Rumah Suci itu dapat dibersihkan. Pada hari pertama dibebaskannya mereka itu Muhammad telah dapat menyelesaikan apa yang dianjurkannya sejak dua puluh tahun itu, dan yang telah ditentang oleh Mekah dengan mati-matian. Dihancurkannya berhala-berhala dan dihapuskannya paganisma dalam Rumah Suci itu disaksikan oleh Quraisy sendiri. Mereka melihat berhala-berhala yang mereka sembah dan disembah oleh nenek moyang mereka itu samasekali tidak dapat memberi kebaikan atau bahaya buat mereka sendiri.
Pihak Anshar dari Medinah telah menyaksikan semua kejadian ini. Mereka melihat Muhammad yang berdoa di atas gunung Shafa. Terbayang oleh mereka sekarang bahwa ia pasti akan meninggalkan Medinah dan kembali ke tempat tumpah darahnya semula yang kini telah dibukakan Tuhan. Mereka berkata satu sama lain : “Menurut pendapat kamu, adakah Rasulullah s.a.w. akan menetap di negerinya sendiri?” Mungkin kekuatiran mereka itu beralasan sekali. Ini adalah Rasulullah, dan di Mekah ini Rumah Suci Baitullah dan di Mekah ini pula Mesjid Suci.
Tetapi setelah selesai berdoa Muhammad bertanya kepada mereka : Apa yang mereka katakan itu. Selelah diketahuinva akan kekuatiran mereka yang mereka sampaikan dengan agak maju mundur itu, ia berkata. “Berlindunglah kita kepada Allah! Hidup dan matiku akan bersama kamu.” Dengan itu ia telah memberikan teladan kepada orang tentang keteguhannya memegang janji pada Ikrar ‘Aqaba serta kesetiaannya kepada sahabat-sahabatnya yang seiring sepenanggungan di kala menderita, teladan yang takkan dapat dilupakan, baik oleh tanah-air, oleh penduduk ataupun oleh Mekah sebagai Tanah Suci.
Setelah berhala-berhala itu dibersihkan dari Ka’bah, Nabi menyuruh Bilal menyerukan azan dari atas Ka’bah. Sesudah itu orang melakukan sholat bersama dan Muhammad sebagai imam. Sejak saat itu, sampai masa kita sekarang ini selama empat belas abad, tiada pernah terputus Bilal dan pengganti-pengganti Bilal terus menyerukan azan, lima kali setiap hari, dari atas mesjid Mekah. Sejak saat itu, selama empat belas abad sudah, kaum Muslimin menunaikan kewajiban sholat kepada Allah dan selawat kepada Rasul, dengan mengharapkan wajah, kalbu dan seluruh pikiran kepada Allah semata, dengan menghadap Rumah Suci ini, yang pada hari pembebasannya itu oleh Muhammad telah dibersihkan dari patung-patung dan berhala-berhala.
Atas apa yang telah terjadi itu baru sekarang Quraisy mau menerima, dan mereka pun sudah yakin pula akan pengampunan yang telah diberikan Muhammad kepada mereka. Mereka melihat Muhammad dan Muslimin yang ada di sekitarnya sekarang dengan mata penuh takjuh bercampur cemas dan hati-hati sekali. Namun sungguhpun begitu ada sekelompok manusia terdiri dari tujuh belas orang, oleh Muhammad telah dikecualikan dari pengampunannya itu. Sejak ia memasuki Mekah, sudah dikeluarkan perintah supaya mereka itu, golongan laki-lakinya. dibunuh, meskipun mereka sudah berlindung ke tirai Ka’bah. Di antana mereka itu ada yang bersembunyi dan ada pula yang sudah lari. Keputusan Muhammad supaya mereka dibunuh bukan didorong oleh rasa dengki atau karena marah kepada mereka, melainkan karena kejahatan-kejahatan besar yang mereka lakukan. Ia tidak pernah mengenal rasa dengki. Di antara mereka itu terdapat Abdullah bin Abi’s-Sarb, orang yang dulu sudah masuk Islam dan menuliskan wahyu, kemudian berbalik murtad menjadi musyrik di pihak Ouraisy dengan menggembor-gemborkan bahwa dia telah memalsukan wahyu itu waktu ia menuliskannya. Juga Abdullah bin Khatal, yang dulu sudah masuk Islam kemudian sesudah ia membunuh salah seorang bekas budak itu berhalik menjadi musyrik dan menyuruh kedua budaknya yang perempuan — Fartana dan temannya — menyanyi-nyanyi mengejek Muhammad. Dia dan kedua orang itu juga dijatuhi hukuman mati. Di samping itu ‘Ikrimah bin Abi Jahl, orang yang paling keras memusuhi Muhammad dan kaum Muslimin dan sampai waktu Khalid bin’l-Walid datang memasuki Mekah dari jurusan bawah itu pun tiada henti-hentinya ia mengadakan permusuhan.

Catatan :
*) Al-azlam (jamak zalam dan zulam) yaitu qid-h (atau anak panah tanpa kepala dari bulu) suatu kebiasaan yang berlaku pada zaman jahiliah. Pada anak panah itu tertulis kata perintah dan larangan: “kerjakan!” dan “jangan dikerjakan!” Benda itu dimasukkan orang ke dalam sebuah tabung. Apabila orang hendak melakukan perjalanan, perkawinan atau sesuatu yang penting lainnya, ia memasukkan tangannya ke dalam tabung itu setelah diperkenankan dan dikocok, dan sebuah zalam dicabutnya. Kalau yang keluar berisi “perintah” ia boleh terus melaksanakan; kalau yang keluar berisi “larangan” ia harus membatalkan maksudnya. Mengundi dengan anak panah ini ialah guna mengetahui baik buruknya nasib seseorang.
------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 465-467.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar